Selamat Jalan, Titi Nginung  "Opera Bulutangkis 1995"

Terimakasih, Titi Nginung, alias Arswendo Atmowiloto, yang telah memberi banyak inspirasi dalam proses pembentukan diriku.

Rabu, 14 Agustus 2019 | 17:31 WIB
0
492
Selamat Jalan, Titi Nginung  "Opera Bulutangkis 1995"
Arswendo Atmowiloto (Foto: Kompas.com)

Saya tak pernah berjumpa langsung dengan beliau. Tetapi, beberapa tahap dalam perjalanan hidup saya bisa dibilang ditentukan olehnya.

Saya mengenal surat kabar Kompas karena di sana ada cerita bersambung (cerber) yang menarik untuk diikuti. Sejak SD saya selalu numpang baca cerber Kompas di rumah tetangga dan teman saya, Hendra Soekarno. Dari sana saya mengenal dunia cerita tanpa gambar.

Kegemaran saya membaca cerber Kompas sempat berhenti hingga lepas SMP. Tetapi, di SMA saya menemukan kembali kebiasaan itu, ketika pada suatu hari ada cerber di Kompas dengan judul Opera Jakarta. Penulisnya Titi Nginung. Gaya bahasanya terasa lain, lincah, pop, dan cukup banyak diksi-diksi yang bikin renyah membacanya. Pertama kali cerber itu terbit 24 Januari 1983 dan selama tiga bulan ia terus hadir di Kompas.

Setelah itu, hampir tidak ada lagi cerber yg cukup menarik bagi saya, maka aku pun tak mengikutinya lagi sampai menginjak masa kuliah.

Hingga, suatu hari, 3 Mei 1985, Titi Nginung kembali hadir di Kompas dengan cerber barunya, Opera Bulutangkis 1995. Sebuah cerita yang terbilang nyeleneh untuk zaman itu, namun sangat menarik untuk diikuti. Menceritakan kronik yang terjadi seputar atlet bulutangkus yang menanjak tenar, dunia komersial, dan kekuasaan. Nama tokohnya, Bajang Kirek, tetap melekat kuat di ingatanku.

Biasanya, setelah membaca cerber, sepintas-sepintas saya akhirnya juga membaca berita-berita lainnya, tentu hanya yang menarik saja. Tulisan Rudy Badil dan Threes Nio nyaris selalu saya baca. Juga kalau ada tulisan-tulisan petualangan atau tentang tradisi-tradisi masyarakat yang unik, saya baca.

Baca Juga: Arswendo

Mungkin karena itu, saya jadi punya keinginan menjadi penulis. Tidak cukup hanya dengan membaca, saya ingin menulis di Kompas.

Selepas SMA saya pernah nekat melamar kerja sebagai wartawan di media ini. Tentu saja ditolak, karena syarat harus S1. Tak putus asa, selama kuliah saya sempat kursus singkat jurnalistik dan kembali melamar koran yang sama. Tetap ditolak.

Meskipun ditolak kerja, saya mencoba beberapa kali mengirimkan cerpen ke media cetak tersebut. Namun, selalu kembali dengan catatan "maaf" tidak bisa dimuat. Ternyata mengikuti jejak Titi Nginung tak mudah.

Hingga akhirnya, setelah lulus, saya masuk ke Kompas. Di sana saya baru tahu nama asli Titi Nginung.

Terimakasih, Titi Nginung, alias Arswendo Atmowiloto, yang telah memberi banyak inspirasi dalam proses pembentukan diriku.

Semoga damai di keabadian.

***