Sebenarnya saya tak terlalu tertarik menulis soal politik. Alasannya simpel karena saya merasa politik rumit dan paling-paling tulisan saya tidak ada yang membaca, haha. Analisa saya pun paling juga tak ada yang melirik.
Meski demikian, saya memang suka mengamati perkembangan politik. Alasan lain, sebagai wartawan, saya harus hati-hati karena berpeluang dianggap tidak netral dan memihak pihak tertentu.
Tapi, kali ini saya ingin menulis soal politik. Politik lokal. Yakni soal Pemilihan Wali Kota Solo tahun depan. Ya, kota asal Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini bakal menggelar Pilwalkot tahun 2020.
Kenapa saya ingin menulis soal ini? Tak lain karena saat ini sedang ramai soal dua anak Jokowi yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep yang masuk dalam bursa calon wali kota Solo. Masuknya nama Gibran dan Kaesang berdasarkan hasil survei Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo yang dipublikasikan pada Kamis, 25 Juli 2019. Nah, Unisri ini adalah kampus tempat saya kuliah dulu.
Bagi orang di luar Solo, nama Unisri tidaklah terlalu populer. Sebagai kampus swasta, Unisri masih kalah populer dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Cek saja, tidak semua orang di luar Solo akan tahu bahwa Unisri adalah sebuah kampus di Solo. Kini, mungkin saja Unisri lebih dikenal luas setelah merilis hasil survei yang memunculkan nama Gibran dan Kaesang. Promosi yang tepat, heheh.
Tidak sekedar Unisri adalah kampus saya saat kuliah, salah satu pelaku survei yang dilakukan Unisri adalah kawan saya. Ia menjadi asisten dosen di Unisri sekaligus mahasiswa S2.
Ceritanya, beberapa waktu lalu ia main ke rumah dan bercerita soal survei yang dilakukan itu. Ia mendapat wilayah survei di Kecamatan Laweyan. Karena setidaknya dua alasan itulah saya akhirnya tertarik untuk menulis soal politik kali ini.
Kembali ke soal masuknya nama Gibran dan Kaesang di bursa calon wali kota Solo tadi. Pilwalkot Solo 2020 memang menarik. Penyebabnya, dalam Pilwalkot ini, petahana atau Wali Kota Solo saat ini, FX Hadi Rudyatmo tak bisa mencalonkan lagi sebagai Wali Kota.
Meski di periode pertama, 2010-2015 ia naik menjadi Wali Kota karena mengisi kekosongan kursi Wali Kota yang ditinggal Joko Widodo (Jokowi), periode jabatan itu sudah dihitung sebagai Wali Kota karena masa jabatan wali kota yang diteruskan lebih dari 2,5 tahun.
Jadi, FX Hadi Rudyatmo dihitung sudah dua kali jadi Wali Kota Solo sehingga tak boleh nyalon kembali jadi wali kota, sesuai peraturan perundang-undangan. Kecuali FX Hadi Rudyatmo maju sebagai calon wakil wali kota, ia masih diperbolehkan.
FX Hadi Rudyatmo atau Rudy bukan orang sembarangan. Di Kota Solo, ia adalah tokoh berpengaruh. Selain hubungannya yang baik dengan Jokowi sejak Jokowi masih jadi Wali Kota Solo, Rudy adalah orang lapangan. Pendeknya, ia kuat dalam strategi politik. Ia sudah memimpin PDIP Solo selama 20 tahun. Baru saja ia ditetapkan menjadi Ketua DPC PDIP Solo untuk kelima kalinya.
Kesuksesan Rudy juga dibuktikan dengan mampu membawa PDIP menguasai 50 persen lebih kursi DPRD Solo. Di Pileg 2014, PDIP Solo menguasai 24 kursi dari 45 kursi DPRD Solo. Sukses itu terulang di Pileg 2019 ini.
Oleh karena itu, ketika Rudy tak bisa maju lagi, maka Pilwalkot Solo 2020 diperkirakan bakal menarik. Hal ini karena dalam Pilkada, sosok figur akan sangat menentukan. Meski PDIP menguasai 50 persen kursi lebih, jika salah memilih calon bukan tidak mungkin PDIP bisa kehilangan kursi wali kota.
Berangkat dari hal itu, munculnya figur baru dalam Pilwalkot Solo sangat terbuka. Lantas apakah jika benar-benar maju sebagai calon wali kota, Gibran atau Kaesang berpeluang menang?
Melihat peta politik saat ini, peluang Gibran atau Kesang untuk menang menurut saya sangat tinggi. Pertama, Gibran dan Kaesang diuntungkan dengan nama besar ayahnya. Terlebih di Solo, kota kelahiran Jokowi. Jika Gibran atau Kaesang maju, warga Solo pendukung Jokowi akan sangat besar kemungkinan mendukung Gibran atau Kaesang berdasarkan rekam jejak ayahnya.
Faktor kedua adalah jika Kaesang atau Gibran didukung PDIP yang dimotori FX Hadi Rudyatmo, maka potensi kemenangannya akan semakin besar. Gibran atau Kaesang punya modal elektabilitas, sementara Rudy berpengalaman dalam politik di lapangan.
Meski Gibran atau Kaesang kurang memahami soal pemerintahan, hal itu mungkin tak jadi soal bagi sebagian orang. Toh, Jokowi dulu suksses jadi wali kota meski sebelumnya bukan orang pemerintahan. Kira-kira begitu.
Lantas apakah Gibran atau Kaesang bersedia maju menjadi calon wali kota? Kata orang, dalam politik semua kemungkinan bisa terjadi. Pun mungkin saja Gibran atau Kaesang masuk ke dunia politik. Beberapa waktu lalu, Jokowi juga menyatakan ia tak melarang anaknya masuk ke dunia politik.
Tetapi, saya pikir Gibran atau Kaesang bahkan Jokowi mungkin akan berpikir dua kali untuk merestui anaknya maju dalam Pilwalkot 2020. Penyebabnya, Jokowi masih jadi Presiden hingga 2020. Andaikata Gibran atau Kaesang maju menjadi calon wali kota dan menang, bisa kita bayangkan relasi apa yang terjadi. Jokowi sebagai Presiden bakal berinteraksi dengan anaknya sendiri yang jadi wali Kota Solo. Saya tak yakin Jokowi menginginkan posisi ini.
Bagi saya, Jokowi mungkin akan lebih mencari figur yang ia dukung dan bukan berasal dari keluarganya. Gibran atau Kaesang bisa maju saat Jokowi sudah lengser.
Tapi apakah akan begitu?
Kita lihat saja nanti.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews