"In Memorian" Haji Ande Abdul Latif, Pelopor yang Rendah Hati

Para pejabat tinggi dan pengusaha menjadi langganannya. Bahkan, ada yang datang dari Singapura dan Malaysia. Sultan Brunei Darussalam pernah pula diurus hajinya.

Senin, 25 Oktober 2021 | 20:45 WIB
0
124
"In Memorian" Haji Ande Abdul Latif, Pelopor yang Rendah Hati
Soeharto dan Ande Abdul Latif (Foto: Facebook/Rusman Madjulekka)

Manna bella lampa’na pasti mottere ji (Bahasa Makassar yang bermakna setingginya burung terbang pasti akan pulang juga ke kandangnya,),” ujar Haji Ande Abdul Latief, mengingatkan saya suatu waktu saat di kediamannya di Jl.Andi Mappanyuki, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Kalimat tersebut kembali teringat, ketika kabar duka terkirim di chat WhatsApp saya, Senin (25/10/2021) dini hari. Isinya Innalilahi…telah wafat Ande Abdul Latief di Makassar Sulawesi Selatan. “Pak Ande”, begitu ia akrab disapa, telah tunaikan tugasnya di dunia ini.

Pria kelahiran Enrekang (Sulsel), tahun 1940 yang selalu merendah dan mengaku “bukan siapa-siapa” ini, nyatanya sangat populer bahkan melebihi seorang pejabat sekalipun. “Rumahnya menjadi semacam ‘rumah aspirasi’ buat semua masyarakat mulai dari tukang becak, sopir angkot/pete-pete hingga pejabat,” kenang Awaluddin Cindeng, seorang ‘anak stadion’ yang kini bermukim di Jakarta.

Salah satu yang menarik dari sosok ‘Pak Ande’ adalah penampilannya yang sederhana dan nyentrik. Ia suka tampil apa adanya. Tak segan-segan bergabung dan menyeruak di tengah orang-orang biasa dengan penampilan apa adanya.

Setahu saya, ia kerap ‘ngaso’ di bangku panjang di seberang jalan rumahnya, berbaur dengan para pedagang yang biasa mangkal di sana. Dia tidak suka resmi-resmian. Busana favoritnya: kaus berkerah dipadu kain sarung. Pakaiannya pun tak mewah, lebih sering bersarung.

Pernah ada kejadian lucu. Seorang tentara sempat mengusik tidur Ande saat dia sedang mengaso di tempat favoritnya itu. Dengan suara berat berwibawa, tentara itu membangunkan Ande.

"Hei, di mana rumahnya Ande Latif. Saya ingin ketemu."

Dengan mimik datar, Ande membalas: "Coba saja Bapak masuk ke rumah seberang itu, nanti bakal ketemu."

Tentara itu lalu masuk ke rumah yang ditunjuk, diikuti Ande. Ketika berada di ruangan, tentara itu jadi kikuk, lantaran semua orang yang ada di rumah itu begitu hormat pada pria yang mengiringinya. Tahulah dia bahwa lelaki yang baru saja dibangunkannya ternyata orang yang dia cari. Tentara itu pun malu sendiri lalu mohon maaf.

Pelopor Haji Plus

Tercatat dalam sejarah penyelenggara perjalanan haji khusus/plus dan umroh Indonesia, adalah sosok Ande Abdul Latif sebagai pelopornya. Melalui agen perjalanan “Tiga Utama” yang didirikannya, ‘Pak Ande’ menawarkan terobosan perjalanan haji alternatif selain dari perjalanan haji reguler yang dikenal masyarakat Indonesia selama ini.

Dalam suatu kesempatan, Ande mengakui semula tidak ada dalam pikirannya, suatu saat dirinya tercatat dalam sejarah sebagai pelopor dalam agen perjalanan haji swasta, yang selama ini dimonopoli oleh pemerintah Indonesia. “Semua saya awali dari sebagai agen kecil, mengalir seperti air saja,” kenangnya.

Secara kebetulan, Ande memulai menjalankan agen perjalanan haji Tiga Utama pada tahun 1966, yang bersamaan dengan rezim Orde Baru mulai berkuasa. Dimana “angin politik” ketika itu memberikan ruang dan membuka kesempatan bagi industri jasa perjalanan swasta.

Perusahaan yang didirikan pada awal Orde Baru ini tumbuh dan berkembang melejit bak meteor. Bahkan, Tiga Utama pernah disebut-sebut sebagai biro perjalanan haji terbaik di Asia Tenggara. Pada 1990-1997, rata-rata jamaah yang bergabung dengan Tiga Utama mencapai 5.000 orang.

Para pejabat tinggi dan pengusaha menjadi langganannya. Bahkan, ada yang datang dari Singapura dan Malaysia. Sultan Brunei Darussalam pernah pula diurus hajinya. Pemerintah Arab Saudi juga menaruh kepercayaan padanya. Ia tak asing di mata pejabat di "negeri riyal" itu.

Pelopor Kebangkitan PSM

Pada tahun 1990-an klub PSM Makassar sempat ‘terpuruk’ prestasinya. Salahseorang yang peduli, Ande Abdul Latif. Meski keputusan Ande “turun tangan” menyelamatkan PSM ditentang sejumlah keluarga dan anaknya. Ketika Walikota Makassar, Amiruddin Maula saat itu “membujuk”nya untuk menangani manajemen PSM Makassar, Ande langsung mengiyakan. Dengan satu tujuan: mengahpus dahaga dengan juara Piala Presiden 1992.

“Yang paling berkesan dari beliau adalah mampu menyatukan persepsi antara pemain, suporter, masyarakat, pengurus,media massa dan pemerintah pemerintah sehingga tercipta satu visi bagaiman PSM bisa keluar sebagai juara sejak 26 tahun tidak pernah lagi juara,” kisah Syamsuddin Umar, legenda sepakbola Makassar.

Selain itu, lanjut Syam, untuk memotivasi para pemain, pelatih dan pengurus juga ia mendatangkan artis-artis yang lagi tren pada masanya serta pemuka agama dan ustas,ulama sebagai bimbingan spiritual untuk meningkatkan spirit para pemain.

“Pak Ande Latif selalu dekat dengan pemain, mendampingi dimanapun bermain serta hadiah atau bonus memompa motivasi pemain, bermain all out sehingga filosofi sepakbola Makassar bisa muncul yaitu siri’ na pacce, jiwa patriot yang pantang menyerah, “ungkap Syam sembari berharap Pak Ande selalu dikenang menjadi legacy buat keluarga dan masyarakat sepakbola Makassar.

***

1