Gonjang-ganjing kabar keretekan Koalisi Adil Makmur rupanya bukan hoax, sebab belakangan ini "istri ketiga" Gerindra yakni Demokrat, mulai melancarkan sejumlah gugatan akibat ulah Gerindra yang lebih sering pede kate dan kian akrab dengan Partai Berkarya besutan mantan istri Prabowo.
Keretakan hubungan koalisi ini terjadi karena beberapa dugaan:
Pertama, proses peminangan yang ogah-ogahan. Harus diakui, alotnya konsolidasi kedua partai menjelang penetapan calon cawapres Prabowo, sedikit banyak berimbas pada sikap Demokrat yang tak tegas dan sepenuh hati memberikan dukungan. Bahkan, partai pengusung terakhir yang masuk dalam hubungan mesra Gerindra, PAN dan PKS ini, sempat dituding membuat gaduh rumah koalisi Prabowo hingga akhirnya membuat PKS terkucilkan.
Kedua, permintaan mahar yang tak dipenuhi. Nampaknya, sikap cuek Prabowo dan Gerindra yang tak mengindahkan rengekan Demokrat tuk diberi posisi ideal dalam "rumah tangga" anyar mereka itu, berbuah kekecewaan berat meskipun Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sempat menghadiri pelantikan Prabowo-Sandi.
Sikap Ketua Kogasma AHY, sebenarnya agak melunak bahkan nampak seperti ingin menjaga hubungan baik dan komitmen yang dibuat, namun belakangan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sendiri yang mulai berani menyentil sikap genit Gerindra lantaran secara terang-terangan kini memberi ruang lebih bagi pendatang anyar Partai Berkarya yang juga ditukangi mantan istri Prabowo, Titiek Soeharto.
Barangkali SBY tak lagi tahan sikap Gerindra yang tak jua menyadari hasrat kuasa Demokrat yang dititipkan lewat putra sulung AHY untuk mendekat dalam dekapan Koalisi Indonesia Adil Makmur. Dan memang ada benarnya sikap SBY, sebab sebagai partai berkuasa selama dua periode beruntun, sikap tak kooperatif Gerindra dalam kalkulasi politik saat ini memang amatlah menghina dan menyakitkan.
Oleh sebab itu, langkah Demokrat yang tengah diwacanakan bakal "menggugat cerai" Gerindra, secara hitung-hitungan politik tetap dianggap masih menyisakan insentif elektoral. Minimal ada tiga alasan mengapa perceraian itu, layak saja terjadi:
Pertama, fokus pada pertarungan legislatif. Masuknya Demokrat dalam klasemen the big four penguasa Senayan, sejatinya perlu dipertahankan bahkan harus ditingkatkan. Bila perlu, berbekal 61 kursi periode ini, Demokrat semakin fokus untuk menambah jumlah kursi dan jangan kehilangan konsentrasi hanya karena ulah Gerindra.
Saya yakin, meskipun sudah dinilai sebagian kalangan bahwa Demokrat bakal punya sedikit peran dalam konstestasi pemilu serentak kali ini, bukan berarti Demokrat kehilangan panggung legislatif.
Kedua, mengantisipasi kerugian ekektoral Demokrat di masa datang. Sekilas ditelisik, masuk akal memang kalau Demokrat memilih putar haluan, sebab "perceraian" dengan Gerindra akan menyisakan insentif elektoral di masa datang dengan hitung-hitungan peluang majunya kader Demokrat dalam pertarungan kandidasi Capres-Cawapres 2024. Kalau hubungan ini diteruskan dan memenangkan pasangan Prabowo-Sandi, maka hingga 20 tahun mendatang Demokrat kehilangan momentum kuasanya.
Ketiga, menjaga marwah partai. Pastinya tak enak, kalau juara bertahan pilpres dua periode beruntun ini tetiba menjadi medioker din panggung politik. Terlebih, Demokrat tak hanya dikenal partai besar tapi juga memiliki sosok kohesif SBY yang luar biasa. Rasanya tak elok kalau sampai dikadali partai anyar yang masuk dan merecoki skema politik sang bintang mercy.
Memangnya rela?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews