Tiga ibu-ibu diciduk karena terang-terangan berbohong, menyebar fitnah kepada para tetangganya dari rumah ke rumah. Mereka bahkan memvideo sendiri aksinya. Sungguh heroik dan militan sekali ya mereka.
Sebagian emak-amak memang begitu. Mereka akan sangat bersemangat beraksi dan tak tanggung-tanggung beraksi. Bahkan mereka tega melakukan hal yang naif sekalipun kalau sudah loyal. Termasuk berbohong dan menyebarkan kebencian.
Sebelumnya satu emak pendukung salah satu Paslon, Ratna Sarumpaet, mengaku dipukuli padahal aslinya habis operasi plastik. Pendukung berat salah satu paslon dalam Pilpres ini berharap bisa menginsinuasi publik untuk membenci Paslon lainnya. Ini emak-emak juara nekat. Dia public figure yang mestinya sangat hati-hati menjaga reputasi.
Mungkin karena itu semula semua orang dari golongannya ikut menyebar hoax yang dikarangnya. Tapi berkat analisis dr Tompi, sejumlah dokter lain dan dibantu relawan-relawan netijen yang jeli, hoax itu terbongkar. Lalu semua ramai-ramai minta maaf. Ini hoax besar yang lucu tapi menjengkelkan. Baru kali ini terjadi dalam khazanah perhoax-an Indonesia.
Apa kesamaan emak-emak Pepes dan Ratna Sarumpaet? Mereka sama-sama lantang menyebar hoaks dan kebencian untuk memenangkan Paslon yang didukung. Padahal siapapun termasuk mereka juga tahu bahwa berbohong itu dosa, larangan besar dalam agama. Namun mereka melakukannya.
Apa yang terjadi kemudian? Mereka sama-sama ditinggalkan. Emak-emak Pepes tak diakui kalau aksinya adalah bagian dari desain besar untuk memenangkan Paslon. Bahkan banyak yang mengaku tak kenal mereka. Ratna Sarumpaet juga dilupakan. Semua lepas tangan.
Hasutan demi hasutan yang dilakukan sejak tahun 2012 hingga sekarang telah membuat emak-emak itu nekat. Ini adalah fenomena gunung es. Saya sendiri menemukan handai taulan yang gemar menyebar hoaks di grup WA. Narasinya sama persis. Grup-grup WA menjelang Pilpres memang jadi ajang penyebaran hoaks dan provokasi. Nggak grup keluarga, grup organisasi, grup alumni sekolah, grup pengajian. Semua sama.
Orang yang sebenarnya tidak membenci, ketika disodori hasutan kebencian terus menerus akan menjadi benci. Orang yang memang dasarnya sudah punya preferensi politik tertentu, sudah ada dasar membenci, ketika dihasut di grup-grup dengan intensitas yang tinggi, akan bertambah kebenciannya, sekaligus bertambah rasa percaya dirinya untuk menyerang yang berbeda preferensi politik dengannya. Hingga mereka pun mampu melakukan hal yang seharusnya tak boleh dilakukan.
Apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur. Emak Pepes dan Ratna Sarumpaet kini menuai hasil perbuatannya. Mereka menjalani hukuman bertubi-tubi. Hukuman sosial jadi bahan bullyan, ditertawakan rame-rame oleh netijen yang kejam.
Ditambah kini menghadapi meja hijau sendirian. Mereka harus meringkuk di penjara yang pengap dan gelap akibat perbuatannya. Di saat mestinya mereka bisa asyik nge-mall, arisan dan hangout dengan teman. Dan energi mereka dibutuhkan untuk memasak buat suami dan para buah hati, mengantar sekolah dan membacakan dongeng bagi anak-anak mereka sebelum tidur.
Mungkin lain cerita kalau emak emak Pepes dan Ratna Sarumpaet secantik istri Ahmad Dhani.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews