Sketsa Harian [47] Menulis Cerpen

Alih-alih memberikan informasi yang bagian dari pekerjaan wartawan, saya menjadi pria penghibur beneran, paling tidak berharap teman-teman yang membaca tulisan saya merasa terhibur.

Senin, 16 Desember 2019 | 06:43 WIB
0
454
Sketsa Harian [47] Menulis Cerpen
Ilustrasi buku (Foto: wallpaperscraft.com)

Hasrat menulis itu tak terbendung, setiap saat, seperti hasrat yang satu itu. Nulis sudah jadi habit, ga nulis rasanya jadi kebat-kebit ga karu-karuan. Ga eksis, ga "gue banget" gitu.

Prinsip nulis gampang, tulis aja apa yang mau kamu tulis. 'Kan berkali-kali saya bilang, yang tersulit dari menulis itu bagaimana memulainya. Bener kan?

Jadi mulailah menulis apa saja termasuk status Facebook. Jangan anggap status Facebook itu tidak berarti atau tidak berharga, itu adalah jalan terbaik untuk menulis. Saya menulis apa saja termasuk cerpen yang kemarin saya tayangkan.

Sudah berpuluh-puluh tahun saya tidak menulis cerpen (short story), padahal awal karier kepenulisan saya adalah menulis cerpen, cerbung dan cerita-cerita fiksi lainnya, yang bikin kantong tebal sejak mahasiswa. Tetapi saat menjadi wartawan harian Kompas, saya harus membunuh kebiasaan saya menulis cerpen karena saya diwajibkan menulis hal-hal yang sifatnya faktual, bukan fiksi.

Saya harus menerima kenyataan tidak menulis cerpen.

Prinsip penulis itu sama dengan bersepeda atau main piano. Ketika kamu ga terbiasa bersepeda maupun berpiano, maka permainan itu akan lupa dengan sendirinya.

Demikian juga dalam hal menulis. Ketika kamu ga pernah menulis, kamu akan lupa. Coba kamu ga pernah nengokin kekasihmu, pasti kamu lupa, apalagi kalo ada mainan baru. Pun dalam hal berbahasa, karena menulis itu ada kaitanya dengan penggunaan bahasa.

Ketika kemudian kesempatan datang di mana saya tidak harus menulis berita faktual lagi, saya menulis apa saja sesuka hati, termasuk menulis cerpen. Asyik.

Bagi saya menulis cerpen tidaklah terlalu sulit, sebab prinsipnya menulis itu sebagaimana bicara, bercerita. Itu kuncinya, karena menulis cerpen itu adalah bercerita atau bernarasi.

Saya percaya kamu semua punya cerita. Persoalannya kamu jarang menceritakannya kepada orang lain, padahal menulis cerpen adalah saat kamu bercerita kepada orang lain itu. Kalau ga percaya, coba sekarang kamu rekam ceritamu setelah itu transkrip, maka jadilah cerita tertulis. Semudah itulah kamu menulis cerita pendek.

Bagi saya menulis ga harus keren dan tinggi-tinggi, cerita biasa pun jadi, yang penting bisa dinikmati orang lain. Kalau kamu menulis di Facebook, semisal, berarti kamu peruntukan tulisanmu kepada teman-temanmu atau kepada siapa sajalah jika Facebook-mu terbuka dan bisa diakses siapapun. Saya melakukan hal itu.

Ada 4 tujuan menulis; ngasih informasi (news story), mendidik, menginspirasi, dan menghibur (short story). Saya mengambil salah satu unsur dari empat tujuan menulis itu, yaitu menghibur. Kenapa? Karena mungkin saya berbakat jadi pria penghibur.

Alih-alih memberikan informasi yang sebenarnya bagian dari pekerjaan wartawan, saya akhirnya menjadi pria penghibur beneran, paling tidak berharap teman-teman yang membaca tulisan saya merasa terhibur.

Saya juga bisa saja menginspirasi, tapi itu ketinggian. Kalau menginspirasi itu biasanya dalam bentuk artikel panjang atau dalam bentuk buku yang dalam ilmu kepenulisan disebut self-help book dan dilakukan oleh orang-orang hebat. Saya ga ngasih informasi wong saya bukan wartawan lagi.

Saya akan terus menulis sampai saya benar-benar habis.

Apakah kamu bersedia kutulisi lagi, sayang....

#PepihNugraha

***

Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [46] Cambuk Kemapanan