Menatap MotoGP 2020: Awal Dekade yang Penuh Daya Tarik

Nasib pembalap senior seperti Rossi, Crutchlow, dan Dovizioso juga dapat menentukan pergerakan pembalap.

Rabu, 8 Januari 2020 | 21:25 WIB
0
686
Menatap MotoGP 2020: Awal Dekade yang Penuh Daya Tarik
MotoGP (Foto: liputan6.com)

Sudah lebih dari seminggu kita menjalani tahun 2020. Pada awal Februari, tim-tim MotoGP akan memperkenalkan kuda-kuda besi yang akan dikendarai oleh pembalap andalan mereka, dan menjalani ujicoba pertama di sirkuit Sepang. Maret besok kita akan saksikan balapan pertama MotoGP 2020 di Sirkuit Losail, Qatar. Kita akan mengawali dekade baru dalam kejuaraan balap motor dunia, yang tentu akan sangat menarik.

Pak Guru Doel Kamdi sebagai Guru Tanpa Sertipikat yang tidak pernah absen nonton MotoGP, mengamati bagaimana MotoGP 2019 berlangsung dan membaca berbagai portal berita internasional yang bisa dipercaya untuk menatap musim depan. Pak Guru Doel Kamdi akan menuliskan beberapa hal yang menurut Pak Guru akan menarik di MotoGP 2020. Apa saja?

Bursa Transfer Pembalap 

SIklus kontrak pembalap MotoGP sejak pertengahan dekade 2010-an, khususnya bagi para pembalap top, adalah dua tahun. Kontrak tim pabrikan biasanya diumumkan pada awal hingga pertengahan tahun genap, dengan kebanyakan pembalap sesegera mungkin membuat keputusan pada awal tahun. Mengingat tahun 2020 adalah tahun genap, maka akan menarik jika kita melihat bagaimana pergerakan pembalap di musim ini.

Kecuali Tito Rabat yang sudah punya kontrak hingga 2021, semua pembalap di grid akan habis kontrak pada 2020. Pergerakan pembalap yang sangat dinamis di tahun 2020 bisa terjadi, apalagi bahkan di tahun 2019 saja terjadi perpindahan-perpindahan pembalap yang sangat tak terduga, dimulai dari drama Zarco dan pensiunnya Jorge Lorenzo. 

Pertama kita lihat Marc Marquez, sang bintang MotoGP dekade 2010-an. Pada tahun 2018 lalu, Carlo Pernat pernah memprediksi bahwa pada 2021, Marc akan pindah ke Ducati untuk ‘membuktikan diri’. Saat itu, Alex Marquez yang merupakan adik Marc, juga dilirik oleh Pramac Ducati.

Namun, kalau melihat situasi pada 2020 ini di mana Marc dan Alex berada dalam satu tim setelah pensiunnya Lorenzo, kemungkinan besar Marc akan terus berada di Honda. Marc sendiri terlihat memiliki hubungan yang sangat dekat dengan para petinggi Honda, sehingga Pak Guru Doel Kamdi tidak melihat adanya kemungkinan Marc untuk meninggalkan Honda dalam waktu dekat. 

Pada bursa transfer 2020 ini, Pak Guru Doel Kamdi melihat Yamaha sangat kebingungan untuk menentukan pembalapnya. Hanya ada dua kursi di tim pabrikan Yamaha, dan saat ini Yamaha punya tiga pembalap yang kemungkinan besar akan menduduki kursi-kursi itu. Paling jelas adalah fenomena Fabio Quartararo, di mana El Diablo ini menjadi pendatang paling berprestasi pada musim 2019.

Meskipun ‘hanya’ mengendarai Yamaha M1 2019 dengan pengurangan 500 rpm, Quartararo berulang kali memuncaki latihan bebas dan sesi kualifikasi, dan berulang kali berduel dengan Marc memperebutkan posisi pertama, dan berulang kali finis di podium untuk berada di posisi kelima klasemen akhir. Tentu saja Yamaha tidak mau kehilangan pembalap Perancis yang hebat ini.

Maverick Vinales yang pada akhir 2018 mengganti nomor motor dari 25 ke 12, juga agaknya berhasil buang sial dengan ritualnya itu. Vinales jauh lebih konsisten pada musim 2019, menang dua kali dan berhasil menempati tempat ketiga klasemen. Vinales menjadi satu-satunya pembalap yang bisa menang dengan Yamaha M1, dengan kemenangannya di GP Belanda dan di GP Malaysia.

Rekan setim Vinales di tim pabrikan Yamaha, sang legenda Valentino Rossi, juga masih perlu diperhitungkan. Meski hanya dua kali podium pada musim 2019 dan puasa kemenangan sejak Assen 2017, Rossi masih bisa menunjukkan tajinya, terutama pada GP Malaysia di mana Il Dottore bertarung dengan untuk posisi tiga dengan Andrea Dovizioso, meskipun dia akhirnya harus menyerah.

Rossi memiliki pengalaman dan pengetahuan luas akan arah pengembangan motor. Rossi sudah merasakan berbagai era di MotoGP, dan pengalaman ini tentu sangat berguna. Untuk pembalap seusianya, hasil klasemen ketujuh yang didapat Rossi juga tergolong kompetitif. Rossi juga aset besar secara komersial, nomor 46 berwarna kuning stabilo dan tulisan ‘The Doctor’ dengan berbagai warna sudah melegenda sebagai ciri khas MotoGP modern. Faktor-faktor inilah yang mendorong pihak Yamaha memastikan satu kursi tersedia untuknya apabila dia masih ingin balapan.

Giacomo Agostini, legenda MotoGP, menyarankan agar Yamaha mengambil Vinales dan Quartararo. Dari sisi performa memang lebih menguntungkan mengambil mereka di tim pabrikan, dan Rossi juga semakin uzur, sehingga Ago menyarankan agar Yamaha tidak lagi melihat ke masa lalu dan memutuskan untuk masa depan. Namun, Lin Jarvis, bos Yamaha, yang menjadi pemegang bola api masih bingung dalam mengambil keputusan antara tiga pembalap ‘yang dijanjikan’ ini. 

Ducati adalah tim yang juga dapat berperan sangat besar dalam bursa transfer. Danilo Petrucci, setelah menang sekali di Mugello, malah melempem di seri-seri berikutnya. Andrea Dovizioso tergolong pembalap senior (akan dibahas di bagian lain), dan meskipun beberapa kali menang duel dengan Marc, tetap tidak cukup untuk membawa Ducati juara. Ada juga Jack Miller yang musim ini tampil sangat menawan, beberapa kali bertarung di barisan depan.

Jangan lupa dengan satu nama: Johann Zarco. Setelah keluar dari KTM pada pertengahan musim, Zarco kemudian mengembara ke LCR Honda, berharap dapat kursi Repsol Honda yang akhirnya diisi Alex.

Akhirnya setelah drama panjang yang melibatkan promotor GP Perancis, Zarco dikontrak Ducati dan ‘diperbantukan’ ke Avintia Ducati, dalam prosesnya menendang Karel Abraham yang sebenarnya punya kontrak valid. Jelas, Zarco akan meramaikan persaingan untuk merebut kursi pabrikan Ducati, di mana nasib Petruk yang masih berkabut dan Dovi juga semakin uzur.

Ducati juga terhitung agresif mengincar pembalap dari tim lain. Lihat bagaimana Ducati dulu berhasil mendapatkan Lorenzo dari Yamaha pada tahun 2017. Seperti yang diduga, Ducati memang mengincar Marc, namun rasanya itu tidak mungkin. Makanya Ducati dikabarkan sekarang mulai mendekati Vinales dan Quartararo, dua bintang Yamaha. Untuk Vinales sendiri, Gigi Dall’igna sebagai bos Ducati juga sudah menunjukkan ketertarikannya, dan Vinales sendiri menyatakan bahwa masa depannya pada 2021 ‘masih terbuka’. 

Akan banyak pergerakan-pergerakan dalam silly season MotoGP nanti, yang tentu bisa terjadi berbagai manuver tak terduga.

Pak Guru Doel Kamdi merasa, kuncinya ada di Yamaha dan Rossi untuk mengambil keputusan. Kalau Yamaha dan Rossi tidak cepat mengambil keputusan, bisa-bisa ini menghasilkan pergerakan pembalap yang semakin ‘liar’ dan di luar dugaan.

Nasib Para Pembalap Senior 

Soal pembalap senior, tentu kita akan langsung teringat pada Rossi, sang legenda hidup MotoGP era modern. The Doctor akan jadi pembalap tertua di grid MotoGP 2020 saat membalap di Qatar, yang mana usianya sudah mencapai 41 tahun pada saat itu. Status Rossi sebagai ikon MotoGP membuatnya dipastikan akan mendapat motor pabrikan di tim Monster Energy Yamaha apabila sang juara dunia sembilan kali memutuskan untuk terus membalap.

Namun, dengan apa yang sudah diuraikan di bagian BURSA PEMBALAP, agaknya keberadaan Rossi membuat kebingungan sendiri di Yamaha. Rossi sendiri menyatakan bersedia ‘turun pangkat’ ke tim Petronas SRT Yamaha apabila Yamaha ingin mempertahankan Vinales dan merekrut Quartararo ke tim pabrikan, namun, apakah Rossi juga masih ingin lanjut balapan di 2021?

Performa Rossi di 2019, meskipun tergolong bagus jika kita memperhitungkan faktor usia dan kondisi fisiknya, tetap saja bukan level yang diharapkan oleh pembalap yang berhasil jadi jawara lintas generasi. Bisa jadi ini mendorong Rossi untuk pensiun di akhir musim, dan bermain-main dengan hal yang disukainya: balapan mobil atau melatih generasi muda melalui VR46 Academy. 

Kemungkinan Rossi melanjutkan kembali di MotoGP setelah 2020 ini juga masih ada. Tanda yang jelas adalah digantinya Silvano Galbusera dengan David Munoz sebagai kepala kru tim Yamaha. Ini menunjukkan bahwa Rossi masih bersemangat untuk terus berbenah dan bersaing dengan para pembalap lainnya. Namun, tentu sebentar lagi Rossi sudah harus gantung helm dan baju balap. Rossi sendiri menyatakan bahwa balapan-balapan awal di 2020 akan menjadi kunci untuk menentukan masa depannya di MotoGP. 

Selain Rossi, pembalap lain yang sudah tergolong ‘sepuh’ adalah Cal Crutchlow. Crutchlow, berusia 34 tahun pada saat memulai musim MotoGP 2020, sudah berulang kali mengatakan bahwa bisa jadi 2020 merupakan musim terakhirnya di MotoGP. Namanya sudah punya keluarga, dia tentu ingin jadi suami yang baik untuk istrinya, Lucy, dan bapak teladan untuk anaknya, Willow. Crutchlow juga beberapa kali terkena cedera, dan karirnya pun seperti ‘tersangkut’ di LCR Honda. Wajar mengapa Crutchlow kemudian mempertimbangkan bahwa 2020 bisa jadi musim terakhirnya di MotoGP.

Andrea Dovizioso juga tergolong pembalap sepuh, berusia 33 tahun. Dovi memang satu-satunya pembalap yang bisa menantang Marc secara serius untuk gelar juara dunia sejak 2017, namun Dovi juga semakin tua. Kalau ‘kalah lagi-kalah lagi’ akan sulit bagi Dovi untuk terus termotivasi balapan. Dikabarkan pula bahwa hubungan Dovi dan Ducati agak merenggang terkait kegagalan Dovi untuk jadi juara dunia dalam beberapa tahun berakhir. Bisa jadi karena Dovi ‘capek’, akhirnya dia mengambil langkah untuk pensiun.

Kelanjutan nasib pembalap senior ini dalam beberapa hal bisa menjadi penentu khusus dalam pergerakan pembalap di silly season MotoGP 2020 nanti. Terutama Rossi, karena sang legenda ini memegang kunci utama.

Kalau Rossi memilih pensiun, tentu pilihan Yamaha untuk mengisi tim pabrikan akan lebih lengang, dengan catatan keputusan Rossi tidak lebih terlambat daripada pergerakan agresif Ducati untuk mengincar Vinales dan Quartararo. Kalau Rossi memutuskan pensiun setelah Ducati resmi mendapatkan Vinales atau Quartararo, ini akan jadi kerugian besar untuk jangka panjang Yamaha.

Pergerakan Ducati juga akan ditentukan oleh keputusan Dovi. Petruk, menurut Pak Guru, hampir pasti akan dibuang Ducati kecuali dia bisa sangat konsisten di musim 2020. Pensiunnya Dovi akan membuat Ducati bisa memasukkan line-up yang benar-benar baru. Calon kuatnya adalah kombinasi dua pembalap di antara Miller, Vinales, Quartararo, atau Zarco.

Pensiunnya Crutchlow sepertinya tidak akan berpengaruh banyak. LCR tinggal memindahkan motor factory-specification yang selama ini digeber Crutchlow ke Takaaki Nakagami, yang memang pembalap junior Honda. Honda tinggal mengambil pembalap bagus di Moto2 untuk mengisi kursi kedua LCR, kursi dengan motor spesifikasi lebih lama, dan kemungkinan junior Honda yang ada di Moto2 bisa mendapatkan kursi itu.

Kejayaan Marc Marquez

Saat Marc masuk MotoGP pada tahun 2013, tidak banyak yang mengira bahwa Marc akan segera memecahkan berbagai rekor di MotoGP. Hanya berselang enam tahun sejak debutnya di MotoGP, Marc sudah memiliki delapan gelar juara dunia, hanya satu lagi bisa menyamai gelar Il Dottore dan karena usianya baru 27 tahun, bisa-bisa Marc akan mengejar gelar Ago yang ada 15 itu.

Musim 2019 merupakan musim ‘tergila’ yang dijalani Marc. Hanya satu kali Marc tidak finis di podium, yaitu pada saat dia tiba-tiba jatuh di GP Amerika Serikat. Sisanya, kalau tidak menang ya di posisi dua. Marc mengumpulkan 420 poin sepanjang musim, yang memecahkan rekor poin terbanyak dalam satu musim.

Sebelumnya, rekor ini dipegang Lorenzo yang menjuarai MotoGP 2010 dengan total 383 poin. Konsistensi Marc dalam bertarung di baris depan benar-benar sudah luar biasa, Pak Guru Doel Kamdi saja menganggap Marc sudah ‘sundul langit maqamnya’.

Pertanyaan terbesar adalah: apakah Marc Marquez bisa terus menggila seperti ini? Kalau kita lihat sejarah, Rossi pernah ada di posisi seperti ini pada tahun 2005 silam. Kemudian Mbah Dokter harus puasa selama dua tahun sebelum kembali jadi juara dunia.

Pak Guru sering mengatakan kepada murid-murid terbaik di kelas: mempertahankan lebih sulit daripada meraih. Marc membutuhkan upaya sangat keras untuk bisa mempertahankan level konsistensi seperti ini.

Menurut Pak Guru, rasa-rasanya sangat mungkin Marc akan menyamai gelar Rossi pada tahun 2020 ini. Marc sedang berada di puncak kondisinya, karena usianya yang tidak terlalu tua namun sudah menunjukkan bahwa dia berpengalaman. Honda juga akan melakukan apapun untuk membantu Marc menjadi juara dunia. Gaya balap Marc yang berisiko juga berhasil dikendalikannya, sehingga dia bisa menjadi juara dunia dengan konsistensi yang begitu kuat pada 2019.

Bahkan, apabila diminta memprediksi bahwa beberapa tahun ke depan Marc akan terus juara, Pak Guru sangat berani memprediksi demikian. Marc baru berusia 27 tahun pada musim ini, dan kalau usia rata-rata pensiun pembalap MotoGP adalah 35 tahun, masih ada sembilan gelar (termasuk 2020) yang bisa dia kejar.

Kalau kita andaikan Marc menambah lima gelar lagi dalam karirnya, artinya dia punya 13 gelar, sama dengan Angel Nieto. Apa yang terjadi jika Marc balapan selama Rossi? Apa yang terjadi jika supremasi Marc berlanjut tahun-tahun ke depan? Who knows.

Tentu, kita tidak bisa mengabaikan pembalap lain. Quartararo telah menunjukkan bahwa dia bisa menyaingi Marq beberapa kali di musim 2019, dan bisa jadi Quartararo akan semakin kuat di 2020. Vinales juga bisa bertambah kuat, dan semangat Rossi untuk berbenah bisa jadi membuatnya semakin kuat. Para pembalap Ducati pun tidak bisa dianggap remeh. Mari kita lihat, akankah Marc berhasil menyamai The Doctor, atau akan ada kejutan lain di musim 2020 ini?

Duo Marquez di Garasi Honda 

Secara mendadak, Lorenzo memutuskan untuk tidak melanjutkan kontrak dua tahunnya dengan Repsol Honda dan memilih pensiun. Sangat bisa dipahami, mengingat sejak 2018 yang merupakan tahun terakhirnya di Ducati, Lorenzo selalu dirundung cedera.

Puncaknya adalah pada sesi latihan bebas di Assen, ketika Lorenzo mengalami fraktur vertebra. Cedera vertebra adalah hal yang sangat buruk bagi pembalap motor, dan bisa menyebabkan kelumpuhan sebagaimana yang dialami Wayne Rainey pada 1993 dulu. Wajar jika Lorenzo kemudian memutuskan untuk pensiun, di samping hasil buruk yang terus didapatnya dalam musim ini.

Alex Marquez mengalami musim terbaiknya tahun ini dengan menjadi juara dunia Moto2 2019. Sebelumnya, Alex sudah punya kontrak dengan tim Marc VDS untuk melanjutkan di Moto2 pada musim 2020. Sejumlah pembalap, seperti Crutchlow dan Zarco, jelas mengincar kursi kosong yang ditinggalkan Lorenzo. Pak Guru sendiri terkejut ketika akhirnya Alex yang ditunjuk untuk menemani sang kakak, Marc, di garasi Repsol Honda. 

Bos Honda, Alberto Puig, menyebut bahwa kesuksesan Alex menjadi juara Moto2 2019 yang membuatnya diperhitungkan menjadi rekan setim kakaknya di Repsol Honda, dan tidak ada intervensi dari Marc. Marc sendiri menyangkal bahwa dia menentukan Alex untuk menjadi rekan setimnya, meskipun sebelum itu Marc merasa senang apabila adiknya itu yang duduk di garasi sebelahnya. 

Pemilihan Alex menjadi rekan setim Marc tentu akan membuat musim 2020 semakin menarik. Menurut Wayne Rainey, Marc akan lebih terdampak dengan bersatunya dua Marquez dalam satu tim. Rainey menyebut bahwa bisa jadi Marc akan terfokus untuk bagaimana membuat adiknya bisa segera menyesuaikan diri dengan MotoGP, agar bisa segera cepat dan bisa bersaing dengan pembalap-pembalap lainnya. 

Pak Guru sendiri berpendapat bahwa secara logis, rekan setim adalah lawan terberat dalam balapan. Dengan motor dan sokongan yang sama, yang membedakan hasil antar rekan setim hanyalah kemampuan diri.

Apa yang terjadi jika rekan setim adalah keluarga kandung sendiri, yang mana sebagai manusia normal, tentu kecenderungan kita adalah untuk bahu-membahu, satu rasa dengan keluarga kita?

Pak Guru merasa bahwa Alex juga akan memikul beban yang berat. Berada satu tim dengan kakak sendiri yang sudah menjadi bintang, tentu semua mata akan tertuju padanya, dengan pertanyaan utama yang sama: bagaimana Alex dibandingkan dengan Marc? Ini tugas yang sangat berat, karena jika kita melihat hasil tes pramusim yang sudah diselenggarakan di Valencia dan Jerez, Alex masih harus belajar banyak untuk memaksimalkan potensi motor MotoGP yang jauh berbeda dari Moto2. 

Simpulan 

Pak Guru merasa MotoGP 2020 akan sangat menarik dari berbagai sisi. Pergerakan pembalap pada 2020 akan sangat ditentukan oleh Yamaha dan Rossi. Nasib pembalap senior seperti Rossi, Crutchlow, dan Dovizioso juga dapat menentukan pergerakan pembalap. Perjuangan Marc dalam mengejar kejayaannya juga akan menjadi daya tarik MotoGP 2020, sementara Marc juga harus menghadapi situasi unik di mana dia akan berada satu garasi dengan adiknya, Alex.

Dalam tulisan ini, bisa jadi hal-hal yang tertulis tidak akurat karena pengaruh pandangan pribadi Pak Guru yang merupakan penggemar Rossi, meskipun Pak Guru telah berusaha sekeras mungkin untuk membuang bias tersebut. Tulisan ini juga bisa jadi kurang akurat karena Pak Guru hanyalah penonton MotoGP melalui siaran TV yang gemar mencari informasi tambahan melalui media daring.

Akhirul kalam, Pak Guru bukan seorang pengamat MotoGP yang bisa diperhitungkan, karena Pak Guru hanya penonton balapan dan pembaca berita. Koreksi dan pendapat dari yang lebih pakar diharapkan bisa menambah pandangan terkait hal ini.


Referensi:

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10

***