Tugas Fachrul sebagai Menteri Agama ditegaskan oleh Presiden Jokowi pada hari ia diumumkan sebagai menteri adalah penanggulangan radikalisme, ekonomi umat, industri halal, dan haji.
Jenderal Fachrul Razi, mantan Wakil Panglima TNI dilantik menjadi Menteri Agama. Ya, menteri agama -- menteri yang selama ini identik dengan Islam, urusan haji, sidang isbat penentuan awal Ramadan atau kapan lebaran Idulfitri atau Iduladha.
Dulu-dulu, menteri agama dijabat ulama. Kalau tidak kiai seperti Kiai Said Agil Al-Munawwar, ya tokoh dari Nahdlatul Ulama atau Muhammadiyah, atau politisi dari partai Islam seperti Lukman Hakim Saifuddin, menteri agama sebelumnya. Tapi terutama sih dari NU.
Itulah sebabnya, jatuhnya hari awal puasa, atau hari lebaran di negeri ini kerap berbeda. Karena pemerintah yang menteri agamanya dari NU bilang lebaran hari Rabu, tapi Muhammadiyah putuskan Selasa. Lebih cepat satu hari, misalnya. Dan biasanya, orang seperti saya yang bukan NU bukan Muhammadiyah, ikut mana lebaran yang lebih cepat datangnya.
Kali ini, seorang jenderal TNI yang jadi Menteri Agama. Ia mantan Wakil Panglima TNI. Saya dengar, Fachrul Razi adalah pilihan yang disodorkan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada Presiden Jokowi.
JK mengenal betul sosok Fachrul. Sang jenderal pernah bertugas di Makassar sebagai Kepala Staf Kodam Wirabuana/Hasanuddin. JK tahu, Fachrul yang putra Aceh bukan sekadar orang beragama. Ia faham soal agama.
“Ia biasa berkhutbah. Jadi khatib Salat Jumat,” kata Jusuf Kalla. Itu untuk mereka yang mempertanyakan keagamaan atau ke-Islam-an Jenderal Fachrul Razi.
Pada hari pertama menjadi Menteri Agama, Fachrul Razi sudah menegaskan posisinya ke hadapan rakyat Indonesia yang majemuk ini. “Saya bukan Menteri Agama Islam. Saya Menteri Agama Republik Indonesia. Di dalamnya ada agama-agama lain.”
Mungkin orang-orang lupa bahwa selain mengurusi agama yang dianut mayoritas penduduk negeri ini, di Kementerian Agama juga ada bilik-bilik yang mengurusi agama yang diakui secara resmi: Direktorat Jenderal Hindu, Budha, dll, sampai ke kabupaten dan kota. Di Toraja, kampung saya, misalnya. Jabatan Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten dijabat silih berganti oleh pejabat yang beragama Islam dan Kristen.
Saya kira, menempatkan Jenderal Fachrul Razi adalah jalan tengah yang benar. Bukan sekali ini seorang jenderal jadi menteri agama. Sebelumnya, Presiden Soeharto mengangkat Letnan Jenderal Alamasyah Ratu Prawiranegara (periode 1978-1983) dan Laksamana Muda Tarmizi Taher (1993-1998) sebagai Menteri Agama. Selama periode dua jenderal itu, tak ada perbedaan hari lebaran di Indonesia hehe ...
Tugas Fachrul sebagai Menteri Agama ditegaskan oleh Presiden Jokowi pada hari ia diumumkan sebagai menteri adalah penanggulangan radikalisme, ekonomi umat, industri halal, dan haji.
Tapi di luar itu semua, seorang jenderal, bukan-NU-bukan-Muhammadiyah di jabatan Menteri Agama adalah kabar baik. Pernyataan sang menteri -- “Saya bukan Menteri Agama Islam” -- menyadarkan kita bahwa negeri ini masih berazas bhinneka tunggal ika dalam arti sebenar-benarnya.
Saya yang Islam, bernaung di bawah langit yang sama dengan saudara-saudaraku yang Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Cu, dan aneka kepercayaan leluhur lainnya.
Baca Juga: Jenderal Jadi Menteri Agama, Why Not?
Ah, saya jadi merindukan suasana masa kecil dulu di Mambi, di pegunungan Sulawesi Barat. Pada malam tahun baru, setiap tahunnya, kami berdiri di jalan depan gereja di ujung kampung yang gelap, menunggu sahabat saya Marsen Salle melempar kue lewat jendela untuk kawan-kawannya di luar, seperti saya dan Accang Gasma. Lalu pada hari-hari pertama di tahun yang baru itu, kami berkunjung ke rumahnya, mengucapkan selamat hari raya.
Atau di setiap hari Lebaran, para sahabat dan keluarga Kristen datang beranjangsana ke rumah-rumah warga muslim, sekadar bersilaturahmi dan mengucapkan selamat. Suasana ini sudah hilang semenjak bertahun-tahun silam. Lama-lama, bahkan kenangan tentangnya malah semakin aneh.
Bisa jadi kerinduan saya akan suasana yang hilang itu tak ada hubungannya dengan terpilihnya Jenderal Fachrul Razi sebagai Menteri Agama. Tapi kenangan masa kecil itu, apa boleh buat, bangkit kembali. Harapan itu ada.
Selamat bekerja Jenderal. Anda adalah Menteri Agama Republik Indonesia!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews