Apakah Kita Bisa Melawan Kemajuan Teknologi?

Tabungan merupakan sumber dana murah bagi bank, karena bunganya rendah. BCA sukses menjadi bank terbesar Indonesia dengan bantuan teknologi.

Minggu, 31 Maret 2019 | 14:24 WIB
0
537
Apakah Kita Bisa Melawan Kemajuan Teknologi?
Ilustrasi AI (Image by Gerd Altmann from Pixabay )

Dalam debat Capres 30 Maret 2019, Prabowo Subianto mengatakan  " Saya lebih baik pakai teknologi lama tetapi kekayaan Indonesia tidak ke luar dari Indonesia.". Pertanyaannya apakah mungkin melawan kemajuan teknologi?

BCA adalah bank yang masif mengembangkan jaringan ATM, EDC, mobile banking dan online banking. Bank-bank lain termasuk bank BUMN agak lambat mengembangkannya, walaupun sekarang sudah relatif sama luas jaringan dan kecanggihannya.

Apa yang terjadi? Saya yakin mayoritas pembaca artikel ini memiliki rekening di BCA. Mungkin memiliki alasan yang sama dengan saya, yaitu rekening kita mudah diakses dan digunakan.

Dengan memberikan layanan teknologi, BCA mampu meraih banyak nasabah tabungan. Harus diingat, tabungan merupakan sumber dana murah bagi bank, karena bunganya rendah. BCA sukses menjadi salah satu bank terbesar Indonesia dengan bantuan teknologi.

Taksi daring yang mampu memberikan tarif pasti dibandingkan dengan taksi tradisional juga akhirnya menggerus pasar taksi tradisional. Sang penguasa taksi tradisional sekarang sedang mengembangkan aplikasi yang bisa memberikan layanan yang sama.

Dua bukti bahwa kita tidak bisa melawan kemajuan teknologi, tetapi lebih baik merangkul dan mengembangkannya. Jika tidak yang terjadi adalah akan tergilas oleh pihak yang mengadopsi teknologi maju.

China

Sebagai sebuah negara komunis, ada keinginan untuk mengontrol rakyatnya. Termasuk di dalam media sosial. Untuk itu China melarang penggunaan Twitter, Facebook, Google dan Whatsapp.

Namun pemerintah China tahu, bahwa dengan kecanggihan teknologi bisa saja tembok virtual yang dibangun bobol. Dengan menggunakan virtual private network (VPN) misalnya, beberapa layanan google dan juga Whatsapp masih bisa diakses.

Agar rakyat tetap dapat menggunakan media sosial dan aplikasi chatting serta mengurangi motivasi untuk membobol tembok virtual. China “memaksa” perusahaan lokal untuk mengembangkannya, Weibo sebagai pengganti Twitter sangat populer di sana. Wechat juga begitu, bahkan sekarang boleh dibilang sudah menjadi aplikasi super, karena ada beberapa fungsi lain, termasuk pembayaran.

Amerika Serikat

Walmart adalah perusahaan ritel terbesar di Amerika Serikat dengan jaringan ribuan toko sekelas hypermarket. Masuklah Amazon yang tadinya hanya jualan buku berkembang menjadi situs palugada (apa lo mau gua ada) yang banyak mengambil pangsa pasar Walmart.

Walmart yang tadinya tidak menggunakan internet dalam berjualan. Sekarang ini memiliki situs belanja yang tidak kalah lengkap dibanding Amazon. Ditambah lagi strategi untuk menggunakan jaringan toko sebagai gudang, Walmart mampu menahan serangan Amazon.

Baca “Belajar dari Pertarungan Amazon dan Walmart

Korea Utara

Apakah Korea Utara tidak memanfaatkan kemajuan teknologi? Jawabannya adalah memanfaatkan. Cuma yang membedakan adalah akses terhadap teknologi dibatasi kepada elit dan tim. Sehingga rakyat biasa tidak bisa memanfaatkannya.

Ada kecurigaan tim retas Korut berada dibalik serangan terhadap bank sentral Bangladesh tahun 2016 menurut FBI. Bank sentral Bangladesh kehilangan dana sebesar USD 1 miliar. Sebuah kecurigaan yang bisa saja benar, karena Korut membutuhkan akses devisa asing sedangkan akses ini terbatas akibat sanksi yang diberikan oleh PBB.

Korea Utara juga memanfaatkan teknologi termasuk teknologi nuklir agar bisa melawan tekanan pemerintah negara lain.

Investasi Asing di Usaha Rintisan Indonesia

Tokopedia, Gojek, Traveloka dan Bukalapak adalah usaha rintisan Indonesia yang memperoleh gelar Unicorn karena valuasinya menembus USD 1 miliar atau sekitar 14 triliun rupiah. Valuasi usaha rintisan bukan dihitung dari penghasilan ataupun aset tetapi dihitung dari investasi yang dibenamkan oleh investor.

Kata kunci adalah investasi jadi bukan pinjaman. Entitas yang melakukan investasi, tentunya berharap untung. Keuntungan ini baru bisa direalisasikan ketika perusahaan dijual ataupun ketika perusahaan melakukan go public atau menjual saham kepada masyarakat umum.

Ketika perusahaan go public, dana dari penjualan saham tentu saja akan masuk kembali ke perusahaan. Biasanya akan digunakan untuk mengembangkan usaha di negara tempat perusahaan berada yaitu Indonesia. Jadi modal ini tidak akan lari dari Indonesia

Baca lebih lengkap “Mengapa Unicorn Butuh Modal Asing?

Menggunakan Teknologi Lama

Contoh paling aktual adalah Ditjen Pajak yang kesulitan untuk melakukan pengawasan dan penindakan. Jumlah karyawan Ditjen Pajak adalah sekitar 45 ribu orang termasuk pejabat tingkat tinggi. Sedangkan target SPT tahun ini adalah sekitar 15 juta.

Bayangkan 45 ribu orang harus mengecek 15 juta SPT. Berarti satu orang harus mengecek 333,3 SPT.

Mau berapa lama selesai?

Karena harus dibandingkan dengan data lain seperti data sertifikat tanah, cicilan mobil, cicilan rumah, saham jika ada, asuransi dan data lainnya termasuk penghasilan yang dilaporkan perusahaan.

Tetapi jika menggunakan analisa otomatis seperti yang sedang dalam tahap pengadaan oleh Ditjen Pajak. Karyawan ditjen Pajak hanya perlu fokus ke SPT yang ada keanehan atau mencurigakan. Sehingga mudah untuk melakukan pengawasan dan penindakan dalam rangka meningkatkan rasio pajak.

Apakah Kita Bisa Melawan Kemajuan Teknologi?

Jawabannya sebenarnya adalah pilihan, apakah kita mau menggunakan teknologi terbaik atau tidak. Jika jawabannya adalah tidak, berarti kita telah melawan kemajuan teknologi.

Tetapi apakah kita akan bisa bersaing melawan entitas lain yang menggunakan teknologi terbaik? Silakan lihat contoh BCA  dan taksi di atas.

**