Menanti Kandidat Presiden dan Wakilnya Deklarasikan Pemilu Damai

Senin, 25 Februari 2019 | 05:51 WIB
0
484
Menanti  Kandidat Presiden dan Wakilnya Deklarasikan Pemilu Damai
sumber Nasional Republika.co.id

Siapa bilang deklarasi pemilu damai hanya menjadi ranah penyelenggara Pemilu dan jajaran aparat keamanan saja?. Buktinya 30 penulis yang tergabung dalam Pepnews.com turut serta menyuarakan pemilu damai. Seminggu sudah deklarasi pemilu damai itu berlangsung. Kesan normatif, dan masih jauh dari isue populis terasa benar manakala dua kata pemilu damai terucapkan.

Pemilu damai begitu mudah untuk diwacanakan.Realitas yang ada ricuh antar pendukung tetap saja terjadi.Itulah yang menjadi nafas  obrolan bertajuk Melawan Radikalime, Terorisme dan Intolerasi mengawali deklarasi pemilu damai ala kami.  Aktifis 98 Eli Salomo, pegiat medsos Zulfikar Akbar dan Kang Pepih Nugraha dalam kapasitasnya masing-masing mengungkap sederet fakta yang selama ini terjadi.

Saya pun tergelitik untuk menceritakan sederet peristiwa nyata dan sedikit bertanya dibuka sesi tanya jawab. Kepada Kang Pepih Nugroho saya mengungkap kerisauan hati manakala penulis bukanlah kelompok yang cukup populis di tengah heterogenitas masyarakat, khususnya di daerah. Di Madiun misalnya, potensi konflik dalam masyarakat yang dominan merupakan pendekar perguruan silat yang berjumlah lebih dari 16 itu cukup menjadi sorotan. 

Secuil kisah nyata pun saya ceritakan. Pada Pilpres 2009 rumah seorang saksi partai yang kalah mengusung pasangan Capres Cawapresnya menjadi korban radikalisme oleh pemuda kampung yang berbeda dukungan. Kaca rumah dipecah. sepeda motor dirusak. Hingga mertua saksi yang berusia lanjut harus dilarikan ke rumah sakit. "Teror" Intoleransi, dan radikalisme massa tak hanya membuat suasana mencekam. Namun juga mengakibatkan serangan stroke salah satu penghuni rumah. Pada pemilu 2019, hal ini tentu tidak boleh terjadi.

Bukan sebuah pesimisme yang saya ungkap manakala saya bertanya kepada kang Pepih, Penulis  bisa berbuat apa untuk pemilu damai. Singkat kang Pepih menjawab sekaligus menjelma bak motivator bahwa jika bukan kita maka siapa lagi?. Optimis bahwa penulispun bisa menciptakan pemilu damai dengan ritme alami yang dimiliki. Optimis bahwa hadirnya media anti mainstream seperti Pepnews bisa menjadi kanal terwujudnya pemilu damai.

Berbeda halnya ketika saya sedikit menyentil aktifis 98 Eli Salomo. Ketika mahasiswa sekarang kalah pamor dengan emak-emak yang begitu populer dengan aneka kreatifitas politiknya. Mungkinkah ada mata rantai pengkaderan mahasiswa yang terputus? tahun 98 mahasiswa begitu heroik menyuarakan perubahan. Sementara sekarang?.

Keprihatinan berlanjut saat pegiat medsos Zulfikar akbar menceritakan benturan-benturan yang kerap dialami saat menjadi aktif beraktualisasi diri di jagad dunia maya. Suka tidak suka berdebatan, saling menyerang hingga berujung pada kehilangan profesi pun dia rasakan. Sebagai pribadi yang selama ini aktif bermedsos ria saya pun menjadi kian mengerti makna damai menjelang, disaat dan pasca pemilu nanti harus mampu diwujudkan.

Dan benar saja, gaung pemilu damai minggu ini sampai pula ke beberapa kalangan di beberapa daerah. Hanya berjarak 1 minggu setelah kami. Minggu 24 Februari 2019,  jejak digital media online mengabarkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengajak ulama untuk mensukseskan Pemilu Damai. Hal itu disampaikan saat Panglima TNI melakukan kunjungan ke Riau dan bersilaturahmi ke Pondok Pesantren Nurul Huda Al Islami di  Kota Pekanbaru. 

Jika boleh sedikit "GR", saya harus mengakui optimisme kang Pepih Nugraha. Bahwa penulis ini diam-diam mampu menembus dimensi ruang untuk menyuntikkan sejenis antibody pemilu damai. Sepele mungkin, namun siapa sangka melalui rangkaian kata yang tersebar di jejaring dunia maya itu pula konsolidasi pemilu damai kian menggema di relung hati siapa saja dan dimana saja.

Belum cukup rasanya hanya penulis dan TNI feat ulama yang bersuara terkait komitmen pemilu damai. Tak tinggal diam, Polri pun turun tangan hingga ke Pondok Pesantren Nurussalam, Cikoneng- Ciamis Jawa Barat. Dengan cepat kegiatan yang dilakukan hari ini (Minggu 24/2/2019) tersiar melalui jejak digital. Lega rasanya melihat begitu kompaknya TNI -Polri dalam mengawal pemilu damai.

Jika TNI membidik kalangan ulama, Polri cenderung mendekat para santri yang jumlahnya cukup signifikan sebagai pemilik hak suara. Pada kesempatan itu Hadir Perwakilan Mabes Polri AKBP Suhaemi. Polri pun menyiapkan kegiatan  khusus mengawal pemilu damai dalam bentuk lain bertajuk operasi Mantap Brata.

Kabar berikutnya yang membuat penulis  tidaklah sendiri adalah Deklarasi pemilu damai yang dilakukan oleh masyarakat desa hutan dan penambang se-Kabupaten Kediri Jawa Timur. Sebagi orang yang bermukim di wilayah Kediri satu tahun lalu, saya merasa bangga bahwa  meski sudah terpisah secara ruang, namun semangat mewujudkan pemilu damai masihlah sama.

Di hari yang sama yakni Minggu 24/2/2019, bertempat di Gedung Serba guna Kecamatan Pare yang terkenal dengan kampung Inggrisnya, ratusan warga mendedikasikan waktu , tenaga untuk bersama-sama mendeklarasikan pemilu damai 2019.

Tercatat sudah bahwa Penulis, TNI-Polri, Ulama-Santri hingga Masyarakat Desa Hutan dan Penambang di Kediri telah melakukan Deklarasi Pemilu Damai. Lantas kapan Kandidat Presiden dan wakil Presiden beserta segenap partai pengusung, relawan dan barisan pendukung (termasuk Cebong dan kampret) akan menyusul kami melakukan Deklarasi?

Termasuk deklarasi pemilu damai dikalangan  pendekar silat di Madiun bila memungkinkan pendekat silat se -Indonesia yang berpusat di Madiun, tentu tidak boleh  terlewat.

***

Referensi bacaan 

1, 2, 3