Ibu Ani [1]

Sebelum kemoterapi seri 3 pun pernah masuk ICU. Tapi ketika muncul lagi berita Ibu Ani tidak sadarkan diri saya sangat prihatin.

Sabtu, 1 Juni 2019 | 21:21 WIB
0
1483
Ibu Ani [1]
Ani Yudhoyono dan Pak SBY (Foto: Disway.id)

Kaget. Ibu Ani Yudhoyono dikabarkan tidak sadarkan diri. Kemarin. Kelihatannya bukan hoax. Ada sumber beritanya yang terpercaya: wakil sekjen DPP Partai Demokrat. Yang sudah biasa memberikan keterangan pers soal perkembangan kesehatan Ibu Ani.

Kaget. Karena berita minggu lalu begitu menggembirakan. Instagram Ibu Ani aktif lagi. Diisi dengan kegembiraan. Dan foto. Bahwa hari itu Ibu Ani tampak berada di halaman rumah sakit. Didampingi Pak SBY, sang suami. Memang Ibu Ani di kursi roda. Tapi wajahnya kelihatan optimistis. Teks foto itu juga menimbulkan banyak harapan. Berisi kegembiraan. Bahwa sejak tiga bulan lalu baru hari itulah bisa menikmati alam bebas. Tidak lagi seperti tiga bulan sebelumnya: selalu hanya di kamar perawatan.

Waktu pertama berkunjung ke NUHS saya dapat gambaran jelas mengenai penyakit Bu Ani. Dari cerita Pak SBY sendiri. Termasuk bagaimana proses penyembuhannya.

Waktu itu Ibu Ani berada tahap 2 kemoterapi. Tahap 2 (atau serial kedua) itu sudah hampir selesai. Seminggu lagi dokter akan mengevaluasi: apakah kadar kanker darahnya sudah turun. Kalau sudah di bawah 5, tahap pengobatan berikutnya bisa dilakukan: transplantasi stemcell sumsum tulang belakang.

Yang mau menjadi donor sumsum pun sudah ada. Sudah siap. Sudah diperiksa. Sudah sangat memenuhi syarat: adik Ibu Ani sendiri. Jenderal Edhie.

"Kalau hasil evaluasi itu kadar kankernya belum di bawah 5 akan dilakukan kemoterapi seri 3," ujar Pak SBY saat itu. "Atau dokter memutuskan untuk menempuh cara lain," kata Pak SBY.

Tentu saya berharap banyak kemoterapinya cukup dua tahap. Itu pun berarti sudah dua bulan. Bulan pertama selama sekitar 25 hari. Lalu istirahat. Dievaluasi. Hasilnya menggembirakan. Kadar kankernya sudah turun. Tapi belum sampai di bawah 5. Karena itu dilanjutkan seri kedua. Tiap seri selama hampir satu bulan. Tepatnya 25 hari.

Waktu saya ke Singapura lagi bersama tim Pak Mahfud MD, tentu saya ingin bertanya ke Pak SBY. Bagaimana hasil kemoterapi tahap 2 dulu. Apakah berhasil. Dan apakah sudah dilakukan transplantasi sumsum.

Belum sampai saya bertanya Pak SBY sudah bercerita. Bahwa hari itu Ibu Ani belum bisa dijenguk. Lagi menjalani proses kemoterapi seri 3. Saya menyimpulkan sendiri: berarti kemoterapi tahap 2 yang lalu belum berhasil.

Maka ketika melihat Instagram Ibu Ani di halaman RS itu saya bertanya dalam hati: kok sudah di halaman? Apakah tahap 3 kemoterapinya sudah selesai?

Yang berarti tahap transplantasi sumsum segera dilakukan?

Harapan saya tentu begitu. Agar tidak perlu menjalani kemoterapi seri 4. Jangan. Saya pernah menjalani kemoterapi. Tidak seberat beliau. Tapi tidak kuat. Saya menyerah. Saya bilang ke dokter: kalau rasanya seperti ini berhari-hari saya pilih mati saja. Toh suatu saat nanti juga akan mati.

Dokter menghentikan kemoterapi itu. Lalu tidak ada jalan lain itu. Saya melakukan transplantasi hati.

Karena itu saya benar-benar kagum Ibu Ani punya semangat yang begitu kuat. Punya tekad yang begitu hebat. Tahan menjalani kemoterapi sampai tiga seri. Yang setiap serinya hampir satu bulan. Saya mengaku kalah tangguh dengan Ibu Ani.

Ketika kemudian saya membaca berita Ibu Ani masuk ICU saya belum seberapa prihatin. Pasien seperti Ibu Ani memang biasa up and down. Sebelum kemoterapi seri 3 pun pernah masuk ICU. Tapi ketika muncul lagi berita Ibu Ani tidak sadarkan diri saya sangat prihatin.

Saya langsung berdoa untuk kesembuhan beliau. Tolong beri keajaiban untuk beliau. Please. Keajaiban yang pernah diberikan kepada saya itu. Dan kepada banyak orang itu.

Dahlan Iskan

(Bersambung)

***

Keterangan: Judul artikel Dahlan Iskan di Disway.id ini adalah "Ibu Ani", ditulis beberapa jam sebelum Ibu Ani Yudhoyono meninggal dunia.