Pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN berbuntut panjang, karena ada yang melapor ke Komnas HAM. Publik pun bertanya tujuan dan urgensi Komnas HAM dalam urusan alih status pegawai KPK karena masih banyak kasus HAM yang belum terselesaikan seperti tindakan keji teroris di Poso maupun di Papua.
Aparatur sipil negara adalah pekerjaan yang diidam-idamkan oleh banyak orang karena akan mendapat uang pensiun dan gajinya cukup tinggi. Tak heran pegawai KPK senang ketika diangkat jadi ASN. Akan tetapi mereka tentu harus menjalani tes wawasan kebangsaan sebagai syarat agar diangkat jadi ASN.
Para pegawai KPK yang tidak lolos TWK langsung mengamuk dan mengadu ke Komnas HAM. Ada 8 poin yang dipemasalahkan oleh mereka. Direktur YLBHI yang mendampingi mereka untuk menghadap ke komnas, menyatakan bahwa poin pertama adalah pembatasan terhadap HAM yang terdapat di dalam soal-soal TWK.
Kemudian, ada dugaan perlakuan yang kurang adil dalam hal kerja. Juga pelanggaran terhadap hak berserikat dan berkumpul serta pelanggaran terhadap pegiat HAM. Poin-poin ini yang dibawa agar diselesaikan oleh Komnas HAM.
Petinggi KPK sendiri terkejut mengapa pegawai yang tidak lolos TWK malah mengadu ke Komnas HAM. Pasalnya, tidak ada hubungan antara KPK dengan Komnas HAM, baik secara kelembagaan maupun bisnis. Ketika Komnas HAM cawe-cawe dalam permasalahan ini maka mereka malah dianggap ikut campur dan bukan ranah mereka untuk mengomentari masalah ini.
Petinggi KPK sudah menjelaskan bahwa tes wawasan kebangsaan adalah ujian wajib bagi semua CPNS, baik di lembaga maupun kementrian, bukan khusus untuk pegawai lembaga antirasuah ini. Tes juga objektif karena dibuat oleh lembaga negara selain KPK. Jadi tidak mungkin ada pelanggaran hak asasi atau permainan politik di balik ujian ini.
Walau masalah TWK diadukan ke Komnas HAM, tetap tidak akan mengubah pendirian para petinggi KPK. Karena para pegawai yang lolos TWK sudah diangkat jadi ASN pada tanggal 1 juni 2021. Sedangkan mereka yang tidak lolos, ada sebagian yang mendapat kesempatan kedua, dan ada yang tidak.
Tidak mungkin ada pelanggaran HAM saat pengalihan status pegawai KPK, karena buktinya mereka yang tidak lolos tes dan gagal mendapatkan kesempatan kedua, masih boleh bekerja hingga oktober 2021. Jika ada pelanggaran hak asasi maka per 1 juni 2021 mereka harus angkat kaki secepatnya. Namun masih boleh berkarya di KPK sambil mencari pekerjaan lain.
Ahmad Taufan Damanik, Ketua Komnas HAM, menyatakan bahwa sudah menjadi tugas lembaganya untuk menjaga HAM di tiap lembaga, termasuk KPK. Namun ia perlu diperingatkan agar tidak ikut campur terlalu dalam pada permasalahan ini. Karena Komnas HAM tidak boleh melakukan intervensi, dan jika itu tetap dilakukan akan melanggar etika kesopanan.
Sebaiknya mereka menerima pengaduan pegawai KPK tetapi tidak usah menggeruduk kantor KPK. Penyebabnya karena jika melakukan hal ini akan seperti anak kecil yang dibela oleh ibunya saat dinakali oleh temannya. Biarkan para pegawai KPK yang tidak lolos tes berproses menjadi dewasa dan ikhlas dalam menjalankan keputusan ini, serta tidak sedikit-sedikit mengadu.
Komnas HAM memang sebuah lembaga besar tetapi tidak bisa ikut campur dalam permasalahan lembaga lain, termasuk KPK. Jika ada yang mengadu maka terserah mereka, tetapi tetap tidak akan mengubah status mereka. Ujian TWK sangat fair dan objektif, sehingga tidak mungkin ada pelanggaran hak asasi manusia di dalamnya. (Abdul Syukur)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews