Berebut Kursi Ketua MPR

Kalau tidak ada kata mufakat dalam perebutan jabatan ketua MPR, maka akan ada sistem paket dalam pemilihan ketua MRP seperti pada 2014 yang lalu. Artinya bakal terjadi voting.

Senin, 22 Juli 2019 | 15:13 WIB
0
439
Berebut Kursi Ketua MPR
Muhaimin Iskandar dan Surya Paloh (Foto: Liputan6.com)

Ketua MPR sangat strategis, terlebih lagi secara ketatanegaraan dia bisa memakzulkan Presiden. Wajar kalau kursi Ketua MPR diprebutkan oleh partai-partai politik yang ingin menempatan orangnya di sana.

Sekarang partai-partai koalisi pemerintah seperti Golkar dan PKB berebut jabatan ketua MPR. Partai non koalisi pemerintah, seperti Gerindra, PAN dan Demokrat juga mengincar kursi ketua MPR.

Kalau kursi ketua DPR sesuai revisi UU-MD3 tentang DPR, MPR dan DPD, maka kursi ketua DPR dijabat atau jatah pemenang pileg. Dalam hal ini kader PDIP yang akan menjadi ketua DPR. Namun, untuk jabatan ketua MPR tidak diatur seperti kursi ketua DPR tersebut. Hal inilah yang menjadikan kursi MPR menjadi rebutan banyak partai.

Lobi-lobi dan kasak-kusuk mereka lakukan untuk memperoleh dukungan. Ketua PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sangat menginginkan menjadi ketua MPR. Cak Imin melakukan lobi-lobi untuk memperoleh atau memuluskan menjadi ketua MPR. Untuk usahanya itu Cak Imin menenui ketua Nasdem Surya Paloh di kantornya Gondangdia, Jakarta Pusat Senin (22/7/2019).

Tentu pertemuan itu bukan pertemuan biasa atau sekedar mengucapkan ulang tahun saja, tapi ada lobi-lobi terkait jabatan ketua MRP. Apalagi ketua Nasdem Surya Paloh pernah mengatakan, "Cak Imin memang sosok orang yang merasa paling pantas."

Cak Imin sekalipun kecil-jangan ditanya soal kelincahan dan manuvernya. Mahfud MD gagal jadi cawapres Jokowi juga karena manuver Cak Imin.

Sebenarnya antara PKB dan Nasdem perolehan suara di DPR pada pileg 2019 Nasdem lebih banyak kursinya di DPR. Begitu juga, antara Gerindra dan Golkar-pada pileg 2019 Golkar lebih banyak mendapatkan kursi di DPR.

Kalau mengikuti etika atau kepantasan, harusnya Golkar dan Nasdem yang lebih berhak dibanding PKB dan Gerindra.

Gerindra juga ngotot pengin jabatan ketua MPR. Padahal Gerindra kalah, sekalipun dalam Pileg nomor 3 di bawah Golkar.

Golkar juga ngotot dan merasa partainya yang paling berhak atas jabatan ketua MPR karena sebagai pemenang kedua setelah PDIP.

Kalau tidak ada kata mufakat dalam perebutan jabatan ketua MPR, maka akan ada sistem paket dalam pemilihan ketua MRP seperti pada 2014 yang lalu. Artinya bakal terjadi voting.

Kalau mekanisme pemilihan lewat voting, maka lobi-lobi antar partai pasti akan terjadi.

***