Rasanya Baru Sekarang Kami Benar benar Memiliki Presiden

Sabtu, 15 Desember 2018 | 07:00 WIB
1
11372
Rasanya Baru Sekarang Kami Benar benar Memiliki Presiden
Jalan kabupaten dari arah Desa Pamoyanan, Ciawi menuju Ponpes Suryalaya via Desa Sukamaju setelah dihotmix Nopember lalu

 

Sungguh. Ini bukan kabar hoax. Bukan pula karena Presiden Jokowi meminta pendukungnya untuk mensosialisasikan  capaian keberhasilan pembangunan di bidang infrastruktur. Bukan. Ini fakta yang langsung disuarakan rakyat akar rumput di pelosok desa. Secara spontan. Dan dari hatinya yang paling dalam.

“Rasanya baru sekarang ini kami merdeka, dan merasa memiliki Presiden,” kata Mang Obon (75) warga Desa Sukamaju, kecamatan Pagerageung, kabupaten Tasikmalaya.

Betapa tidak. Karena warga di kampung tersebut baru sebulan ini merasakan program pembangunan yang sungguh-sungguh nyata merata. Terutama pembangunan infrastruktur sebagai urat nadi perekonomian.

Inilah kisahnya.

Apabila suatu saat ada di antara pembaca berkunjung ke wilayah sebelah utara kabupaten Tasikmalaya, misalnya akan menuju ke pondok Pesantren Suryalaya, kecamatan Pagerageung. Sebagaimana yang beberapa waktu berselang pernah dikunjungi Prabowo Subianto. Untuk mencari dukungan tentu saja.

Bahkan kalau berniat melanjutkan perjalanan ke arah timur lagi, yakni ke obyek wisata religi Situ Panjalu, yang termasuk  wilayah kabupaten Ciamis, yang pernah dikunjungi Presiden Abdurrahman Wahid, maka tak akan salah lagi Anda akan menemukan dua jalur jalan untuk menuju ke arah tempat-tempat tersebut.

Saat keluar dari jalan nasional di pertigaan kampung Tagog, desa Pamoyanan, kecamatan Ciawi, kemudian memasuki jalan provinsi ke arah timur, maka lebih kurang satu kilometer kemudian, tepat di kampung Pasung, desa Pamoyanan, akan ditemui pula pertigaan.

Nah, di pertigaan itu kalau Anda mengikuti jalan yang lurus, alias keluar dari jalan provinsi, Anda telah memasuki jalan kabupaten yang merupakan jalan alternatif dengan tujuan ke arah pondok pesantren Suryalaya, dan obyek wisata Situ Panjalu juga.

Jangan khawatir Anda bakal tersesat, atau menemui kendala karena jalannya rusak berat, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Karena di tahun anggaran 2018 ini jalan kabupaten tersebut sudah dihotmix secara permanen.

Ihwal jalan kabupaten ini pula yang akan penulis sampaikan.

Jalan yang membentang sepanjang lebih kurang enam kilometer itu pembangunannya termasuk tersendat-sendat. Dalam tempo cukup lama baru satu kilometer saja yang diaspal. Kemudian tiga tahun terahir bertambah satu kilometer. Ditambah satu kilometer terahir manakala kita kembali memasuki wilayah pondok peantren Suryalaya.

Kenapa?

Alasan klasik Pemkab Tasik yang selalu didengar warga, tak lain dan tak bukan karena PAD (pendapatan asli daerah) yang minim. Kalaupun ada warga yang berani nyeletuk bertanya, kenapa tidak mengajukan bantuan ke pemerintah provinsi atawa pusat? Maka jawabnya berkelindan dalam ketidakjelasan.

Sehingga sisa jalan sekitar tiga kilometer lagi tetap saja rusak parah. Karena berbatu campur tanah belaka. Terlebih bila tiba musim hujan, bakal ditemui banyak kubangan air. Laiknya kolam kecil di tengan jalan.

Terlebih lagi bila memasuki kampung Sukasari, Desa Sukamaju. Anda jangan coba-coba mengendarai mobil jenis sedan, atawa sepeda motor matik. Pasalnya di sepanjang kampung itu sama sekali belum tersentuh bau aspal. Sejak jalan itu dibuat nenek moyang mereka hingga peringatan HUT ke-73 kemerdekaan negara ini kemudian.

Baru menjelang ahir tahun 2018 ini, tepatnya pada Nopember kemarin, wajah-wajah rakyat di sekitar jalur jalan itu tampak sumringah. Melalui uluran tangan Drs. H. Iyod Mintaraga, MPA, putra asli Tasikmalaya utara, anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari partai Golkar, ahirnya seluruh jalur jalan kabupaten tersebut bisa dihotmix.

Warga di kampung itu tahu pasti. Partai Golkar adalah anggota koalisi pendukung pemerintahan Presiden Jokowi. Sebagaimana dikatakan Mang Obon, karena Presiden Jokowi melalui H. Iyod juga, jalur jalan kabupaten yang melintas di kampungnya sekarang ini tak kalah bagusnya dari jalanan di kota besar.

Mang Obon pun, akunya, tak kesulitan lagi memasarkan hasil palawijanya ke pasar di kota kecamatan.

“Merdeka!” teriaknya parau, seraya menjabat tangan penulis dengat begitu eratnya.

***