Perubahan merupakan suatu hal yang biasa kita alami dari hari ke hari, termasuk perubahan pola pikir. Beberapa fenomena dapat menjadi pengaruh dalam perubahan tersebut, seperti perkembangan zaman. Kita mungkin tidak menyadari adanya perubahan itu, namun Allan Bloom berhasil menyadari suatu perubahan dan menuangkan kritiknya ke dalam sebuah buku. Allan Bloom merupakan seorang filsuf Amerika dan penulis asal Indianapolis yang lahir pada tahun 1930. Lahirnya Allan Bloom ke dunia juga melahirkan pemikiran-pemikiran hebatnya tentang dunia. Ia mendapatkan gelar Ph.D. dari Universitas Chicago pada tahun 1955 dan menjadi salah satu profesor di universitas tersebut. Namanya sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Amerika karena pemikiran-pemikiran kontroversialnya yang ia tuang dalam buku garapannya, The Closing of the American Mind: How Higher Education Has Failed Democracy and Impoverished the Soul of Today’s Students, pada tahun 1987. Buku yang ditulis oleh Allan Bloom ini memuat tentang fenomena yang terjadi pada pelajar Amerika di abad ke-20, salah satunya adalah Nihilisme.
Education is the movement from darkness to light. -Allan Bloom
Allan Bloom memiliki argumen bahwa terjadi krisis intelektual, sosial dan politik, yang melanda pelajar Amerika pada abad tersebut. Kecanggihan teknologi, revolusi seksual, dan percampuran budaya di dalam kurikulum menjadikan pelajar yang tidak bernilai. Mendidik pelajar untuk berpikir bukan lagi tujuan universitas-universitas dan hal ini menciptakan pelajar yang tak acuh terhadap sejarah. Nihilisme, yang pada dasarnya adalah anarkis intelektual dan moral, telah menyebar di kalangan pendidikan Amerika. Paham tersebut melekat erat dengan kebebasan yang mana dikatakan oleh Nietzsche bahwa tidak adanya kebenaran dan civitas sejati yang dapat disampaikan. Kepercayaan bahwa semua nilai ditimbang dengan berat yang sama dan pelajar tidak lagi memercayai atau memiliki ambisi apapun adalah hal-hal yang dilihat oleh Bloom mengenai paham Nihilisme yang menyebar di pelajar Amerika. Akibatnya, mereka tidak lagi berambisi dalam mengejar kebenaran, namun memilih menjadi “open-minded”. Keterbukaan itu berujung pada kurangnya atau bahkan hilangnya pemikiran kritis. Bloom juga berpikir bahwa terdapat kegagalan moral di balik fenomena ini, seperti standar edukasi yang rendah. Kegagalan moral ini memengaruhi para pelajar dan banyak pendidik yang gagal dalam pemberantasan isu tersebut.
Perubahan pola pikir yang telah terjadi di pelajar Amerika pada abad ke-20 mungkin sedang dialami oleh pelajar di negara kita di era modern ini. Lunturnya moral pelajar di era ini tidak dapat kita sanggah sebagaimana yang diberitakan di media, seperti siswa melawan guru dan lain sebagainya. Sikap ini dapat dipengaruhi dari mana saja dan internet memegang peran besar dalam kehidupan pelajar di era sekarang. Pasalnya, arus globalisasi dan kecanggihan teknologi yang kita miliki sekarang mampu menyebarkan suatu informasi dengan cepat dan mudah. Kemudahan dalam mengakses segala hal di internet dan membaca setiap informasi yang ada, sama halnya dengan paham Nihilisme yang mungkin telah merajalela. Namun, dapatkah kita memilah informasi tersebut dan memprosesnya terlebih dahulu? Atau kita langsung meyakini sebelum mengetahui kebenaran dan dampak dari apa yang kita baca? Setiap orang mendambakan kebebasan dan sudah sepatutnya kita mendapatkan itu. Yang perlu digaris bawahi adalah kebebasan yang kita inginkan tetap dalam batasan norma yang berlaku di kehidupan kita. Menjadi “open-minded” bukan berarti menerima dan meyakini semua pemikiran itu benar, tetapi keterbukaan pikiran dalam melihat suatu hal. Suatu permasalahan harus dilihat dari kacamata berbagai pihak dan tidak menghakimi pihak yang kurang sesuai dengan kita. “Open-minded” dan berpikir kritis adalah gabungan dari dua hal yang wajib kita tanam dalam pikiran kita.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews