Mestinya yang harus ditelusuri siapa yang mengerahkan anak-anak itu dalam aksi-aksi. Siapa yang merusak jiwa anak-anaknya dengan doktrin beragama yang keras.
Teman saya Denny Siregar dilaporkan ke polisi. Karena tulisan di FB, yang mengkhawatirkan anak-anak kecil yang sudah dididik agama garis keras. Agama yang anti toleransi.
Apa yang dikisahkan Denny adalah semacam kegundahan bahwa wajah Islam belakangan yang tampil menguasai ruang publik adalah wajah yang gahar. Wajah yang penuh kekerasan. Bahkan seringkali memggunakan kalimat suci "Allahuakbar" untuk menghardik.
Wajah seperti ini bukan saja ditampilkan orang dewasa. Tetapi juga anak-anak.
Masih ingat kan, kasus Pilkada Jakarta kemarin. Serombongan anak-anak pawai sambil meneriakkan bunuh Ahok. Betapa memgerikan.
Bukan hanya itu. Pelibatan anak-anak dalam demo-demo bernuansa agama juga sering terjadi. Padahal kita punya UU Perlindungan anak. Tapi orang dewasa yang mengeksploitasi anak-anak itu gak pernah diseret ke jalur hukum.
Saat demo, mereka mendadani anak-anak kecil dengan pakaian ala yang nuansanya agak ke ISIS-ISIS-an.
Misalnya dalam foto ilustrasi yang diunggah Denny di akun Facebooknya, dia menampilkan anak-anak yang dibalut pakaian hitam. Menggunakan ikat kepala bertuliskan mirip bendera HTI. Juga menenteng bendera HTI. Organisasi setara PKI yang keberadaanya haram di Indonesia.
"Itu lambang panji Nabi," kilah mereka.
Sudahlah. Bentuk dan warna panji Nabi, sampai sekarang masih dalam berdebatan. Ada yang bilang hitam, putih, kuning, hijau. Ada yang bilang bertuliskan kalimat syahadat. Ada juga yang meyakini polos saja tampa tulisan.
Lagipula panji atau bendera pada zaman Nabi hanya dikibarkan sebagau pertanda pasukan perang. Dikibarkan untuk peperangan. Bukan dikibas-kibaskan saat damai.
Nah, anak-anak yang ditampilkan Denny itu dalam foto yang diambil dari internet, sedang berfoto bersama membawa bendera HTI. Bendera organisasi teroris yang di banyak negara dilarang keberadaanya.
Jadi kegundahan Denny beralasan. Kita tahu, teroris juga menggunakan anak-anak sebagai pasukan perangnya. Bom bunuh diri di Surabaya benerapa waktu lalu, juga melibatkan anak-anak.
Mestinya yang harus ditelusuri siapa yang mengerahkan anak-anak itu dalam aksi-aksi. Siapa yang merusak jiwa anak-anaknya dengan doktrin beragama yang keras. Orang tua mana yang mengizinkan anaknya diseret dalam kubangan isu yang mereka sendiri belum mengerti.
Sebagai orang tua yang juga punya anak, Denny menghawatirkan masa depan anak-anak yang sejak kecil dijejali doktrin seperti ini. Ia menuliskan kekhawatirannya di halaman media sosialnya.
Dan sialnya. Kini orang-orang tua yang sering membawa anak-anak dalam aksi politisasi agama, malah mempermasalahkan tulisan itu. Mempermasalahkan foto yang diunggah Denny.Sudah jadi rahasia umum. Negeri ini darurat teroris. Makanya kita punya lembaga seperti BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Negeri ini akan rusak jika kita membiarkan saja mereka berulah. Bahkan meracuni pikiran anak-anak dengan doktrin beragama yang penuh kekerasan.
Denny memperingatkan kondisi itu. Sebuah peringatan penting agar bangsa kita tidak kejeblos dalam kubangan seperti Syuriah, Irak atau Libya. Disana anak-anak adalah mahluk yang paling menderita.
Eko Kuntadhi
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews