Kenapa kalau sudah tidak duduk dalam struktur Pemerintah, lantas berbalik menjadi penyerang Pemerintah, nyinyir dimedia sosial setiap hari hanya untuk menyerang Pemerintah.
"Keprihatinan, seperti halnya kebanggaan, juga kecemasan, seperti halnya optimisme—semua itu adalah pertanda rasa ikut memiliki. Atau rasa terpanggil. Barangkali karena tanah air memang bukan cuma sepotong geografi dan selintas sejarah. Barangkali karena tanah air adalah juga sebuah panggilan"
(Goenawan Mohamad).
Komitmen terhadap bangsa dan negara itu bukan cuma selama menjadi pejabat negara, tapi selama menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Begitu juga loyal terhadap Pemerintahan, sebaiknya didasari oleh hubungan kebangsaan dan rasa kebangsaan yang begitu kuat.
Kalau ada yang kurang berkenan dengan kebijakan Pemerintah, ada mekanisme untuk menyalurkan aspirasi secara konstruktif. Media sosial hanya perantara untuk melihat aspirasi masyarakat yang berkembang, bukanlah tempatnya memaparkan segala kebencian terhadap Pemerintah.
Begitulah aturan dan mekanisme yang berlaku dalam bernegara, agar negara ini tidak gaduh hanya mempersoalkan hal-hal yang remeh remeh. Sebagai cerdik cendikia memiliki tugas memberikan pendidikan bagi masyarakat, bukan malah memprovokasi masyarakat untuk memusuhi Pemerintah.
Inilah yang banyak terjadi, ketika masih menjadi pejabat negara, semua ucapan dan tindak tanduknya seolah-olah membela negara dan bangsa, mengatasnamakan semua perbuatannya atas nama rakyat, tapi ketika tidak lagi menjabat, mulailah masuk angin, dan mulai mencela Pemerintah yang berkuasa.
Tradisi inilah yang terus dipelihara, seolah-olah memosisikan diri sebagai Mantan pejabat yang benar, dan Pemerintah berkuasa semuanya salah kebijakannya, padahal ketika dia menjabat pun tidak memperlihatkan apa yang berarti bagi masyarakat banyak.
Baca Juga: Oposisi Jadikan Rocky Gerung, Ahmad Dhani, dan Buni Yani Peluru Politik
Mantan Pejabat yang "Masuk Angin" seperti ini banyak sekali, hampir rerata setelah tidak lagi menjabat malah menempatkan diri sebagai oposisi Pemerintah. Sah-sah saja ada diposisi oposisi, asal saja tetap realistis dan rasional. Berilah masukan kepada Pemerintah dengan cara-cara yang beradab.
Ada juga yang tipikalnya sebelum menjabat sangat kritis terhadap Pemerintah, tapi begitu ditarik masuk kepemerintahan, malah tidak bisa melakukan apa-apa, senang one man show, tidak bisa bekerja didalam Tim, sehingga kadang vokal sendiri, dan bergerak sendiri tidak sesuai dengan komando.
Komitmen terhadap negara dan bangsa itu tidak harus masuk dalam kekuasaan, diluar kekuasaan pun bisa berkontribusi secara maksimal untuk memajukan bangsa, karena didasari oleh rasa Cinta terhadap Tanah Air, bukanlah karena adanya posisi didalam kekuasaan.
Justeru banyak orang-orang yang dianggap bukan orang penting malah bersungguh-sungguh mencintai tanai air tanpa pamrih, mereka profesional dalam Ilmu yang dimilikinya masing-masing. Lihatlah para petani, mereka yang menyediakan kebutuhan hidup masyarakat, tanpa terpengaruh oleh keinginan untuk duduk dalam kekuasaan.
Karena mereka sadar betul hanya itu cara mereka untuke mengabdi kepada negara dan bangsa. Lihatlah juga para guru yang bersungguh-sungguh dalam menggeluti profesinya, tanpa terpengaruh sedikitpun ingin masuk dalam kekuasaan, karena mereka dengan sadar menjalankan profesinya.
Hampir rerata mereka yang pernah duduk dalam kekuasaan adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi, tapi adakah pengaruhnya pendidikan yang tinggi tersebut pada perilakunya, kalau mudah masuk angin, dan mudah berubah pikiran dan loyalitas hanya karena kedudukan.
Kenapa kalau sudah tidak duduk dalam struktur Pemerintah, lantas berbalik menjadi penyerang Pemerintah, nyinyir dimedia sosial setiap hari hanya untuk menyerang Pemerintah. Padahal harusnya pada level itu tahu bagaimana menempatkan diri didalam masyarakat, tahu caranya menyalurkan aspirasi secara positif.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews