Kakek Pengeliling Dunia Itu Telah Tiada

Dengan kepergian Pak Teddy itu, rencana keliling Indonesia akhirnya pupus. Manusia boleh berencana, tetapi Tuhan jua yang menentukan.

Kamis, 30 Maret 2023 | 17:25 WIB
0
396
Kakek Pengeliling Dunia Itu Telah Tiada
Kakek Pengeliling Dunia (Foto: dok. Pribadi)

Pada hari Minggu, 26 Maret 2023, pukul 11.41, saya menerima pesan melalui Whatsapp bahwa telah meninggal dunia Bapak Teddy Unggul Wicaksono di RS Mayapada Lebak Bulus pada hari Minggu, 26 Maret 2023. Kabar itu tentunya sangat mengejutkan bagi saya. Memang saya sudah mendapat kabar bahwa Pak Teddy menderita sakit cukup parah, tetapi saya benar-benar tidak menyangka bahwa ia akan pergi secepat itu. Hanya dalam waktu 3 bulan. Saya mengenal Pak Teddy sebagai seorang petualang yang berkemauan keras, tahan banting dan selalu bersikap optimis sehingga saya yakin ia dapat bertahan. Akan tetapi, Tuhan berkehendak lain...

Saya mengenalnya pada tahun 2018, beberapa saat setelah ia melakukan perjalanan keliling dunia selama 6 bulan dari Mei 2017 hingga Januari 2018. Ia dan istrinya, Yana Kusriyanti, menempuh perjalanan sejauh 60.000 kilometer, melintasi 28 negara, 160 kota, di Asia Tenggara, Asia Timur, China, Rusia, Skandinavia, Eropa Timur dan Eropa Barat. Patris dari Penerbit Buku Kompas meminta saya untuk menuliskan perjalanan mengelilingi dunia itu, dan mempertemukan saya dengan Pak Teddy dan Bu Yana. Ketika bertemu dengan Pak Teddy dan Bu Yana, reaksi saya adalah terkaget-kaget, walaupun perasaan itu tidak saya perlihatkan.

Bagaimana tidak, Pak Teddy dan Bu Yana tampak biasa-biasa saja, seperti orang-orang kebanyakan. Tidak ada yang luar biasa. Sulit bagi saya untuk percaya bahwa kedua kakek dan nenek itu hanya berduaan duduk di dalam mobil Toyota Fortuner yang dibawanya dari Jakarta menyusuri ruas-ruas jalan selama berjam-jam dalam perjalanannya keliling dunia. Bahkan tidak jarang mobil yang mereka kendarai merupakan satu-satunya mobil yang melintas ruas jalan itu. Selama melaju mereka sering tidak bertemu dengan satu mobil pun.

Penampilan memang bisa menipu. Ternyata kakek dan nenek itu istimewa, bahkan luar biasa. Dua di antara sejuta orang, atau bahkan lebih dari itu. Jika keduanya tidak mempunyai jiwa petualang, tidak mungkin mereka melakukan perjalanan yang bisa disebut sebagai perjalanan gila-gilaan. Bayangkan, di Kamboja ia melakukan perjalanan dari sore hingga lewat tengah malam dan selama berkendara di ruas jalan yang gelap itu sebagian besarnya mobil Toyota Fortuner yang dikendarainya merupakan satu-satunya mobil melintas di sana. Atau, saat berkendara melintasi wilayah Siberia, wilayah Rusia yang jauh dari mana-mana. Wilayah Siberia itu di masa lalu pernah digambarkan sebagai tempat pembuangan bagi tahanan politik Rusia, saat masih bernama Uni Soviet. Belum lagi, saat melintasi wilayah Siberia itu udaranya sangat dingin. Di dalam mobil, Pak Teddy dan Bu Yana kedinginan mengingat mobil mereka belum dilengkapi dengan pemanas udara (heater). Mereka sempat membeli heater mobile (yang bisa dibawa-bawa), tetapi hanya bisa sedikit menolong.        

Kecuali di China, di mana mereka diharuskan didampingi oleh pemandu dan sekaligus penerjemah, selebihnya mereka hanya berduaan saja. Mulai dari Singapura, Malaysia, Kamboja, Laos, China, Rusia, negara-negara Skandinavia (Finlandia, Norwegia, Swedia, Denmark), Eropa Timur dan Barat mereka lintasi bedua.

Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa Pak Teddy itu orang memiliki jiwa petualang, berkemauan keras, tahan banting, dan selalu bersikap optimis. Ia seakan-akan selalu siap dengan solusi. Ketika mengalami kesulitan saat memasuki Thailand, ia mengirim mobilnya langsung ke Kamboja. Dan, ketika kaca mobilnya saat parkir di Barcelona, Spanyol, ia dengan sigap menambalnya dengan plastik dan selotip. Kekaguman saya kepada kakek dan nenek ini, membuat saya dapat menyelesaikan penulisan buku perjalanan keliling separuh dunia itu dengan waktu relatif cepat.

Buku itu sempat diserahkan Pak Teddy kepada Presiden Jokowi.

Pak Teddy mengungkapkan keinginannya mengelilingi Indonesia dengan mobil, terutama dari pantai ke pantai. Melalui itu perjalanan dari pantai ke pantai itu, Pak Teddy ingin menunjukkan kepada banyak orang bahwa Indonesia memiliki banyak sekali pantai-pantai yang indah. Namun, sayang sekali, pandemi Covid-19 membuat keinginannya keliling Indonesia itu tertunda.

Pada pertengahan November 2022, Pak Teddy menghubungi saya, dan mengajak saya bertemu untuk berbincang-bincang di restoran di Nyenyak MRT Lebak Bulus. Akan tetapi, pada saat itu saya sedang sibuk sehingga pertemuan itu tertunda. Menjelang akhir Desember 2022, saya mengirim Whatsapp kepada Pak Teddy dan menjajaki kemungkinan untuk bertemu. Pak Teddy hanya menginformasikan bahwa ia tengah bed rest selama 1 bulan ini. Saya mengira mungkin Pak Teddy hanya kelelahan saja.       

Awal Februari 2023, saya menerima kabar bahwa Pak Teddy sakit serius. Saya mendatangi rumahnya di kompleks perumahan Cinere Mas, tetapi rumahnya kosong. Menurut tetangganya, rumah itu sudah dua bulan tidak ditempati. Awal Maret 2023, saya mendapatkan Whatsapp yang menyatakan bahwa ada CA di empedu dan lever Pak Teddy. Namun, ia tidak mau dirawat di rumah sakit. 

Saya kemudian mengirim Whatsapp kepada Pak Teddy, dan yang menjawab Bu Yana. Saya minta izin apakah saya boleh membesuk Pak Teddy? Bu Yana menyatakan akan mengabari saya apabila sudah boleh dibesuk. Saya mendoakan yang terbaik bagi Pak Teddy.

Pada hari Minggu, 26 Maret 2023, selang 12 menit saya menerima dua pesan Whatsapp. Yang pertama, menyatakan, Pak Teddy kritis, dan yang kedua menyatakan Pak Teddy telah meninggal dunia. Dengan kepergian Pak Teddy itu, rencana keliling Indonesia akhirnya pupus. Manusia boleh berencana, tetapi Tuhan jua yang menentukan. 

Saya hanya bisa berdoa agar Pak Teddy mendapatkan tempat terbaik di sana…

***