Menuntut Reformasi Polri dan Budaya Hukumnya

Sabtu, 22 Oktober 2022 | 13:29 WIB
0
163
Menuntut Reformasi Polri dan Budaya Hukumnya
Tribrata Polri (foto:tribratanewsbengkulu.com)

Kepolisian Republik Indonesia akhir-akhir ini menjadi sorotan media massa dan juga masyarakat Indonesia. Berbagai pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh personil Korps Bhayangkara menjadi fokus utama cibiran dan kritikan pada institusi ini. Ombudsman RI, mencatat sejak Juni 2020 – Mei 2021 ada 699 laporan terkait dugaan maladministrasi terkait Institusi Polri.

Yang paling banyak adalah pelaporan dugaan penundaan berlarut penanganan perkara, penyimpangan prosedur, dan tidak memberikan pelayanan dengan baik. Dikutip dari dpr.go.id/30 Agustus 2022, wakil ketua komisi III DPR Desmond J. Mahesa,  mengatakan bahwa komisi  III sedang berfokus untuk mendorong reformasi dari Institusi Polri, dia juga menerangkan bahwa akan meninjau kembali UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Polri.

Sepanjang tahun 2022 ini ada tiga kasus yang paling disorot dari Institusi Polri, diantaranya adalah kasus Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo yaitu kasus pembunuhan Brigadir J pada tanggal 8 Juli 2022 dan masih hangat hingga saat ini padahal kasusnya sudah berjalan empat bulan, lalu dilanjut kasusnya meninggalnya 131 suporter arema di Stadion Kanjuruhan Malang pada 1 Oktober 2022, kuat dugaan karena tindak kekerasan dari oknum aparat yang menjaga dan ditambah gas air mata pada saat kerusuhan terjadi, sehingga banyak suporter sesak nafas, panik hingga terinjak – injak. Dan yang terakhir, yaitu kasus dua oknum anggota satlantas Polda Papua Barat yang menjilat kue ulang tahun untuk diberikan pada hari ulang tahun TNI tanggal 5 Oktober 2022, video aksi dua  oknum ini viral di media sosial, banyak kecaman yang dilontarkan baik masyarakat maupun dari anggota TNI dalam video tersebut.

Aksi keduanya dianggap melecehkan Institusi TNI dan pada hal ini kedua oknum tersebut, langsung ditindak tegas dengan pemberian PTDH. Selain pelanggaran kode etik yang dilakukan, polisi sering kali tidak humanis kepada masyarakat, banyak masyarakat yang mengeluh akan sikap arogan dari polisi.

Dikutip Tempo.co/25 Agustus 2022, Indikator Politik Indonesia, hasil survei kepercayaan publik kepada Polri sebesar 54,2 persen sepanjang 11 - 17 Agustus 2022. Survei tersebut menunjukkan hasil yang cukup dalam artian masyarakat tidak begitu percaya pada Kepolisian berbeda dengan Institusi TNI dan Kejaksaan yang menempati posisi diatas Kepolisian. Bukan membanding – bandingkan tetapi disini kita bisa menilai bahwa citra polisi tidak begitu baik di masyarakat, polisi belum menunjukkan kinerja yang baik dalam menyelesaikan suatu perkara, bukan fokus untuk menyelesaikan satu masalah dalam internalnya malah menambah lagi masalah baru. Saya kira ini lucu sebab dimana aparat penegak hukum yang diamanatkan oleh UU untuk menjaga keamanan di masyarakat malah memberikan rasa tidak aman dalam melaksanakan tugasnya. Masyarakat bertanya – tanya tentang bagaimana eksekusi dari Kapolri yang mengatakan “Kalau tak mampu membersihkan ekor, maka kepalanya akan saya potong. Ini semua untuk kebaikan organisasi yang susah payah berjuang.

Menjadi teladan, pelayan dan pahami setiap masalah dan suara masyarakat agar kita bisa ambil kebijakan yang sesuai” dan pada faktanya masyarakat masih menunggu realisasi dari ucapan Kapolri tersebut. Lalu disini yang menjadi pertanyaan penulis, sebenarnya ada apa dengan Polri? Apakah hal ini terkait dengan upaya menggulingkan Kapolri Listyo Sigit yang menjadi pilihan Presiden Jokowi?

Kepolisian Republik Indonesia harus segera berbenah sebab tahun 2022 ini Polri berusia 76 tahun, institusi yang sudah cukup lama berdiri ini dianggap masih belum bisa melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dengan baik dan sepenuh hati. Tagar “#percumalaporpolisi dan #noviralnojustice” menjadi pukulan keras bagi kepolisian. Kepercayaan kepada Polri harus segera dikembalikan, meninjau kembali bagaimana struktur kepemimpinan dalam kepolisian, proses rekrutmen calon polisi harus lebih kompetitif lagi untuk melahirkan insan polisi yang tegas dan berwibawa. Reformasi di dalam Kepolisian menjadi hal yang dianggap mampu menjadi solusi terbaik, jangan ada lagi kata oknum dalam Kepolisian sebab apabila oknum ini dikumpulkan sangat banyak.

Budaya kekerasan pada masyarakat harus segera dikontrol jangan menciderai kata dari budaya, sebab budaya yang sebenarnya memiliki artian yang baik dan indah di masyarakat.

Patricia Novianty Rura, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik Darma Cendika