People Power Lambemu Ndower

Rakyat ingin pesta demokrasi sesuatu yang biasa saja. Jumlah mereka lebih banyak daripada yang berpandangan negatif.

Kamis, 18 April 2019 | 00:09 WIB
0
800
People Power Lambemu Ndower
Prabowo Subianto dan pendukung (Foto: Inisiatifnews.com)

Sejatinya people power, adalah seperti yang dilakukan pemilik suara ke TPS-TPS dalam demokrasi yang disebut Pemilu. Bukan seperti nyinyiran Amien Rais, sebagaimana dikatakan Abraham Lincoln, the ballot is stronger than the bullet. Suara lebih kuat dari peluru.

Tentu saja suara yang diberikan rakyat, sebagai pemegang kedaulatan, kepada orang-orang yang dipercaya duduk di kursi Presiden dan Legislatif. Bukan people power sebagai peluru menembak pemerintah. Tetapi mencari yang kita percaya mengurusi dan mewakili kita, dalam menjalankan hajad hidup bersama, berbangsa dan bernegara.

Sekitar satu jam berada di TPS lingkungan saya tinggal. Dari mendaftar, menunggu, ke kotak suara hingga mencelupkan jari ke tinta, terus keluar area. Yang terlama adalah menunggu. Proses pencoblosan (yang saya lakukan) hanya sekitar tiga menit. Singkat banget? Sebelum ke TPS, saya sudah dapat suara langit semalam. Waktu menunggu, saya gunakan melihat caleg-caleg di DPD dan DPR. Tak ada yang saya kenal.

Saya bocorkan ke Anda. Untuk Capres, Anda tahu pilihan saya. Untuk DPD saya coblos GKR Hemas. Untuk DPRD Tingkat II, Tingkat I, dan Nasional, merem saya coblos gambar Partai nomor 11, PSI (Partai Solidaritas Indonesia). Karena saya kenal caleg-caleg PSI? Sama sekali tidak, seperti telah saya sebut sebelumnya.

TPS lingkungan saya, aman dan damai. Shalat subuh berjamaah? Beberapa tetangga lebih suka shalat jamaah ke masjid. Tapi lebih banyak yang shalat berjamaah di rumah, karena tak kalah mulia sebagaimana ajaran Kanjeng Nabi juga. Jadilah tak ada dapur umum, dan tak bisa menunut makan gratis di situ.

Semalam ikut ngobrol-ngobrol dengan KPPS dan para petugas lainnya sembari ketawa-ketawa. Tentu pilihan kami beda-beda, meski kebanyakan mereka terbuka dan bangga memilih Jokowi. Kematangan rakyat dalam berdemokrasi, sebenarnya nyata ada.

Pada dasarnya, orang baik dan biasa saja, selalu lebih banyak. Ingin hidup aman dan damai, tenang dan bahagia. Pilpres dan Pileg, ya, seperti jika mereka nonton pertandingan MU vs Liverpool, Real Madrid vs Barcelona. Tapi sebagaimana kita sekolah dulu, gara-gara 2 atau 3 anak yang nakal banget, satu kelas yang jumlahnya 30-an anak kena getahnya. Kelasnya dikenal sebagai kelas brengsek.

Rakyat ingin pesta demokrasi sesuatu yang biasa saja. Jumlah mereka lebih banyak daripada yang berpandangan negatif. Elitenya saja yang sok tahu, sok pintar. Nyatanya kesiapan dan kinerja mereka brengsek. Mengajak jangan golput, mbasan rakyat berbondong-bondong datang, mereka tidak siap, atau malah menelikung.

Sistem verifikasi pemilih (salah satu penyebab pemilih kehilangan hak suara) masih jadul dan ribet. Dari sisi teknologi, sebenarnya bisa meniru model pembelian tiket di PT KAI, yang bisa diakses di mana saja. Di stasiun (atau katakan TPS), mereka tinggal memindai barcode masing-masing.

Oh, ya, tadi saya pakai t-shirt item. Tidak nurut ajakan Jokowi-Ma’ruf. Tapi saya milih Jokowi. Karena? Karena nggak milih Prabowo!

***