Selama masa kampanye Pilpres 2019 ini, atau bahkan masa-masa sebelumnya, perhatian kita tak lepas sedikit pun pada pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno (Prabowo-Sandi), termasuk dinamika yang terjadi di antara partai koalisi pendukungnya.
Tidak sedikit hal-hal yang terjadi, mulai dari umrah politik untuk mendapatkan restu Habib Rizieq Shihab di Mekkah, hasil Ijtima Ulama, koalisi kardus, penganiayaan Ratna Sarumpaet, termasuk yang paling akhir adalah berita bohong 7 kontainer surat suara yang sudah tercoblos.
Oleh karena itu, akan sulit kiranya pasangan Prabowo-Sandi ini bisa dengan mulus menghadapi debat dengan pasangan Joko Widodo-KH Ma'ruf (Jokowi-Ma'ruf), tanpa melakukan blunder sedikit pun.
Bagaimana tidak? Pasangan Prabowo-Sandi ini, yang selama kampanye seringkali mengemukakan hal-hal yang tanpa disertai data, kalau pun ada data, itu pun data yang keliru. Sehingga, bila semua itu dibawa di acara debat pilpres yang ditayangkan secara nasional, semuanya akan mudah dipatahkan oleh pasangan Jokowi-Ma'ruf.
Dan, semuanya itu terbukti. Dalam acara debat perdana yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Hotel Bidakara Jakarta, pasangan Prabowo-Sandi beberapa kali melakukan blunder. Hal ini, tentu saja terkait dengan seringnya pasangan ini mengeluarkan statement tanpa data dan cenderung hoax kepada para konstituennya. Istilahnya, ala bisa karena biasa!
Dalam debat perdana, 17 Januari 2019, yang mengusung isu penegakan hukum, korupsi, HAM dan terorisme, kedua kubu memang tidak melakukan serangan secara frontal, misalnya tentang bagaimana soal pengusutan kejahatan HAM di masa lalu dan juga soal kasus Novel Baswedan. Hal ini bisa saja dianggap terlalu teknis, atau bisa juga ada upaya untuk menghindari debat yang nantinya bisa menjadi ricuh. Atau, bahkan ada deal-deal khusus, sehingga sebelum acara debat digelar sudah tersebar adanya kisi-kisi debat? Entahlah!
Namun, dari debat perdana ini, kita sudah melihat kapasitas Jokowi yang memang menguasai persoalan, sehingga tidak sulit bagi dirinya menjawab apa yang ditanyakan, baik oleh moderator maupun pertanyaan dari Prabowo dan Sandi.
Begitu pula dengan cawapres KH Ma'ruf Amin, yang memang tampak sedikit bicara. Sebagai seorang ulama, tentu saja KH Ma'ruf tidak terbiasa banyak bicara. Namun, ketika diminta jawabannya soal terorisme, Ketua MUI non aktif ini menjawabnya secara lugas dan langsung ke pokok persoalan sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Apalagi persoalan terorisme ini oleh sebagian masyarakat di Indonesia masih dianggap sebagai persoalan jihad.
"Terorisme adalah kejahatan. Oleh karena itu, terorisme diberantas sampai akar-akarnya. Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa bahwa terorisme bukan jihad. Haram dilakukan. Dalam Alquran menyatakan orang yang melakukan perusakan di bumi harus dihukum keras," kata Ma'ruf.
Lain halnya dengan pasangan Prabowo-Sandi. Tidak sedikit, pasangan ini melakukan kekeliruan atau inkonsistensi, atau bahkan melakukan sesuatu hal yang sangat prinsipil yang akhirnya membuat blunder yang dilakukan semakin banyak.
Korupsi enggak Seberapa?
Dalam debat itu, Jokowi menanyakan soal Partai Gerindra yang mencalonkan kadernya yang eks narapidana korupsi sebagai caleg. Prabowo memberikan jawaban bahwa kadernya itu sudah menjalani hukuman sehingga dianggap boleh mencalonkan diri.
"Kalau kasus itu sudah melalui proses, dia sudah dihukum dan kalau memang hukum mengizinkan, kalau dia masih bisa dan rakyat menghendaki dia karena dia mempunyai kelebihan-kelebihan lain, mungkin korupsinya juga nggak seberapa, mungkin dia...," kata Prabowo menjawab pernyataan Jokowi soal eks napi koruptor yang jadi caleg Gerindra.
Apa yang dikatakan Prabowo cenderung menggampangkan persoalan, dan lebih memperlihatkan bahwa dirinya tidak memiliki itikad baik dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Bagaimana mungkin Indonesia akan terbebas dari korupsi, jika pemimpinnya tidak memiliki itikad baik dan kesungguhan dalam memerangi kejahatan anti rasuah ini.
Prabowo juga dianggap tidak konsisten dengan apa yang dikatakannya, bahwa korupsi di Indonesia sudah seperti kanker yang sudah memasuki stadium 4. Artinya, sikap Prabowo yang kurang serius dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, bisa dianggap ikut membuat korupsi semakin parah.
Prabowo menganggap maraknya korupsi di Indonesia dikarenakan gaji yang kecil. Ini juga merupakan blunder yang serius. Mengapa? Persoalan korupsi itu lebih kepada sikap mental. Berapa pun besar gajinya, kalau mentalnya korup, ia akan tetap melakukan mencuri keuangan negara.
Dalam debat ini, Jokowi mengambil keuntungan atas dugaan Prabowo-Sandi yang menganggap hukum di masa pemerintahan Jokowi lebih memihak mereka yang mendukung pemerintahan, sedangkan yang mengkritik pemerintah cenderung dikriminalisasi.
Jawaban yang diberikan Jokowi sangat menohok Prabowo-Sandi, karena dianggapnya tidak memahami prosedur hukum yang berlaku.
Nah, dari sesi inilah akhirnya Jokowi membuka fakta bahwa penganiayaan Ratna Sarumpaet adalah sebuah kebohongan, mengingat Ratna saat itu tidak melaporkan apa yang terjadi pada dirinya kepada pihak kepolisian.
Alih-alih mencari keadilan untuk Ratna Sarumpaet, yang tak lain adalah bagian dari Timsesnya, Prabowo-Sandi justru melakukan konferensi pers, yang tujuannya tidak lain menggerus elektabilitas Jokowi sebagai penanggung jawab keamanan negara.
Karena itu, bagi pasangan Prabowo-Sandi, debat capres ini menjadi hal yang sangat dilematis. Di satu sisi, kebohongan yang selama ini sudah disuarakan akan menjadi serentetan blunder ketika harus berhadapan dengan Jokowi-Ma'ruf di panggung debat.
Secara Prinsip, debat Pilpres 2019 ini merupakan 'rematch' dari ajang sebelumnya, sehingga masing-masing calon telah memiliki pendukung yang solid. Namun, debat ini secara elektoral sangat bermanfaat bagi para swing voter yang masih belum menentukan arah pilihannya.
Lantas, bagaimana dengan pendukung Prabowo-Sandi saat ini, apakah debat yang menghasilkan banyak blunder ini bisa mengubah pilihan mereka? Entahlah! Hanya Tuhan yang bisa membolak-balikan hati manusia!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews