“Emak-emas Bugis” dengan Perhiasan 3 Kilogram, Fakta atau Hoax?

kalau wanita memakai emas itu relatif aman, karena zat logam akan terbuang bersama darah kotor bulanan haid, sedangkan laki-laki ditakdirkan tak memiliki siklus haid.

Minggu, 20 Oktober 2019 | 06:39 WIB
0
1930
“Emak-emas Bugis” dengan Perhiasan 3 Kilogram, Fakta atau Hoax?
Perempuan bugus mengenakan perhiasan emas (Foto: Youtube.com)

Emas di pergelangan atau leher emak-emak Bugis, tak mempercantik belaka. Emas adalah gengsi pribadi, keluarga, sekaligus pernyataan sosial “saya begini karena bekerja”.

Emas adalah simbol tua kesejahteraan sosial ekonomi global.

Lantas mengapa wanita Bugis senang mengoleksi atau tepatnya berinvestasi dengan perhiasan emas? Banyak yang pamer namun tak sedikit pulak yang koleksi diam-diam.

Adat atau Gaya hidup-kah?

VIRAL lagi! Klip video seorang wanita Bugis berlogat Malaysia-Borneo, Minggu (13/10/2019), di sosial media.

Di tanah Bugis, wanita yang selalu tampil dengan perhiasan emas berlebih dijuluki Indo’ Ulaweng (ibunya emas), atau bahasa kerennya; “Emak Emas”.

Si Emak Emas berpakaian “hajjah’ khas Tanah Bugis itu, mengaku mengenakan perhiasan emas seberat 3 kg. Wow!

Di Video diunggah akun anonim twitter @Azabkuburpedih, Sabtu (12/10/2019) dini hari itu, terlihat perempuan berusia sekitar 60-an tahun itu, merinci 13 item dan berat perhiasan emasnya.

Tujuh item gelang di dua pergelangan tangannya. Masing-masing; 70 gram, 50 gram, dan 145 gram.

Di tangan kanan, empat item; 110 gram, 120 gram, dan dua gelang yang masing-masing dia sebut 65 gram.

Di leher, ada dua rantai kalung tembaga kuning masing-masing 100 gram, dan satu kaling liontin yang juga diklaim “300 grem”.

Ini belum termasuk 5 jenis cincin di 7 jemari dua tangannya.

Sayangnya di akun media sosial itu tak dirinci siapa identitas si emak-emas Bugis “300 grem emas” itu.

Video 60 detik itu memang fakta. Ada pelaku (who), diskripsi (how), namun seperti kebanyakan video atau konten viral di sosial media, video itu tak memiliki dua elemen fakta absolut (When dan Where).

Kapan dan dimana video itu direkam tak dicantumkan.

Padahal dua elemen fakta Ruang dan Waktu itulah yang amat penting untuk mengubah satu fakta informasi menjadi berita.

Where dan When adalah dwitunggal instrumen fakta yang mutlak ada dalam konstruksi berita. tujuanny supaya publik bisa memverifikasi langsung.

Inilah yang mengkonfirmasikan kenapa dalam postingan di semua media sosial selalu ada TIME STAMP dan TAG LOCATION.
Tanpa dua elemen WHEN dan WHERE itu, sebuah fakta oleh jurnalis, akan masuk kategori “FIKSI” atau dengan istilah masa kini; HOAX.

Bagi kami pekerja jurnalisme, fakta atau peristiwa yang hanya ada apa (what), jalan cerita (how), dan sedikit informasi tentang siapa (WHO), kami kategorikan “fakta sumir”. Fakta (WHAT)nya ADA , tapi tak LENGKAP untuk jadi berita.

Ini belum lagi memasukkan unsur WHY, motif dan konteks munculnya perhiasan 3 kg si emak-emas Bugis.

Siapa si perekam? Kenapa si perekam memideokan klip berdurasi 1 menit itu?

Apa motifnya? Apakah di sengaja, atau hanya kebetulan bertemu dengan si emak emas Bugis.

Berita sumir “emak emas Bugis” sedikit lengkap juga viral dua tahun lalu. 2017.

Juga di bulan Oktober, video wanita Bugis, –yang belakangan diidentifikasi bernama Hajjah Ondeng–, viral dengan julukan “toko emas berjalan.”

Hajjah Ondeng yang “pamer” aneka perhiasan emas di selasar terminal Keberangkatan Bandara Sultan Hasanuddin Makassar itu, berkelakar; dirinya adalah “PSK” di negeri Jiran.

Konon perhiasan emas Hajjah Ondeng diakui seberat emas 1,19 kg.

kata “konon” dan “diakui” kami pakai karena fakta perihal berat perhiasan itu belum ditakar dengan timbangan bertera resmi atau ISO. Itu baru pengakuan.

Bahwa belakangan ada berita soal siapa Hajjah Ondeng, putrinya yang masih duduk di bangku SMA itupun baru cerita.

Kabar dengan kualitas fakta absolut soal kegemaran orang Bugis “menilai” status sosial dengan tembaga tua itu muncul November 2017.

Di sebuah resepsi pernikahan kampung di Desa Cumpiga, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Senin, 20 November 2017, juga bikin heboh.

Si mempelai pria menikahi wanita bernama Ernawati , warga Desa Tarasu, Kecamatan Kajuara, Bone, sekitar 41 km dari Awangpone, dengan “mahar kawin” sekitar 100-an cuncin emas dan seperangkat alat sholat.

Lalu, di bulan Juli 2018 lalu, sekitar 6 wanita paruh baya juga dengan pakaian “hajjah poci-poci” Bugis, juga viral se-Nusantara. Dengan balutan perhiasan emas di sebuah resepsi pernikahan keluarga di Sulawesi Selatan, emak emas Bugis itu, show up.

Sebelumnya, akhir Desember 2018, juga viral di media internasional, seorang pengusaha asal Vietnam, Tran Ngoc Phuc (37 tahun), senantiasa mengenakan emas seberat 13 Kg di tubuhnya.

Phuc harus dijaga sedikitnya lima bodyguard untuk menghindarinya dari pencuri.

Itu karena Total jenderal nilai emas-emas tersebut mencapai Rp 8 miliar.

Obsesi Phuc atas emas sebab dia yakin, ada pakar Feng Shui yang mengatakan bahwa emas akan membawa keberuntungan dan menambah kekayaan.

Kenapa Wanita Bugis?

Mengapa “emak emas” Bugis senang mengoleksi perhiasan metal kuning berkilau itu?

Bukan hanya di Bugis atau Makassar, emas adalah simbol kesejahteraan sosial dan ekonomi global.

Bukan Dolar Amerika, mata uang internasional yang sesungguhnya adalah GOLD coin.

Seperti harga tanah tambangnya, nilai emas stabil, dan cenderung naik dan bernilai investasi abadi.

Beda dengan emas yang stabil dan beredar tanpa batas, dan mudah ditransaksikan.

Berlian (diamond) atau giok memang bernilai tinggi, sayang labil dengan area edar elitis.

Sejatinya masih ada dua jenis logam mulia lain, Platinum dan Palladium. Namun, seperti berlian perdagangannya terbatas dan tak seliquid emas.

Untuk menakar nilai ekonomi dan prestisiusnya logam mulia bernama emas, Confusius, –begawan legendaris Tiongkok–, mengumpamakannnya dengan keabadiab persahabatan manusia.

“Teman baru itu ibarat berlian. dan teman lama itu ibarat emas.”

Teman baru selalu diperkenalkan, diceritakan dan dipamer. Sedangkan teman lama sering dilupakan. Namun meski indah,

kuat, dan kinclong, berlian tak berarti tanpa diikat emas.

Bangsa – bangsa berperadaban tua, menjadikan emas simbol kejayaan, kesejahteraan, dan kemakmuran.

Emas tetap jadi kasta tertinggi harta benda di bangsa dan ras mayoritas dunia; seperti Meditarian dan Kaukasusian Mesir, Ibrani Yahudi, Semith Arab, Negro Afrika, Hellian Yunani, Anglo-Saxon Eropa, Mongolid China, hingga Hispanik-Latin Amerika.

Guru Besar Ilmu Budaya dari IKIP (kini) Universistas Negeri Makassar Prof Dr Darmawan Mas’ud MA (1937-2009), menyebut emas mendapat tempat dalam peradaban Bugis-Makassar, Mandar dan Toraja, karena, jadi ultimate culture symbol di momen perkawinan.

“Emas dan tanah jadi mahar dan sompa, saat seorang manusia dewasa akan membangun klan dan keluarga mandiri.”

Emas itu adalah logam paling tinggi, tua dan nilai ekonomisnya diakui semua bangsa di dunia setelah manusia melewati zaman batu, zaman tembaga dan perunggu.

Mendiang antroplog kelahiran Mandar ini menyebut, hampir di semua sentra ekonomi provinsi, kita hingga level kecamatan di Sulawesi dan timur Indonesia, selalu ada toko perhiasan emas.

“Jika dalam satu komunitas wilayah sudah ada toko emas di dekat pasae, berarti di situ ada petani, nelayan, saudagar, pedagang yang makmur,” ujar Darmawan Masud dalam sebuah kuliah antropologi di PPs IKIP Ujungpandang, awal dekade 2000-an.

Lantas kenapa hanya perempuan perempuan Bugis yang “memamerkan” perhiasan emasnya?

Sosiolog Hukum Islam dari UIN Alauddin Makassar, Dr Zulhasari Mustafa MAg, menyebut itu sebagai bagian dari ajaran Islam.

“Ini bukan konteks riya, melainkn sosial budaya. Fiqhi wanita diperbolehkan memakai cincin emas, dan pria memakai cincin perak.”

Lagian kata Zulhasari, wanita diperbolehkan memakai perhiasan logam emas untuk fadilah kesehatan di usia produktif atau sebelum masa manupouse.

Itu karena wanita datang bulan dan darahnya keluar tiap bulan. Ada anjuran syarii, saat sudah manupouse, perhiasan emas wanita dilepas sebelum tidur.

Emas dalam penelitian ilmiah adalah logam yang bisa larut dengan darah, Tapi perak tidak,

Artinya kalau wanita memakai emas itu relatif aman, karena zat logam akan terbuang bersama darah kotor bulanan haid, sedangkan laki-laki ditakdirkan tak memiliki siklus haid.

“Syarii itu tak semata sesuai Quran dan hadist, tapi juga basihat sahabat, ijtihan ulama (penelitian ilmiah) dan maqasidu’ syarii atau ketentuan yang merujuk Quran dan Sunnah dan bermanfaat secara turun temurun,” ujarnya.

Wallahu a’lam

***

Keterangan: Tulisan ini sudah tayang sebelumnya di Blog Pribadi saya.