Menolak Ide Ngawur Halal Bi Halal di MK

Kalaupun ingin mendoakan agar dukungannya lolos, tidak perlu sampai datang ke MK karena hal tersebut justru akan mengganggu jalannya proses pengambilan keputusan.

Senin, 24 Juni 2019 | 12:17 WIB
0
313
Menolak Ide Ngawur Halal Bi Halal di MK
Hamdan Zoelva (Foto: Merdeka)

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menolak adanya aksi massa ke jalan saat sidang putusan sengketa Pilpres 2019 yang ‘dibungkus’ dengan istilah halal bi halal.

Terlebih jika istilah tersebu digunakan untuk memobilisasi massa, tentu label halal bi halal ini ditakutkan akan mengulang pengalaman kericuhan 21 - 22 Mei lalu.

“Halal bi halal di rumah sajalah, untuk apa juga halal bi halal di lapangan begini, jadi kita biasakan diri hidup bernegara dengan menghormati diskusi – diskusi negara,” tutur Hamdan.

Dirinya juga menghimbau kepada seluruh pihak untuk menunggu putusan pengadilan dengan damai dan tertib. Dia berharap tak ada lagi aksi inkonstitusional yang mengganggu jalannya persidangan.

“Ya, tunggu sajalah putusan pengadilan, ya. Karena itulah lembaga negara yang diberikan konstitusi untuk memutuskan masalah – masalah seperti ini,” tuturnya.

Ia pun sadar bahwa unjuk rasa merupakan hal biasa dan diatur dalam undang – undang. Namun, Hamdan mengingatkan bahwa aksi unjuk rasa harus mengedepankan kedamaian. Namun apabila unjuk rasa berpotensi terjadi ricuh, tentu tidak bisa dibenarkan.

Sebelumnya, ajakan aksi super damai di MK sempat ramai di media sosial. Dalam ajakan itu, Massa disebutkan berkumpul di MK mulai dari 26 hingga 28 Juni mendatang.

Tak jauh berbeda, Cendekiawan muslim Azyumardi Azra meminta agar Persaudaraan Alumni (PA) 212 berhenti menggunakan istilah acara keagamaan untuk tujuan politik. 

Untuk diketahui, PA 212 berencana mengadakan aksi massa untuk mengawal sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) sekaligus halal bi halal di sekitar gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada 25 hingga 28 Juni mendatang.

“Aksi massa itu. Bukan halal bi halal atau silaturahmi. Sebaiknya berhenti memelintir istilah – istilah acara keagamaan untuk politik dan kekuasaan,” tutur Azyumardi.

Azyumardi menghimbau agar tak ada pengerahan massa jelang dan saat sidang putusan PHPU. Karena, lanjutnya, mobilsasi massa berpotensi memunculkan anarkistis.

“Agar semua pihak menunggu keputusan MK dengan damai. Tidak perlu lagi memobilisasi massa untuk unjuk rasa yang bisa menimbulkan kegaduhan dan kekerasan,” tutur Azyumardi.

Menurutnya masyarakat sudah sangat lelah dengan suguhan kegaduhan politik. “Rakyat sudah capek dengan kegaduhan politik apalagi dengan membawa agama,” tuturnya.

Sebelumnya juru bicara PA 212 Novel Bamukmin menyampaikan rencananya, bahwa GNPF dan beberapa organisasi lainnya hendak memobilisasi massa untuk mengawal sidang putusan PHPU. Selain itu, pada kesempatan yang sama juga akan dilakukan kegiatan halal bi halal.

Novel menyebutkan bahwa aksi tersebut adalah kesepakatan ijtima’ Ulama. “Karena juga masih bulan syawal ya kita buat sekalian halal bi halal disana. Itu kan ijtima’ ulama, bukan hanya satu ulama saja. Ijtima’ ulama itu kita selalu mengikuti keputusan para ulama,” jelasnya.

Novel pun mengaku bahwa aksi kawal sidang MK bertajuk ‘Kawal Terus Sidang MK Tentang Pilpres Curang’ tersebut mendapatkan dukungan dari Imam Besar FPI Habib Rizieq.

Namun sepertinya pemerintah tidak ingin kericuhan pada 21 – 22 Mei terulang. Rencana aksi damai oleh PA 212 itupun terancam batal, karena tidak diizinkan oleh pihak kepolisian.

Polda Metro Jaya menyatakan akan melarang aksi halal bi halal akbar sebab hal itu berpotensi mengganggu persindangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pilpres yang berlangsung di Gedung MK.

“Sudah jelas di depan MK kita nggak izinkan disitu,” tutur Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono.

Aksi berlabel halal bi halal tersebut tentu akan rawan oleh penyusup, masyarakat Indonesia bisa mengawal jalannya persidangan dirumah karena untuk mengetahui jalannya persidangan tidak harus datang ke MK.

Kalaupun ingin mendoakan agar dukungannya lolos, tentu tidak perlu sampai datang ke Mahkamah Konstitusi, karena hal tersebut justru akan mengganggu jalannya proses pengambilan keputusan.

Dalam hal ini sangat penting kiranya bagi para elite politik untuk meredam aksi masa yang mengarah kepada gerakan inkonstitusional, Jokowi dan Prabowo sudah bersepakat untuk tetap berteman pasca Pilpres, hal ini tentu harus disikapi bahwa dalam berdemokrasi tidak boleh melahirkan perpecahan antar sesama.

***