Wajah-wajah penuh amarah, tegang, sayu, dan pucat. Bukan wajah-wajah penuh kegembiraan layaknya orang-orang yang merayakan kemenangan.
Masyarakat kita mengenal istilah "kesurupan". Penyebabnya kalau secara psikologis bisa dikarenakan depresi, banyak pikiran atau halusinasi. Tetapi ada juga dari sisi spiritual karena gangguan jin atau dedemit penunggu suatu tempat.
Orang yang "kesurupan" biasanya tatapan matanya kosong atau hampa. Raut wajahnya lesu dan biacaranya meracau atau ngomyang dalam bahasa Jawa. Tetapi orang "kesurupan" juga mempunyai tenaga dua kalilipat dari keadaan normal. Makanya sering kali menangani orang "kesurupan" dipegangi oleh beberapa orang untuk membuat tenang. Karena sering meronta-ronta dan kadang malah bikin kalat kabut yang waras.
Dan sebagai obat penawar untuk menyembuhkan orang "kesurupan", masyarakat kita sering membacakan ayat-ayat suci atau di ruqiyyah untuk mengusir jin atau dedemit yang dianggap merasuki badannya. Dan setelah tersadar,oarang yang "kesurupan" seoalah-olah tidak tahu apa yang telah terjadi pada dirinya.
Hanya saja fenonema "kesurupan" sekarang tambah makin rumit. Kenapa? Karena ada istilah "kesurupan massal". Penyebabnya sebenarnya dari satu orang yang awalnya "kesurupan" tetapi bisa merembet atau menjalar kepada orang yang ada di sekitarnya atau di sekililingnya.
Jadi satu orang "kesurupan" bisa mempengaruhi yang lain jadi ikut-ikutan "kesurupan". Biasanya "kesurupan massal" terjadi di sekolah-sekolah atau terjadi pada karyawan atau pegawai pabrik.
Nah, dalam jagad politik tanah air sekarang juga terjadi "kesurupan massal". Tak kalah ramainya dan heboh. Karena "kesurupan massal" dalam politik lebih parah dan ganas dari "kesurupan massal" yang bukan karena politik. Dibacakan ayat suci atau Kursi jin dan dedemit sudah pada minggat atau kabur. Tetapi "kesurupan massal" karena politik tidak mempan dibacakan ayat suci. Bahkan dilempar kursi malah jadi rebutan.
Penyebab "kesurupan massal" hanya gara-gara kalah dalam pilpres menurut versi quick count atau hitung cepat. Sang capres tidak terima kalah dalam hitung cepat yang dirilis oleh banyak lembaga survei. Malah meracau atau ngomyang tidak jelas dengan menuduh lembaga survei tersebut abal-abal dan harus diusir untuk tinggal di Antartika. Bukan sebaliknya? Bahkan deklarasi sampai tiga kali plus sekali "syukuran kemenangan" untuk menyatakan kemenangannya. Seperti minum obat tiga kali sehari.
Awal mulanya yang "kesurupan" satu orang. Tetapi akhirnya merembet atau menjalar kepada orang-orang di sekitarnya. Bahkan karena "kesurupan" sampai bingung menentukan arah kiblat untuk sujud syukur. Anehnya, disekitarnya banyak tokoh-tokoh agama yang menganut aliran ruqiyyah. Tetapi bukan memberi pencerahan atau mengobati, malah tokoh-tokoh agama ini juga ikut terkena "kesurupan massal" akibat pengaruh jin dan dedemit yang awalnya merasuki satu orang.
Wajah-wajahnya penuh amarah, tegang,sayu, pucat dan tertunduk lesu. Bukan wajah-wajah penuh kegembiraan atau kebahagiaan layaknya orang-orang yang merayakan kemenangan.
Inilah "kesurupan massal" dalam jagad politik tanah air. Sehat dan waras itu mahal harganya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews