Jadikan Wiji Thukul Pahlawan Nasional

Maka menjadikan Wiji Thukul sebagai “Pahlawan Nasional” adalah sebuah bentuk pengakuan negara akan kekuatan rakyat sesungguhnya dalam membangun demokrasi dan pembebasan.

Kamis, 11 Agustus 2022 | 18:32 WIB
0
99
Jadikan Wiji Thukul Pahlawan Nasional
Wiji Thukul (Foto: Istimewa)

Di bulan Agustus kita merenungkan arti kemerdekaan, pembebasan nasional yang didalamnya ada pembebasan individu dalam sebuah bangsa. 

Setelah kejatuhan Sukarno yang memperjuangkan pembebasan nasional dan Sukarno yang membawa peradaban perdamaian dunia lalu lahirlah kediktatoran militer Orde Baru yang dicukongi Kapitalis barat bukan saja menjarah kekayaan alam nasional juga menggiring rakyatnya ke dalam bui, baik bui dalam arti sesungguhnya maupun bui dalam alam pikiran. Rakyat dibuat takut secara fisik dan psikologis terhadap kekuatan kekuasaan. 

Dari alam bui Orde Baru lahirlah perlawanan dari akar rakyat dan Wiji Thukul jadi simbol perlawanan itu. Ia lahir dari rahimnya rakyat merasakan secara langsung penjara kapitalis dan disusun masyarakat yang feodal-militeristik. Ia seorang tukang becak tapi punya suara raksasa atas pembebasan bangsanya yang paling hakiki. Pembebasan kemanusiaan. 

Wiji Thukul lah cahaya penerang bagi banyak aktivis membangun gerakan demokrasi tanpa senjata yang pada akhirnya menumbangkan kekuasaan militer Orde Baru yang ditopang senjata. 

Renungan-renungan puisi Wiji Thukul tentang pembebasan, anti pada kekuasaan totaliter mengembalikan jiwa bangsa ini pada arti kemanusiaan dan membawa kita ke alam reformasi penuh pembebasan. Alam reformasi inilah yang membuat masyarakat kuat dan mampu menghajar kekuasaan yang tidak benar. Seperti kasus Ferdy Sambo yang dibongkar oleh kekuatan kebebasan masyarakat dalam mengekspresikan logika sehatnya. 

Dan kekuatan itu yang dulu dilahirkan pada seorang tukang becak dari Kota Solo : Wiji Thukul.

Maka menjadikan Wiji Thukul sebagai “Pahlawan Nasional” adalah sebuah bentuk pengakuan negara akan kekuatan rakyat sesungguhnya dalam membangun demokrasi dan pembebasan.

Anton DH Nugrahanto.

***