Dalam Kasus JT 610, Kematian Tak Bisa Ditunda atau Dimajukan

Sabtu, 3 November 2018 | 06:38 WIB
0
605
Dalam Kasus JT 610, Kematian Tak Bisa Ditunda atau Dimajukan
Pramugari (Foto: Radar Bogor)

Kematian adalah suatu misteri. Kita tidak tahu kapan, di mana, dengan cara apa matinya, apakah karena sakit, usia tua, atau karena suatu musibah bencana atau kecelakaan? Kita tidak tahu dan tidak bisa memilih. Kalau manusia tahu kapan matinya, tentu akan melakukan persiapan atau tidak akan merepotkan saudara atau tetangga untuk menguburkannya.

Kematian juga tidak bisa ditunda atau dimajukan, kecuali bunuh diri. Kematian juga tidak bisa diwakilkan atau digantikan oleh orang lain, misal: saking sayangnya sama orang tua atau anak yang sakit parah, terus kita meminta dan memohon menjadi peran pengganti menghadapi kematian. Bisa jadi anak lebih dulu menghadap ilahi, bisa juga orang tua yang menghadap ilahi.

Sering membicarakan kematian juga bukan berarti akan mendekati ajal sudah dekat atau sebagai firasat akan kematian. Tidak membicarakan kematian juga bukan berarti pertanda akan umur yang panjang atau menjauhkan dari kematian.

Jadi membicarakan atau tidak soal kematian, toh harus dihadapi. Siap tidak siap harus siap!!

Yang tua bukan berarti akan lebih duluan, yang muda bukan berarti masih lama jatah hidupnya.

Semua antri menunggu giliran untuk dipanggil, yang antri urutan paling depan bukan berarti akan dipanggil duluan, yang antrian di tengah atau paling belakang bukan berarti masih lama akan dipanggil, bisa jadi antrian yang di tengah atau di belakang malah dipanggil lebih dulu.

Kita bisa belajar atau ambil hikmah secara spritual dalam kecelakaan pesawat Lion Air JT-610. Pertama kita ucapkan Innalilahi wainnailahi roji'un, semoga mereka damai di alam keabadian dan Tuhan mengampuni segala khilaf.

Dalam kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 ada penumpang dari Bandung menuju ke Bandara Soekarno-Hatta, dalam perjalanan ia terkena macet yang berjam-jam, yang biasanya jam 3 pagi sudah sampai Bandara, kali ini ia harus tertinggal oleh pesawat itu, padahal tiket sudah dibeli dan terpaksa harus batal.

Tapi ada hikmahnya, ia tidak jadi korban pesawat yang jatuh di laut Karawang itu. Artinya ia terhindar dari kematian, yang harusnya naik pesawat itu (Lion Air 610) batal karena terlambat.

Ini bisa menggambarkan atau mensiratkan kematian yang awalnya begitu sudah dekat atau masuk antrian panggilan, seketika bisa berubah tidak masuk daftar antrian atau panggilan oleh pemilik atau penguasa alam semesta yang ada di bumi dan di langit.

Begitu juga Co-Pilot Harvino yang awalnya tidak ada jadwal terbang atau dilarang terbang karena giginya sakit, tetapi oleh pihak maskapai disuruh terbang menggantikan temannya karena Co-Pilot yang seharusnya ada jadwal dalam penerbangan tidak bisa, karena tidak punya lisensi untuk menerbangkan pesawat Lion Air JT-610. Co-Pilot Harvino menjadi korban kecelakaan pesawat itu dan meninggalkan tiga anak yang masih kecil-kecil.

Ini bisa menjadi isyarat,bahwa orang yang awalnya tidak masuk daftar antrian panggilan, tiba-tiba bisa masuk dalam daftar antrian atau panggilan. Dan tidak bisa ditunda lagi.

Ada lagi satu penumpang yang tidak masuk manifes penumpang, tetapi menjadi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610, namanya Arif Yustian. Ia termasuk di antara 189 penumpang pesawat itu, tetapi Arif tidak masuk dalam daftar penumpang Lion Air JT-610.

Selidik punya selidik ternyata Arif Yustian menggantikan temannya yang sudah mengundurkan diri dari perusahaan PT Sky Pasifik Indonesia, namanya Krisman Wijaya. Jadi Arif Yustian ini memakai tiket yang sudah dibeli sebelumnya atas nama Krisman Wijaya, karena mengundurkan diri digantikan oleh Arif Yustian.

Ini juga agak janggal atau membuktikan buruknya menejemen Lion Air, masak nama tiket pesawat tidak sama dengan daftar penumpang dan bisa digantikan oleh orang lain. Sedangkan Kereta Api saja sangat ketat pemeriksaannya, dicocokkan antara E-ktp dan nama penumpangnya.

Karena ini akan timbul masalah dalam pencairan asuransinya nanti karena namanya tidak masuk dalam daftar manifes penumpang, akan tetapi selama pihak perusahaan bisa meyakinkan dan membuktikan bahwa ia karyawan perusahaan PT Sky Pasifik, maka asuransi harus membayarkan haknya.

Kita bisa mengambil hikmah atau pelajaran dari kejadian kecelakaan Lion Air JT-610. Kematian tidak bisa ditunda atau diundur atau dimajukan.Kematian tetap menjadi misteri ilahi.

***