Bambang Irianto, Berbakti kepada Negara dari Lorong Kampung

Bambang Irianto telah menunaikan apa yang menjadi kewajibannya, selanjutnya tinggal menunggu terbukanya pintu-pintu keberkahan di langit dan bumi.

Minggu, 25 Agustus 2019 | 13:20 WIB
0
588
Bambang Irianto, Berbakti kepada Negara dari Lorong Kampung
Saya dan Pak Bambang Irianto (Foto: Dok. pribadi)

Banyak jalan menuju Roma, banyak pula jalan untuk menunjukkan bakti kepada negeri, salah satunya dengan menjadi pembakti kampung seperti yang dilakukan Ir. Bambang Irianto (63 tahun). 

Ia membaktikan sebagian besar hidupnya untuk membangun kampung tertinggal menjadi kampung yang bersih dan sehat serta nyaman untuk ditinggali warga.

Kampung yang selama ini kerap dicitrakan sebagai wilayah kumuh, banjir, dan diwarnai sejumlah permasalahan sosial oleh Bambang disulap menjadi maju dan berwawasan lingkungan.

Bambang membangun setiap lorong kampung dengan prinsip sederhana yaitu "Mulai dari sekarang dan mulailah dari yang bisa dikerjakan terlebih dahulu, sekarang juga" Baginya tidak ada perkataan "sesuatu dikerjakan besok-besok saja".

"Apabila ingin memperbaiki kampung kita mesti menunggu segala sesuatunya siap terlebih dahulu, misalnya menunggu kesiapan dana dan dukungan logistik lainnya, maka perbaikan kampung tidak akan pernah jalan," ujar Bambang menjelaskan prinsipnya saat berbincang-bincang dengan saya di Kampung Markisa, Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang.

Bambang tidak sekedar bicara. Ia membuktikan perkataannya dengan terjun langsung ke masyarakat dimulai dari kawasan tempat tinggalnya di Malang. Ia menginisiasi Kampung Glintung Go Green (G3) di RW 23 Purwantoro, Blimbing, Kota Malang. Dengan semangat membangun negeri dan memberikan kontribusi maksimal, kini Kampung G3 pun tidak hanya sebatas mimpi.

"Saya membangun kampung G3 bersama dengan para warga, kami bergotong royong untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat. Ini juga merupakan wujud nasionalisme saya, untuk mewujudkan hasil yang maksimal, kita harus banyak bekerja, bukan hanya berkata-kata tanpa bukti yang nyata," ungkap pria yang pernah menjabat sebagai Ketua RW 23 itu.

"Awalnya tidak begitu mudah karena harus mengubah mindset masyarakat yang sudah terbiasa dengan kondisi lingkungan yang kumuh. Untuk itu saya mencoba memunculkan kearifan lokal, tetap mempertahankan nilai-nilai luhur budaya kampung dan memperbaiki kondisi lingkungan dalam arti luas, sekaligus tetap menyerap nilai-nilai modern untuk memperkaya aspek sosial-ekonomi masyarakat," papar Bambang.

Bambang bersama warga masyarakat kemudian memulai gerakan 3G dengan kegiatan sederhana, yaitu penghijauan lingkungan yang diluncurkan pada bulan Pebruari 2012. Gerakan ini sekaligus mendukung program Pemerintah Kota Malang dalam melakukan gerakan penghijauan "Malang Ijo Royo-royo".

Dalam pelaksanaannya disepakati, setiap rumah wajib memiliki tanaman hijau sebagai syarat untuk memperoleh layanan administrasi kependudukan. Bagi mereka yang tidak mampu membeli tanaman, maka pihak RW menyediakan tanaman dan yang bersangkutan berkewajiban merawatnya.

Waktu terus bergulir dan wacana pengembangan kegiatan seputar 3G itu pun menjadi bahan diskusi masyarakat sehari-hari maupun dalam rapat-rapat tingkat RW. Hasilnya, saat ini tanaman yang dikembangkan bukan hanya asal hijau, dan indah, tetapi merambah ke tanaman yang dapat dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari.

Berkat keberhasilannya memberdayakan lingkungan kampung, Bambang diganjar penghargaan Kalpataru 2016 sebagai Pembina Lingkungan dari Presiden Joko Widodo dan Ikon Prestasi Pancasila 2017 dari Unit Kerja Presiden untuk Pembinaan Ideologi Pancasila (sekarang menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila).

Tidak ingin berpuas diri dengan keberhasilan Kampung G3. Bambang pun kemudian menularkan ilmu, pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya untuk membantu mengembangkan kampung-kampung lain di Indonesia. Untuk itu Bambang tidak segan-segan merogoh koceknya sendiri untuk menginisiasi pembangunan kampung.

"Saya sering menggunakan duit saya sendiri untuk datang ke suatu kampung dan memulai pembangunan. Syaratnya ada kesungguhan dari warga yang kampungnya akan dibenahi, " ujar Bambang.

"Bapak dan Ibu serta saudara-saudara silahkan menghubungi saya jika memerlukan bantuan untuk menata kampung. Ini nomornya (seraya menyebut angka-angka). Saya tidak perlu dibayar, cukup sediakan kopi dan kawan-kawannya. Saya siap berbagi ilmu, pengetahuan dan pengalaman serta membantu implementasinya di lapangan," ujar Bambang saat memberikan paparan di hadapan warga Kampung Markisa, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang peserta kegiatan Pendidikan Karakter Pancasila yang diadakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (23/08/2019).

Ajakan Bambang bukan sekedar basa-basi. Selama dua tahun terakhir, Bambang bertindak sebagai sukarelawan, ia membimbing warga di kampung-kampung di Kota Tangerang untuk menyulap kampung-kampung kumuh menjadi kampung sehat dan nyaman dihuni warganya. Kehadirannya juga sekaligus untuk membantu program Pemerintah Kota Tangerang untuk membangun kampung wisata tematik.

Kampung Anggur di Kecamatan Cibodas , Kamoung Pinkli, Talas dan Markisa di Kelurahan Pasar Baru Kecamatan Karawaci adalah beberapa kampung di Kota Tangersng yang berhasil dipercantik di bawah tangan dingin Bambang.

Lorong-lorong kampung dibersihkan dan dicat warna warni dan sisi setiap lorong ditanam aneka ragam tumbuhan di dalam pot dari ban bekas dan botol plastik. Hasilnya, di lorong-lorong perkampungan tersebut tidak tampak lagi sampah berserakan.

"Sampah dari warga, khususnya sampah plastik, kami kumpulkan dan kemudian secara berkala disetor ke bank sampah yang dikelola warga. Hasil penjualan sampah plastik bisa untuk menambah kas warga dan digunakan untuk membiayai kegiatan bersama," ujar seorang Ketua RT yang ikut mendampingi saya dalam kunjungan ke Kampung Talas dan Pinkli.

"Dulu di Kampung Talas ini kumuh dan kotor. Lahan kosong yang terdapat di pojokan kampung dijadikan tempat pembuangan barang rongsokan dan banyak nyamuk, " ujar Kompol Bari yang juga Ketua RW 04 di Kelurahan Pasar Baru.

"Dengan bimbingan Pak Bambang, sejak awal tahun ini, warga secara gotong royong membenahi kampung tanpa disuruh. Barang rongsokan yang masih dapat dimanfaatkan, seperti botol plastik atau ban bekas dijadikan pot tanaman. Sedangkan barang rongsokan yang masih berharga kemudian dijual dan hasilnya untuk menambah kas warga" ujar Bari lebih lanjut

"Karena kebetulan pula di kampung ini terdapat asrama polisi dan saya menjadi polisi lalu lintas, maka kami memilih tema ketertiban dan ketaatan berlalu lintas untuk kampung di RW 04. Makanya kampung ini kemudian diberi nama Kampung Talas (singkatan dari tertib berlalulintas).

Untuk menunjukkan keseungguhan dalam mengedukasi warga agar tertib berlalu lintas, kami pun memasang rambu-rambu lalu lintas di setiap lorong. Bahkan kami memasang dua lampu lalu lintas yang biasa dijumpai di perempatan jalan, " ujar Kompol Bari.

Seperti halnya Kampung Talas, Kampung Markisa (singkatan dari mari kita sadar) pun dulunya kampung kumuh dan lamgganan banjir. Tapi sejak adanya pembenahan lorong kampung, Kampung Markisa justru terlihat asri dan tidak lagi kebanjiran. 

Lahan kosong yang semula menjadi tempat pembuangan sampah disulap menjadi tempat berkumpul dan perkebunan bersama milik warga. Di lahan ini ditanami berbagai tumbuhan obat-obatan, cabai dan aneka buah lainnya. Hasil panen bisa dijual dan uangnya dimasukkan sebagai kas warga.

Dari keberhasilan kampung-kampung tematik di Kota Tangerang dalam menumbuhkan semangat gotong royong warga, terlihat bahwa tanpa banyak bicara, Bambang dan warga masyarakat telah mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila yaitu nilai persatuan, gotong royong dan kepedulian terhadap sesama di lingkungannya. 

Bukan hanya itu, melalui gotong royong, warga di kampung-kampung tematik bisa menggeliatkan usaha kecil menengah (UKM) yang harapannya adalah munculnya rasa keadilan sosial.

Apresiasi juga layak diberikan kepada Pemerintah Kota Tangerang yang membuat program Kampung Kita untuk mendorong warga membangun kampung tematik. 

Program ini langsung menukik ke lingkungan dan membantu masyarakat untuk menghidupkan lingkungannya serta menciptakan persatuan dan kesatuan.

Kampung-kampung tematik yang awalnya terbilang kumuh dan menjijikan, ketika sudah menjadi kampung tematik menjadi tujuan destinasi wisatawan.

Bahkan seperti yang dikatakan  Camat Karawaci Tihar, Kampung Markisa berhasil mengukir prestasi yaitu menjadi kampung ke-7 nasional dalam nominasi Pesona Indonesia dari Kementerian Pariwisata.

Keberhasilan tersebut kiranya bisa dicontoh dan diduplikasikan ke kampung-kampung lain di berbagai wilayah Indonesia.

Kita tidak harus menghabiskan energi untuk berkonflik terus menerus seolah-olah berada di lorong gelap dan tidak tahu apakah ada cahaya di ujung lorong.

Dari lorong-lorong kampung pun kita bisa berbakti kepada negara dan memahami bahwa terdapat cahaya di ujung lorong.

Tanpa gembar gembor kita mengisi kemerdekaan negara dan bangsa Indonesia. Sama seperti yang dilakukan para pendiri bangsa, yang di tengah persaingan raksasa dunia saat itu, memerdekakan bangsa tanpa terlalu berhitung kalkulatif.

Seperti kata Bung Karno yang mengutip ajaran Kresna kepada Yudistira "tunaikan apa yang menjadi kewajiban," maka sisanya pintu-pintu keberkahan di langit dan bumi akan dibukakan oleh yang trancendent.

Dan Bambang Irianto beserta warga Kampung Glintung di Malang dan kampung-kampung di Kota Tangerang telah menunaikan apa yang menjadi kewajibannya, selanjutnya tinggal menunggu terbukanya pintu-pintu keberkahan di langit dan bumi.

Karawaci, Tangerang, 23 Agustus 2019

***