Syukurlah. Beberapa exit poll dari pemilih di Luar Negeri rata-rata memberikan posisi bagus pada PSI. Bahkan di beberapa negara, suara PSI merajai.
Teman saya bingung. Mungkin karena kemalasanya. Ia masih belum tahu apa atau siapa yang nanti dia coblos.
Kalau soal memilih Presiden pilihannya sudah pasti : Jokowi. Tapi masalahnya pada pemilihan legislatif. "Saya gak ada yang kenal Calegnya," begitu alasannya.
Saya rasa banyak orang seperti teman saya. Bingung mau pilih siapa untuk DPR-RI, DPRD I, DPRD II dan DPD. Dia takut salah pilih. Sementara Calegnya gak ada yang dikenal.
Idealnya memang kita kenal calegnya. Kita tahu latar belakangnya. Memahami track recordnya. Juga kualitas, integritas dan komitmennya. Tapi masalahnya di satu dapil jumlah Caleg bisa ratusan. Plus Caleg DPRD I dan II. Pasti pusing kalau melototi satu-satu.
Bagi yang mau bersusah payah mencari informasi tentang profil Caleg itu sangat bagus. Bagaimana kalau kita gak punya waktu dan ruang yang cukup untuk mencari informasi?
Sebetulnya simpel. Kalau kita yakin menjatuhkan pilihan Capres pada Jokowi, tentu saja partai yang kita pilih adalah koalisi pendukung Jokowi. Alasannya simpel. Jokowi sebagai Presiden nanti gak bisa kerja sendiri. Ia harus didampingi partai yang menghiasi kursi legislatif.
Bukan apa-apa. Berbagai kebijakan eksekutif membutuhkan approval dari legislatif. Bayangkan kalau anggota DPR-nya dikuasai orang yang gak jelas, akan susah Jokowi bekerja.
Tapi partai pendukung Jokowi banyak. Terus mau pilih yang mana?
Gini deh. Tanyakan pada nuranimu, apa yang engkau kehendaki dari bangsa ini. Apa gambaran Indonesia masa depan yang kita inginkan?
Apakah kita ingin bangsa ini terkoyak-koyak dengan diskrimanasi dan intoleransi? Saya rasa orang waras manapun tidak menginginkan itu. Hanya orang gila saja yang ingin bangsa ini dipisahkan karena perbedaan ras dan agama.
Cari partai mana yang paling berani menyuarakan soal intoleransi. Cermati sikap kepartaiannya. Bukan hanya sikap orang per orang.
Apakah kita ingin bangsa ini terus bergelimang korupsi? Sejak dulu ratusan anggota legislatif digiring ke penjara. Reformsasi malah membuat mereka berfoya-foya di atas amanah yang kita titipkan. Mereka yang mestinya mewakili kepentingan kita malah memperkaya diri dengan menjadi calo proyek. Posisinya di legislatif digunakan untuk merampok uang rakyat.
Carilah partai yang paling keras menentang korupsi. Bukan cuma teriak. Tetapi partai yang mempersiapkan sistem dan mekanisme melawan korupsi.
Intoleransi dan korupsi adalah dua masalah besar yang menghancurkan bangsa ini. Keduanya musuh bersama yang harus diperangi.
Turunan dari intoleransi adalah munculnya Perda-perda bernuansa agama. Agama bukannya diposisikan sebagai basis moral malah ditarik-tarik untuk kepentingan politis. Rakyat Indonesia yang plural dipaksa hidup dalam aturan satu agama.
Ini berbahaya buat masa depan kita. Aturan Perda syariah atau perda injili sesungguhnya merupakan penghianatan terhadap Indonesia. Aturan itu mengencingi makna Bhineka Tunggal Ika yang selama ini kita junjung tinggi.
Jika kita mau membersihkan ekses intoleransi kita perlu mencari partai yang paling keras menentang Perda diskriminatif berbasis agama.
Terakhir yang juga penting. DPR-RI sekarang adalah parlemen dengan kinerja paling buruk. Absensi payah. UU yang dihasilkan hanya 10 persen dari target. Mereka seperti makan gaji buta.
Kalau saya sih, lebih baik mengusahakan wajah baru. Wajah yang memberi harapan adanya perbaikan politik kita di masa depan. Bukan lu lagi, lu lagi.
Setidaknya saya merasa sedang memperbaiki sesuatu untuk bangsa ini. Belum terbukti memang perbaikan itu. Tapi harapan untuk jadi lebih baim terbuka lebar. Bukan hanya melanggengkan yang sudah bobrok.
Harapan itu kini ada pada PSI. Bukan cuma saya yang ngomong. Banyak tokoh besar yang juga menaruh harapan pada PSI. Goenawan Mohamad, Abdillah Toha, Mari Elka Pangestu, Mochtar Pabotingi, Faisal Basri, Ayu Utami dan Wimar Witoelar adalah nama besar yang terang-terangan mengendorse PSI.
Di kalangan muda Hanung Bramantyo, Erns Prakarsa, Winky, Dee Lestari, Glen Fredly, Laksmi Pamuncak, Tompi, Nia Dinata adalah orang di luar partai yang menginginkan PSI bisa duduk di Senayan.
Bahkan komika seperti Tretan Muslim dan Choki atau Yosi Project Pop juga berharap pada PSI.
Maksud saya begini. Memilih Caleg itu idealnya kita tahu orangnya. Kenal rekam jejak dan kualitasnya. Tapi kalau kita masih bingung siapa Calegnya, ya pilih saja partainya. Cari partai yang ideologi dan perjuangannya cocok sama kita. Itu saja. Gampang.
Syukurlah. Beberapa exit poll dari pemilih di Luar Negeri rata-rata memberikan posisi bagus pada PSI. Bahkan di beberapa negara, suara PSI merajai.
Artinya, kita punya harapan nanti ada anak muda cerewet yang memekakka telinga para politisi karatan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews