Ani Yudhoyono, "Saya Pasrah, tetapi Saya Tidak akan Pernah Menyerah"

Cara Ibu Ani menanggapi vonis bahwa ia mengidap kanker darah adalah luar biasa dan mengagumkan. Dengan pasrah, seseorang dapat melawan kanker secara maksimal.

Senin, 3 Juni 2019 | 12:26 WIB
0
834
Ani Yudhoyono, "Saya Pasrah, tetapi Saya Tidak akan Pernah Menyerah"
Ani Yudhoyono (Foto: Jawa Pos)

Ibu Ani Yudhoyono telah meninggalkan kita semua pada hari Sabtu tanggal 1 Juni 2019. Penyakit kanker darah yang diidapnya selama empat bulan terakhir akhirnya merenggut nyawanya pada pukul 11.50 di Rumah Sakit Universitas Nasional, Singapura.

”Dua minggu sebelum memasuki tiga hari masa kritis, sebenarnya beliau sudah menunjukkan perkembangan yang sangat positif. Saat itu, kami sekeluarga optimis akan kesembuhan Ibu Ani, namun Tuhan berkehendak lain,” papar Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), putra sulungnya, dalam pidatonya di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, pada tanggal 2 Juni 2019.

Ada banyak hal yang kita kagumi dari Ibu Ani Yudhoyono. Namun, hal yang paling luar biasa dan paling mengagumkan, adalah cara Ibu Ani Yudhoyono menerima ketika ia pertama kali divonis mengidap kanker darah. Sebagaimana dipaparkan oleh AHY dalam pidatonya, ”… Ketika empat bulan lalu, saat pertama kali divonis dokter sebagai pengidap kanker darah, Ibu Ani seraya meneteskan air mata mengatakan, ’Saya pasrah, tetapi saya tidak akan pernah menyerah.’”

”Saya pasrah, tetapi saya tidak akan pernah menyerah.” Itu adalah kualitas pernyataan yang sangat jarang ditemui pada orang-orang yang divonis mengidap kanker. Sikap seperti muncul mungkin karena Ibu Ani Yudhoyono adalah anak seorang Prajurit, istri seorang Prajurit, dan ibu dari seorang Prajurit, seperti yang dikatakan AHY.

Ibu Ani Yudhoyono memang berbeda. Ia tidak seperti orang-orang pada umumnya.

Pernyataan yang sangat sering kita dengar, saat seseorang divonis mengidap kanker, adalah, mengapa saya yang harus mengalami ini? Mengapa bukan yang lain? Kan banyak orang yang lebih berdosa dibanding saya. Jika kita mendapat pertanyaan seperti itu, sungguh sangat sulit untuk memberikan jawaban yang dapat memuaskan hati orang yang melontarkan pertanyaan itu.

Kita mengetahui bahwa setiap orang berpotensi menghadapi ancaman terhadap kelangsungan hidupnya, selama ia menjalani kehidupan di dunia ini, baik ancaman itu datang dari luar maupun dari dalam dirinya. Untuk ancaman yang dari luar, ada orang-orang yang dalam hidupnya secara sadar memilih untuk menempatkan dirinya ke dalam bahaya.

Misalnya menjadi tentara yang siap untuk sewaktu-waktu dikirim ke medan perang, ataupun pembalap sepeda motor atau mobil yang selalu memacu sepeda motor atau mobilnya hingga ke batas yang tertinggi di sirkuit, atau orang-orang mengikuti olahraga yang ekstrem, antara lain terjun payung, atau orang-orang kebut-kebutan di jalan raya. Bagi mereka terluka parah, atau bahkan tewas sekalipun, telah menjadi risiko yang sesungguhnya sudah diperhitungkan.

Baca Juga: Ibu Ani [1]

Namun, ada juga orang-orang yang secara tidak sengaja berada di tempat yang salah, dan pada waktu yang salah. Misalnya orang-orang yang bepergian dengan pesawat terbang, kereta api, bus, mobil, atau di atas sepeda motor yang kemudian mengalami kecelakaan.

Atau orang-orang yang sedang berjalan di pinggir jalan, atau tengah memberhentikan mobil atau sepeda motor di pinggir jalan, atau sedang duduk-duduk di restoran atau di dalam rumah, tiba-tiba ada mobil, bus, atau truk yang nyelonong dan menabrak mereka.

Atau misalnya sesorang secara tidak sengaja berada di tempat di mana terdapat wabah penyakit menular, atau bisa juga orang yang disayangi terkena penyakit menular, dan dia mau tidak mau harus mendampinginya.

Atau bisa juga tertular HIV atau AIDS melalui jarum suntik yang tercemar. Bagi kelompok ini risiko terluka, atau bahkan tewas, atau terkena penyakit yang mengancam hidupnya tidak pernah secara sadar diperhitungkan.

Demikian juta dengan ancaman dari dalam, seperti serangan jantung, atau mengalami stroke, atau mengidap kanker. Adalah hal-hal yang tidak pernah secara serius diperhitungkan oleh seseorang, terutama oleh orang yang divonis mengidap kanker. Setiap hari otak mengeluarkan lebih dari 2 juta perintah kepada tubuh, termasuk kepada sel.

Baca Juga: Ibu Ani [2]

Kalau saja pada suatu saat terjadi salah perintah, maka seseorang tiba-tiba mengidap kanker. Penyebab salah perintah itu bisa apa saja, misalnya terjatuh, stres, merokok, terkena radiasi, atau sebab-sebab lain yang belum kita ketahui.

Untuk dua kelompok yang terakhir, pertanyaan, mengapa saya? Mengapa bukan orang lain? Akan selalu muncul. Terkadang pada akhirnya seseorang dapat menerimanya, dan bertekad untuk melakukan perlawanan. Akan tetapi, tidak jarang terjadi seseorang terus mempertanyakan, mengapa saya?

Dalam kaitan itulah, cara Ibu Ani menanggapi vonis bahwa ia mengidap kanker darah adalah luar biasa dan mengagumkan. Dan, dengan pasrah, atau menerima, seseorang dapat melawan kanker secara maksimal. Namun, memang, terkadang Tuhan mempunyai rencana lain.

Selamat jalan Ibu Ani Yudhoyono…

***