Sebuah fakta yang nyata adanya! Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, pihaknya menemukan 103 warga negara asing (WNA) terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Dia mengaku sudah menyerahkan data tersebut kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Sudah Kita serahkan semua datanya ke KPU. Iya diserahkan 103 data,” ucap Zudan saat dihubungi, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (4/3/2019).
Zudan mengatakan data itu ditemukan ketika Kemendagri melakukan analisis atas e-KTP WNA dan DPT. Dari 1.600 WNA yang memiliki e-KTP, lanjutnya, ada 103 nama yang tercantum dalam DPT. Kemendagri menyerahkan data itu kepada KPU.
“Karena kalau urusan DPT kan KPU. Kami menyerahkan data WNA yang masuk ke dalam DPT untuk dihapus,” ujar Zudan. Ia mengatakan 103 WNA yang terdaftar di DPT berasal dari Amerika Serikat, Eropa, dan Afrika. Ia tidak merinci lebih jauh.
Zudan juga tidak menyebutkan secara gamblang negara-negara asal WNA yang dimaksud. “Kisarannya itu Eropa, Afrika yang banyak itu kisarannya bukan negaranya. Kalau kisarannya itu Amerika, Eropa, Afrika,” tutur dia.
Zudan mengatakan data WNA yang tercantum dalam DPT tak hanya sama dari nomor induk kependudukan (NIK) saja, tetapi juga data keseluruhan. Ia menyerahkan temuan Kemendagri itu kepada KPU untuk ditindaklanjuti.
Meski demikian, Zudan tidaak bermaksud memaksa KPU untuk menindaklanjuti temuan Kemendagri tersebut. Dia mengatakan Kemendagri hanya sekadar membantu KPU untuk menganalisa data pemilih. Selebihnya, KPU yang berwenang untuk mengambil sikap.
Sebelumnya, KPU menyatakan tidak memerlukan bantuan Kemendagri untuk membersihkan DPT. Hal ini terkait kekeliruan input data hingga mencantumkan WNA asal Cina ditemukan masuk dalam DPT Pemilu 2019, sebagai pemilih.
“Hal itu menjadi salah satu tugas utama KPU, yaitu memastikan pemilih yang terdata adalah pemilih yang memenuhi syarat regulasi, bukan tugas utama pihak lain,” kata Komisioner KPU Viryan Aziz saat dimintai konfirmasi, Kamis (28/2/2019).
Viryan menyebut KPU memiliki prinsip kemandiriam dalam bekerja. Viryan hanya meminta Kemendagri memberikan data WNA yang telah memiliki e-KTP. Hal itu diperlukan untuk menyisir DPT Pemilu 2019. Dan, KPU mampu melakukannya sendiri.
“KPU bisa menyelesaikan pengecekan cukup satu hari karena berdasarkan informasi yang diterima dari pemberitaan media massa, WNA yang dikeluarkan KTP-el hanya 1.500-an saja,” ujar Viryan.
Di Cianjur, ditemukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) WNA Cina, Guohui Chen, masuk dalam DPT Pemilu 2019. Ini yang kemudian menjadi viral di medsos maupun media lainnya. Kalau di Cianjur itu WNA asal Cina, di Kota Madiun justru WNA non-Cina.
Bawaslu Kota Madiun, Jatim, juga menemukan tiga WNA masuk dalam DPT Pemilu 2019. Pencabutan nama-nama WNA itu pun segera diusulkan ke KPU. Sesuai data Dispendukcapil Kota Madiun, terdapat 35 WNA yang berkegiatan dan tinggal di Kota Madiun.
Ketua Bawaslu Kota Madiun Kokok Heru Purwoko mengatakan, dari jumlah 35 WNA itu, sebanyak 27 WNA diantaranya telah memiliki KTP-el. Dari 27 WNA yang memiliki KTP-el, ada tiga orang WNA yang masuk dalam DPT,” ujarnya, dilansir Antara, Selasa (5/3/2019).
Menurutnya, tiga WNA yang masuk dalam DPT itu terdiri dari satu orang berkebangsaan Malaysia dan dua orang Timur Tengah. Mereka terdaftar di TPS 7 Tawangrejo, TPS 15 Pandean, dan TPS 2 Pilangbango.
Atas temuan itu, Bawaslu Kota Madiun merekomendasikan kepada KPU Kota Madiun agar ketiga WNA yang masuk di DPT itu ditandai dan dicoret dari daftar DPT. Sehingga mereka dipastikan tak menerima formulir C6 dan tak memilih pada Pilpres 17 April 2019.
Pihaknya menduga penyebab masuknya tiga WNA dalam DPT itu karena kesalahan pada saat proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh petugas KPU. Menariknya, temuan-temuan ini tak mengarah adanya WNA Cina yang “terdaftar” dalam DPT secara massif.
Sebagaimana yang viral di medsos (Facebook, WhatsApp Group, Twitter, dan Instagram) dan media lainnya yang menayangkan adanya TKA Cina yang masuk melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, dan Batam. Mereka berambut cepak mirip tentara Cina.
Salah satu video diisi dengan penggalan narasi TKA Cina berambut cepak mulai berdatangan di Batam dan Soekarno-Hatta sangat viral. Ada juga foto seorang tentara Cina yang wajahnya “mirip” dengan pria yang ada dalam video itu sedang latihan bela diri militer.
“Kedatangan TKA dengan rambut cepak di Soeta sudah ditunggu dengan E-KTP dan video tata cara memilih paslon presiden 2019-2024 dengan menggunakan Bahasa Mandarin,” tulis narasi dalam video itu.
Lalu, viral juga berita tentang adanya WNA Cina masuk DPT di Cianjur dan Pangandaran. Kasus ini diungkap Bawaslu dua kabupaten di Jabar itu. Jagad medsos kian ramai setelah Mendagri Tjahjo Kumolo membenarkan pemberian E-KTP kepada para TKA itu.
Sampai di sini, kita menyadari bahwa masalah TKA Cina amatlah menarik perhatian publik. Pekerja Cina adalah isu yang seksi. Sejatinya, saat membicarakan soal TKA Cina, kita tengah menyorot tentang ketidakadilan.
Ketidakadilan bagi para pengangguran di negeri ini yang mencapai 6,87 juta orang. Menyoal TKA Cina juga sebagai upaya mengetuk kepedulian pemerintah bahwa masih ada 25,95 juta penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Mereka butuh perhatian lebih serius lagi. Bahwa kehadian TKA Cina menjelang Pilpres 2019 nanti jelas perlu diwaspadai. Jangan sampai isu ini menjadi sumbu terjadinya kerusuhan yang bernuansa SARA (anti Cina) sehingga “menggagalkan” Pilpres 2019.
Peringatan agar waspada datang dari Direktur Eksekutif The Global Future Institute (GFI) Hendrajit. Ia perlu mengingatkan bahwa yang diperangi Prabowo Subianto dan ayahnya, Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo sejak dulu, adalah konglomerasi Cina di negeri kita.
Sehingga kerajaan ekonomi menjelma jadi imperium politik. Jadi ini bukan soal rasialis anti Cina. Karena itu berita yang merebak dalam seputar membanjirnya TKA Cina jangan sampai terprovokasi untuk jadi rasialis.
Begitu kita terjebak menyikapi soal Cina secara rasialis, maka para perancang skenario rusuh menemukan alat pemicu yang pas. Begitu skenario rusuh digelar maka people power yang sudah dalam keadaan siaga untuk mengawal Prabowo andai nanti dikalahkan secara curang.
“Akan dipatahkan dengan mudah dengan memunculkan skenario rusuh,” tulis Mas Hendrajit. Dengan demikian kebangkitan people power akan dilumpuhkan dengan munculnya skenario rusuh. Akan digiring ke arah opini. Anti Cina sama dengan dukung kerusuhan.
Maka itu memandang isu Cina harus proporsional dan jernih. TKA Cina membanjir ke negeri kita berarti ada pembiaran dari otoritas imigrasi. Ini dibiarkan supaya kita digiring beropini, kalau nanti pemilu curang dengan menggelembungkan suara memakai para TKA ini.
Meskipun dulunya modus ini yang digunakan, tapi kalau sekarang masih dilakukan padahal modus sudah kebongkar. Apa mereka sebodoh itu? Tidak! Pasti ada tujuan lain. Kita sedang dihipnotis ke arah politik isu tunggal.
“Kalau nanti ada yang tidak beres berarti gara-gara TKA sialan itu. Maka rusuh sosial pun dipantik dengan mudah,” ungkap Mas Hendrajit. Siapa yang dirugikan? Prabowo dan para pihak yang ingin menata ulang tata politik ekonomi yang tidak adil selama ini.
Salah satunya adalah memangkas konglomerasi Cina yang sekarang menjadi imperium ekonomi dan politik di Indonesia. Maka itu people power yang sudah merajut rasa melalui Aksi Bela Islam 414 dan 212, jangan sampai dilumpuhkan oleh skenario rusuh.
Kemenangan paslon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno terhadap paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin itu harus dikawal oleh people power, bukan rusuh sosial, apalagi rusuh Anti Cina. Karena itulah, hati-hati dengan masalah TKA Cina tersebut.
Peringatan Mas Hendrajit itu patut mendapat perhatian dari semua pihak, termasuk TNI dan Polri. Pasalnya, alumni Universitas Nasional yang juga pemerhati Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri ini, sering menjadi rujukan banyak pihak.
Jika kita menyimak peringatan Mas Hendrajit itu, tampaknya memang ada pihak yang sedang menyiapkan skenario rusuh terkait Pilpres 2019 nanti. Dengan harapan, yang penting mereka masih bisa “pegang kendali” kekuasaan seperti yang terjadi saat ini.
Sebagai rakyat biasa, tentu saja kita berharap agar kedua paslon maupun para pendukungnya tidak mudah terpancing dengan “Jebakan Batman” yang mengarah pada kerusuhan. Karena, konon, ada pihak yang sengaja “menggoreng” isu TKA Cina tersebut.
Siapa mereka?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews