Karena didominasi kaum laki-laki maka tidak ada yang protes dengan nama tersebut. Dan nama tersebut justru mempunyai nilai jual tersendiri dikalangan mereka.
Saat awal-awal pandemi banyak orang beralih atau mempunyai hobi baru yaitu tanaman hias dan ikan hias (ikan Cupang). Bahkan dalam dunia tanaman hias sempat menjadi trending dan populer di tengah-tengah masa pandemi yaitu tanaman "janda bolong".
Mendengar kata "janda" buat kaum laki-laki yang perjaka, duda dan para suami-mungkin membuat sumringah atau senyum-senyum dibuatnya.
Apalagi janda yang satu ini bukan sembarang janda dan harganya membuat orang tak habis pikir dibuatnya. Tidak rasional atau tidak masuk akal dan terkesan hanya permainan semata.
Yang namanya hobi itu seperti orang sedang jatuh cinta yaitu tidak rasional dan cenderung mengikuti nafsu semata.
Bukankah kata Agnes Monica, "cinta ini kadang-kadang tak ada logika", begitu juga dengan dunia hobi tanaman hias dan ikan hias. Kadang harga tak jadi soal bagi yang sedang dilanda mabuk tanaman hias atau ikan hias. Tak usah dipertanyakan mengapa bisa begitu dan begini. Tanyakan pada diri sendiri ketika sedang jatuh cinta.
Mengapa tanaman hias itu dinamakan atau dinamai dengan kata "janda" seolah tidak ada nama yang cocok atau pantas saja?
Tulisan ini berusaha sedikit menguak tabir atau menjawab terkait penamaan tanaman dengan kata "janda" tersebut. Ini berdasarkan sudut pandang pribadi yang mempunyai hobi bercocok tanam.
Tentu jawaban ini sifatnya subjektif semata dan silahkan bagi yang lain kalau ingin menjawab dari sudut pandang lain atau tafsir atau pendapat pribadi juga.
Sebenarnya dalam dunia tanaman hias, kata "janda" tidak hanya menjadi nama untuk tanaman "janda bolong" saja. Ada nama-nama lain yang dengan kata janda juga. Seperti Janda merana dan air mata janda atau air mata pengantin.
Selain itu ada nama yang kadang bisa menyinggung kaum hawa, seperti lidah mertua atau bunga kalentit (Clioria Ternatea) atau yang lebih dikenal dengan sebutan bunga telang yang warna semburat biru yang menyerupai bagian kewanitaan.
Tentu nama-nama tersebut membuat kaum hawa menjadi objek yang tidak mengenakan. Stigma atau pandangan negatif masyarakat tertuju padanya. Terkadang untuk guyonan.
Tanaman " janda merana" ini untuk penghalang atau pelindung rumah atau teras rumah dari sengatan sinar matahari.Tanaman ini menjuntai panjang ke bawah dari lantai atas rumah. Dan terksesan tidak terawat atau cenderung liar kalau tidak dipangkas atau dirapikan setiap bulannya.
Makanya dinamakan "janda merana" yang seolah kalau menjadi janda itu seperti tidak terawat dan terurus dengan baik. Konotasi janda hanya pakai daster lusuh atau kucel. Dan tidak menarik.
Padahal menjadi janda sekarang berbeda dengan janda 30 tahun atau 50 tahun yang lalu. Janda sekarang lebih kinclong dan pandai merawat diri. Bahkan terkadang yang masih gadis pun lewat. Kalah dengan jam terbang yang sarat pengalaman.
Wajar saja kalau sekarang banyak laki-laki lajang tertarik dengan janda. Bahkan tak sedikit laki-laki lajang atau perjaka yang menikahi seorang janda. Padahal dulu mungkin dianggap tabu dan orang tua juga biasanya tak setuju. Sekarang zaman sudah berubah.
Tanaman "air mata janda atau air mata pengantin" ini digantung dalam pot dan daunnya rimbun dan jenis tanaman ini cukup beragam atau tidak hanya satu jenis saja. Dan cenderung tidak tahan panas. Seperti kebanyakan wanita tanar air yang tidak suka dengan sengatan matahari.
Tanaman "janda bolong" hanya karena daunnya bolong lantas disebut atau dinamai "janda bolong". Jenis tanaman ini juga beragam atau banyak. Ada yang murah dan mahal.
Nah, sekarang analisa yang sifatnya subjektif, mengapa tanaman-tanaman itu dinamai dengan kata "janda"?
Di Bandung ada "Taman Cibeunying" yang berada di tengah kota. Taman Cibeunying menjual beraneka ragam jenis tanaman hias atau bibit tanaman buah. Dan terbilang cukup lengkap.
Di sekitar taman ini banyak kuliner dan kedai kopi juga. Apalagi setiap hari Sabtu dan Minggu ramai sekedar kuliner atau membeli tanaman hias. Bahkan banyak mobil plat Jakarta yang berburu koleksi tanaman hias disini juga.
Saya sudah beberapa kali keliling dari sisi kanan dan kiri sekedar untuk melihat-lihat jenis tanaman. Dan menjadi rekreasi tersendiri dengan melihat tanaman hias yang bisa menyejukan mata.
Pertama kali menyukai tanaman hias yaitu jenis anggrek.Anggrek jenisnya cukup banyak. Yang umum jenis anggrek bulan, dendro dan catleya.
Dari pengamatan saya pribadi, penjual tanaman hias di Taman Cibeunying Bandung 95% adalah kaum laki-laki atau bapak-bapak yang usianya rerata rentang 30 sampai dengan 50 tahun. Penjual wanita rerata usianya juga di atas 40 tahun.Hampir tidak ada penjual tanaman hias yang masih muda belia.
Penjual wanita ini biasanya juga membantu suaminya untuk gantian untuk menjaga lapak jaulannya yaitu tanaman hias atau bibit buah-buahan. Saling bergantian.
Dan biasanya penjual tanaman hias itu kalau sudah siang hari sepi pembeli atau sebelum ashar sering pada ngumpul sambil ngopi atau merokok dan ngrobrol ngalor-ngidul.
Kira-kira apa obrolan laki-laki atau bapak-bapak yang usianya 30 tahun sampai dengan 50 tahun?Tidak jauh dari soal membahas perempuan. Sekalipun sifatnya canda-candaan atau banyolan di antara mereka. Atau saling bully di antara mereka. Dan obrolan "janda" ini sering menjadi topik yang tidak ada habis-habisnya. Seperti menjadi menu sehari-hari dalam setiap obrolan mereka.
Bagitu juga dalam komunitas tanaman hias yang kadang mengadakan lomba tanaman hias juga didominasi kaum laki-laki yang usianya juga kurang lebih sama di atas. Jarang ada ketua komunitas tanaman hias itu ibu-ibu atau perempuan.
Dalam group-group online di medsos penjual tanaman hias juga banyak kaum laki-laki yang usianya 40 tahun ke bawah dan penjual kaum wanita bisa mengimbangi artinya tidak didominasi penjual kaum laki-laki.
Hanya saja dalam jual-beli beli tanaman hias lewat online ini banyak penipuannya. Mungkin yang jadi korban lewat group-group yang di share mencapai ribuan. Terutama tanaman hias yang lagi digemari yaitu yaitu aglonema.
Dari sedikit pengalaman sebagai penghobi tanaman hias, patut diduga munculnya nama kata "janda" dalam tanaman hias muncul dari obrolan mulut laki-laki atau bapak-bapak yang menyukai obrolan atau topik terkait janda dikala sedang ngerumpi sambil menunggu pembeli.
Yang pasti dan jelas nama tersebut tidak mungkin keluar dari mulut kaum perempuan untuk menamai sebuah tanaman dengan kata "janda".
Dan akhirnya mereka menamai tanaman hias dengan nama "janda". Karena didominasi kaum laki-laki maka tidak ada yang protes dengan nama tersebut. Dan nama tersebut justru mempunyai nilai jual tersendiri dikalangan mereka.
Anehnya sampai sekarang kok belum ada nama-nama tanaman hias yang merujuk kaum laki-laki. Misal, tanaman hidung belang atau tanaman yang menyerupai alat kelamin laki-laki dan menjadi nama tanaman. Sampai sekarang belum ada.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews