Saat ini dia tengah menyiapkan regenerasi para ahli jembatan, agar ke depan dia dapan sepenuhnya mengabdikan diri membangun jembatan untuk masyarakat kecil.
Cita-cita Arvila Delitriana semasa belia cuma ingin seperti ibunya. Sekolah, menikah, lalu sepenuhnya menghabiskan waktu mengurus rumah (suami dan anak anak). Kalaupun selepasTeknik Sipil ITB dia sempat lima tahun berkutat di bidang pembangunan gedung, ia menjalaninya biasa saja. Tanpa passion berlebihan.
Jalan hidupnya berubah saat tengah menempuh master di kampus yang sama, dia berjumpa Prof Jody Firmansyah. Ahli jalan dan jembatan itu meminta Arvila membantunya. "Sekitar tahun 2001 saya mulai ikut mendesain jembatan Tukad Bangkung di Bali," kata Arvila yang akrab disapa Dina.
Sejak itu entah sudah berapa puluh jembatan di pelosok negeri ini mendapat sentuhannya. Tapi nama Dina baru mencuat dan viral setelah Presiden Jokowi memberikan apresiasi dan pujian khusus melalui media sosial, 14 November lalu.
Jembatan lengkung-melayang untuk jalur LRT Gatot Subroto - Kuningan disebut sebagai masterpiece Dina. Melengkung sepanjang 148 meter tanpa penyangga, jembatan itu jadi yang pertama dan terpanjang di dunia. Karya Dina ini menyisihkan tiga desain sebelumnya yang dibuat tim dari Prancis, Jepang, dan Korea.
Saat pertama Adhi Karya meminta bantuannya, para ahli dari tiga negara itu memandang Dina dengan sebelah mata. “Memangnya kamu bisa membuat jembatan? Bagaimana kamu akan menyambungkan jembatan itu tanpa penyangga?,” kata Dina menirukan keraguan mereka.
Jembatan melengkung dan melayang tanpa penyangga sebelumnya dibuat Dina untuk jalur khusus bus TransJakarta, Mampang – Ciledug. Cuma di Jalan Adam Malik itu bentang lengkungnya 20 meter lebih pendek dari jalur LRT Kuningan. “Tapi kan dasar penghitunganya sama saja,” ujar Dina meyakinkan mereka.
Ketika jembatan itu kemudian terwujud, Dina tak merasa itu sebagai keberhasilan dirinya pribadi. Apresiasi, kata dia, justru juga layak diberikan kepada para ahli Adhi Karya sebagai kontraktor, bnerikut para pekerja dan pengawasnya di lapangan. Sebab mereka telah bekerja dengan ekstra cermat sehingga taka da satu butir sekrup pun yang terjatuh menimpa kendaraan di bawahnya.
“Bukan saya yang pandai, tapi mereka yang mampu menerjemahkan keinginan saya,” ujarnya.
Kerendahan hati Dina juga terlihat dari penampilannya. Mengenakan blus terusan serba hitam, dipadu outer batik putih dan jilbab dusty pink dia tampak sederhana. Wajahnya yang sama sekali tanpa riasan membuat perempuan kelahiran Tebing Tinggi - Deli Serdang, 23 April 1970 itu kian bersahaja. Padahal dia baru saja memenuhi undangan makan siang Menko Maritim Luhut B. Panjaitan, Jumat (15/11/2019). Sebelumnya, Luhut (juga Menteri PUPR Basuki Hadimuljono) telah menghadiahi sebulan Dana Operasional Menteri (DOM) untuknya.
“Alhamdulillah…malah defisit karena banyak sekali teman yang minta traktir,” ujarnya berseloroh.
Secara umum, Dina merasa tidak ada yang khusus dalam mendesain jembatan. Banyak hal yang menjadi perhatian dalam menentukan bentuk dan konfigurasi struktur, antara lain kondisi lingkungan. Seperti desain jembatan lengkung LRT, hal itu dia buat karena sejumlah kondisi lingkungan yang kurang ideal. Kaki jembatan di ketinggian berbeda, satu di underpass, satu kaki lagi berada di luar. “Itu berisiko untuk keseimbangan strukturnya," ujar Dina.
Meski demikian, ia ogah membeda-bedakan perlakuan dalam mendesain jembatan. Karena dari cara dan tingkat kesulitan sebenarnya jembatan mau panjang mau pendek tetap sama saja risikonya.
"Tiap jembatan itu ibarat bayi saya sendiri yang harus dijaga dengan baik agar bisa lahir dengan selamat," ujarnya.
Selain membangun jembatan untuk proyek-proyek besar, Dina juga terlibat dalam pembangunan jembatan melalui rumah wakaf. Saat ini dia tengah menyiapkan regenerasi para ahli jembatan, agar ke depan dia dapan sepenuhnya mengabdikan diri membangun jembatan untuk masyarakat kecil.
“Kalau Nokia punya tagline ‘connecting the people’, bagi saya jembatan adalah penghubung sejati hubungan antar warga,” ujarnya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews