Elemen Kegilaan di Kalangan Sebagian Jenius

Ujar Salvador Dali, Barcelona punya genius yang diperlakukan buruk oleh zamannya. Tapi karya sang genius ini bernilai seni teramat tinggi.

Selasa, 20 Agustus 2019 | 06:58 WIB
0
563
Elemen Kegilaan di Kalangan Sebagian Jenius
John Forbes Nash (Foto: Time Magazine)

John Forbes Nash seorang ahli matematika. Di usia 20 tahun, ia menemukan sebuah rumus yang kemudian dikenal dengan nama Nash Equibrilium. Di Tahun 1990, ia pun bersama dianugrahi Nobel Ekonomi karena penemuan itu.

Dunia terpukau pada kejeniusannya. Dan dunia juga tersentak oleh sejenis kegilaannya. Ia menyatakan dirinya direkrut oleh mahluk luar angkasa untuk menyelamatkan bumi.

Dunia semakin kaget lagi ketika ia memberi alasan mengapa ia meyakini mahluk luar angkasa sudah merekrut dirinya. Gagasan soal mahluk luar angkasa itu datang dari proses yang sama, dari bagian syaraf yang sama, yang memberikannya gagasan matematika itu.

Kisah John Nash sendiri pernah diangkat menjadi film Holywood: The Beautiful Mind. Betapa dari keindahan pikiran dan kejeniusan dirinya tersimpan pula sejenis delusi, hayalan, yang dekat dengan problem mental disorder dan Schizoprenia.

Para ahli psikologi dan neuro science pun mendapatkan tambahan amunisi untuk merenungkan. Apakah sumber kejeniusan datang dari sumber yang sama yang menyebabkan gangguan mental?

Ataukah ada area di dalam syaraf yang merupakan wilayah bersama bagi sifat jenius dan elemen kegilaan? Semakin jenius akan mengalami resiko semakin gila? Semakin brilian beresiko semakin memiliki problem mental?

**

Sangat banyak para jenius yang memiliki isu mental. Jenius pelukis Van Gogh memotong kupingnya sendiri. Jenius musisi Beethoven memiliki problem mental disorder. Jenius sastrawan Ernerst Hemingway dan Virginia Wolf bahkan bunuh diri.

Shelly Carson, peneliti psikologi lulusan Harvard University, secara khusus meneliti hubungan antara kejeniusan dan elemen kegilaan seseorang. Sudah begitu banyak jenis riset yang ia buat.

Carson mengembangkan sebuah tesis yang disebut dengan “model kerentanan yang berbagi.” Ia menegaskan antara kreativitas dan kegilaan, keduanya datang dari sumber yang bersinggungan. Mereka yang lebih kreatif juga akan lebih rentan dengan problem mental, mulai dari schizoprenia, mental disorder, bipolar, delusi, hingga ketidak stabilan emosi.

Tidak berarti semua jenius mengalami isu kegilaan itu. Apalagi tak berarti semua mereka yang memiliki problem mental sekaligus dikarunia kreativitas.

Carson hanya menggariskan hasil riset. Mereka yang memiliki ledakan kreativitas di atas rata rata, rentan pula terkena problem mental. Dengan kata lain, Carson menegaskan pernyataan Aristoteles sekitar 2000 tahun lalu, bahwa ada potensi dan elemen kegilaan di kalangan setiap jenius.


Antoni Gaudi

Di Spanyol tahun 2017, saya melakukan sejenis napak tilas lebih kepada seorang jenius yang lain. Ia dianggap arsitek terbesar sepanjang masa karena “kegilaan” dari karyanya. Namun hidup pribadinya sendiri memang aneh, tak biasa dan “agak gila” juga.

Tanggal 7 Juni 1926, seorang yang diduga pengemis menyebrang jalan. Iapun tertabrak mobil dan terlentang di pinggir jalan.

Namun penduduk yang lalu lalang membiarkannya saja untuk beberapa saat. Dari penampilan fisiknya, ia sekilas nampak seperti pengemis yang memang tak terurus, tak memiliki keluarga.

Sampai suatu saat, jazad lelaki itu dibawa ke rumah sakit. Iapun dikenali sebagai Antoni Gaudi. Ia jenius arsitek yang karyanya membuat Barcelona dikunjungi. Semakin zaman mengenal karyanya, semakin terasa betapa kuat daya imajinasi arsitektur.

Tapi mengapa Antoni Gaudi di masa tuanya berkeliaran di jalan dengan berpenampilan pengemis? Mengapa ia memilih hidup yang terisolasi, menarik jarak dari keramaian? Mengapa prilakunya sangat temperamental, emosinya tak stabil? Kisah pribadi Antoni Gaudi yang aneh dan “agak gila” memang dikenal luas oleh generasinya.

Tapi di tahun 2019 ini tak ada yang meragukan maha karya arsitekturnya. Howard Halle, Juni 2019, menurunkan hasil riset mengenai arsitek dan karya yang dianggap paling monumental dalam sejarah.

Antoni Gaudi dan karyanya katedral La Sagadra Familia berada di rangking satu. Di bawah Gaudi, bertengger arsitek legendaris lain seperti Frank Llyod Wright dan Frank Gehri.

Begitu terpukaunya saya dengan pribadi Gaudi dan aneka karyanya. Satu hari khusus dari pagi hingga malam di Barcelona, di tahun 2017, saya mengunjungi aneka bangunan karyanya. Saya membaca aneka kisah tentangnya.

La Sagrada Familia

La Sagrada Familia karya Gaudi ini punya banyak keunikan. Gereja ini, tepatnya Basilica tak kunjung selesai dibangun walau sudah 100 tahun masa pembangunan. Saya bertanya kepada pemandu tur yang ahli soal bangunan ini. Mengapa sudah 100 tahun tapi gereja ini tak kunjung selesai.

Ujarnya, desain Antoni Gaudi ini luar biasa rumitnya. Ini desain penuh perhitungan matematika. Ia menghindari garis lurus dan memilih bentuk kurva. Lihatlah aneka tiang gereja ini. Tak ada yang lurus tegak, tapi dibuat sedikit condong untuk mengikuti batang pohon dan rantingnya.

Lihatnya posisi dan permainan kaca. Warna warninya berbeda tergantung dari sinar matahari. Jika anda duduk dari pagi hingga sore di sini, anda akan melihat warna warni kaca yang berubah sesuai dengan terang gelapnya sinar matahari.

Dan jangan dilupakan suara yang akan dipantulkan di gedung ini. Gema suaranya diperhitungkan secara matematis. Apalagi karya Gaudi ini tak selalu soal bangunan. Ia menyatukan bangunan dengan aneka pecahan keramik, patung, dan permainan kaca sebagai satu kesatuan.

Sayapun berkesempatan menikmati berjam- jam karya Gaudi lainnya: Casa Bastlo, sejenis apartemen 10 tingkat. Hanya dengan melihat tampak luarnya, sudah bisa kita duga ini karya Gaudi. Ia punya karakter bangunan yang menghindari garis lurus, dan lebih memilih kurva.

Dinding bangunannya juga selalu acapkali ada ornamen pecahan keramik, dan asesori seperti lukisan.

Siapa yang menduga? Di masa kini Gaudi memang dipuja dan dipelajari. Namun di masa hidupnya, ia ditolak dan dilecehkan tak hanya oleh sesama arsitek, tapi juga oleh kritikus internasional. Keanehan prilaku pribadinya menambah isu yang membuatnya dijauhi.

Ketika Gaudi wafat di tahun 1926, ia sedang berada dalam masa dilupakan dan direndahkan. Itu juga yang menyebabkan La Segrada Familia tersendat pembangunannya.

Tiga puluh empat tahun setelah kematiannya, tahun 1950, antara lain Salvador Dali, pelukis ternama menyadarkan pemerintah dan publik Spanyol.

Ujar Salvador Dali, Barcelona punya genius yang diperlakukan buruk oleh zamannya. Tapi karya sang genius ini bernilai seni teramat tinggi.

Pelan- pelan karya Gaudi diperhatikan, bahkan kini dipuja dan dijadikan kebanggaan penduduk Barcelona. Tanpa Gaudi, ujar pribahasa di sana, Barcelona hanyalah kota biasa.

Hingga tahun 2019, sudah cukup banyak bangunan modern arsitektur dunia yang sudah saya kunjungi di lima benua. Namun memang tak ada yang memberikan getaran pesona sedalam karya Antoni Gaudi: La Sagrada Familia. Sudah 100 tahun bahkan katedral ini masih tak kunjung selesai dibangun karena begitu kompleks desainnya.

Sungguh sebuah ironi pula jika benar karya yang gila imajinasinya datang dari pikiran yang gila jeniusnya, dan gila pula prilakunya karena ada isu mental.

Biarlah para ahli terus menggali dan berbantahan soal hubungan antara ledakan kreativitas dengan isu mental disorder itu. Bagaimanapun peradaban berhutang budi pada karya para jenius, baik di arsitektur, musik, sastra, lukisan, spiritualitas, ataupun matematika.

Dan kitapun acapkali berdecak kagum merenungi karya para jenius itu: sebegitu jauh langit yang dapat dijangkau oleh imajinasi.

Agustus 2019

***

Catatan Perjalanan Denny JA