Meski dikenal sebagai seorang Profesor dari UGM Amien Rais juga seorang politisi kritis di era Orde Baru. Banyak orang mengira mantan Ketua Muhammadiyah ini seorang pejuang tulus ingin membawa masa depan Indonesia lebih baik. Faktanya lain, setelah gagal meraih kursi RI I pada Pilpres 2004 perilaku politik Amien makin menjauh karakter awalnya sebagai seorang intelektual.
Jelang Pilpres 2019 ini, Amien meluncurkan sebuah monograf berjudul "Hijrah: Selamat Tinggal Revolusi Mental, Selamat Datang Revolusi Moral". Apa yang menariknya isi buku ini? Kalau hanya ingin menyerang konsep Revolusi Mental Jokowi dengan alasan tidak ada dokumen otentiknya, sebuah alasan mengada- ada agar bukunya menjadi perhatian publik.
"Jadi menurut saya, Revolusi Mental Pak Jokowi itu memang tidak jelas, tidak ada dokumen autentik yang sebetulnya," katanya seperti dirilis Detik.com (11/01/2019)
Bukan sekali dua kali ia menyatakan suatu yang kontroversial, seperti "Perang Badar" pada Pilpres 2014, Jalan Kaki Jakarta ke Yogya Bila Jokowi Menang Pilpres 2014.
Suka sesumbar dan sikap sektarian sebenarnya karakter aslinya, saya masih teringat sekali pernyataan Amien Rais jauh sebelum Orde Baru runtuh tentang Harian Kompas, ia memlintir kepanjangan Kompas dengan "Komando Pastur" dan mengatakan pembeli Koran Kompas sama dengan membeli satu bata untuk membangun gereja.
Bagaimanana bisa seorang pejuang dengan klaim nasionalis melontarkan pernyataan pandir dan tak bijak seperti itu kepada publik.
Paska meluncurkan buku itu, Amien kabarnya mendapatkan penglihatan berupa tanda-tanda dari langit tentang pergantian Presiden, di sini Amien paham sekali bahwa masyarakat Indonesia doyan hal-hal berbau mistik meski juga beragama. Sekarang narasi mistik dan absurd ini dimainkan untuk menggalang opini,sebenarnya tak masalah dengan semua ramalan dan sesumbar Amien Rais, toh tak ada faktanya.
Tak heran saat ini banyak pihak menggugat labelnya sebagai "Bapak Reformasi", sepertinya label itu bakal berubah menjadi "Bapak Revolusi Moral" entah moral siapa yang ingin dirubah. Faktanya moralitas mayoritas bangsa Indonesia sudah baik, taat beragama, ramah terhadap orang asing, bila masih ada kejahatan di pemerintahan atau di masyarakat bukan berarti moralitas bangsa Indonesia itu buruk.
Lalu moralitas siapa yang ingin di revolusi Amien Rais? Menurut saya, justru moral Amien Rais sendiri perlu di revolusi, tidak menepati sesumbar janjinya, merasa paling suci ternyata terima duit juga, suka menyerang tapi tak suka diserang. Ingat terbongkarnya korupsi di Kemenkes yang melibatkan Menkes era SBY yang alirannya mengalir ke kantongnya.
Saat itu proses hukum belum selesai, Amien sudah mengumbar ancaman akan membongkar kasus - kasus korupsi lainnya, waktu itu saya ingin menunggu keberanian Amien, ternyata jauh panggang dari api alias asal bunyi.
Lalu sikapnya sok tidak butuh Jokowi, setelah Paslon dukungannya kalah di Pilpres 2014 seperti kekalahannya di Pilpres 2004 , partai besutan Amien PAN ternyata tak segalak dirinya, Ketuanya Zulkifli nota bene sang besan mengendap-endap melobi koalisi pemerintah.
Sikap tak butuh partai lain dari PAN akhirnya runtuh, PAN pun naik ke kapal koalisi JKW-JK. Ujung-ujungnya minta jatah menteri, dan bye-bye Prabowo, silakan berjuang sendiri, ini mentalitas yang dibangun Amien Rais di dalam partainya, yakni opportunis.
Sekarang, modus ini berulang PAN menarik diri dari Koalisi Partai Pemerintah dan mendukung Prabowo di Pilpres 2019 ini. Lagi-lagi faktor Amien Rais menjadikan mentalitas pengurus PAN tersandera, padahal kondisi PAN sedang diujung tanduk.
Menurut beberapa survei, PAN adalah salah satu partai tak mampu memenuhi ambang batas (parliamentary threshold) perolehan suara minimal 4 persen dari suara sah nasional untuk penentuan perolehan kursi DPR.
Siapa tak pusing, kalau ramalan itu hanya satu lembaga survei yang merilis bisa jadi hoaks, tapi 3 lembaga survei merilis hal yang sama. Biarlah itu urusan PAN, toh bila tak ada kursi PAN di parlemen tak ada masalah, justru lebih baik.
Ketika Amien Rais diklaim oleh para pengagumnya sebagai "Bapak Reformasi", saya sama sekali tak simpati kepadanya terbukti di kemudian hari karakter pemikiran sektariannya terkuak.
Publik paham, siapa Amien Rais sebenarnya, hanya seorang pemburu kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, seperti dilakukan terhadap Gus Dur Presiden NKRI sah dilengserkan seolah-olah konstitusional oleh DPR dan MPR dengan salah satunya motornya adalah Amien Rais.
Sukses menjatuhkan Gus Dur, Amien Rais berharap kursi menuju RI I lengang faktanya ketika maju di Pilpres 2004 namanya tak laku di masyarakat, padahal di media massa terlanjur percaya diri berlebihan. Hasil rekapitulasi suara resmi KPU saat itu menyatakan pasangan Amien-Siswono menempati urutan ke-4 di bawah Wiranto-Gus Sholah, artinya rakyat tak suka dengan karakternya maka tak dipilih sebagai pemimpin.
Jokowi sudah tepat dengan program Revolusi Mental untuk membangun "Peradaban Indonesia", sedang buku Amien Rais itu sesungguhnya cerminan kegalauannya sendiri mau dibawa kemana moralitas politiknya di Pilpres 2019?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews