Apabia suara Adzan diatur sedemikian rupa maka bagi wilayah geografis yang luas dan jarak dengan masjid cukup jauh maka akan menyulitkan mayarakat untuk beribadah secara tepat waktu.
Pernyataan kontroversial kembali terjadi ketika salah satu menteri Agama Republik Indonesia yaitu Yaqut Cholil menyinggung masalah suara Adzan dimasjid. Menteri Agama dalam suatu wawancara ketika meneken aturan tentang Adzan dimasjid supaya diatur supaya suaranya tidak lebih dari 100 DB supaya tidak mengganggu orang disekitarnya.
Menteri Agama tersebut menyampaikan bahwa Masjid atau mushola yang banyak di Indonesia bahwa setiap 100 meter ada masjid ketika suara Adzan berkumandang secara bersamaan akan membuat gaduh dan mengganggu warga sekitar sehingga alasan itu yang membuat menteri Agama meneken aturan baru tentang suara Adzan di masjid.
Pernyataan yang membuat kontroversial bahkan membuat sakit hati pada muadzin dan umat islam sakit hati adalah ketika membandingkan analogi antara Suara Adzan dan suara gonggongan anjing yang mengganggu warga sekitar. Dalam analogi tersebut sangat tidak pantas ketika pejabat publik yaitu menteri Agama menganalogikan antara suara Adzan yang begitu suci dengan suara gonggongan anjing yang najis.
Pernyataan dari Menteri Agama Yaqut Cholil tentang membandingkan suara Adzan dengan suara anjing yang menggonggong menimbulkan multitafsir serta dapat menimbulkan persepsi yang negatif dari umat muslim bahwa pernyataan itu adalah sebuah penghinaan dari umat muslim. Kontroversi yang dilakukan oleh Menteri Agama yaitu Yaqut Cholil seperti kurang kerjaan dikarenakan melakukan dua hal yang kontroversial seperti mengatur Adzan penggunaan Toa Masjid dan yang kedua menganalogikan antara Suara adzan dengan suara anjing yang menggonggong.
Padahal suara adzan menggunakan Toa dimasjid sudah berlangsung selama ratusan tahun dan tidak mengalami masalah atau gesekan yang berarti. Alangkah baiknya Menteri Agama tidak mengatur hal yang sudah tertata rapi dan hal yang sangat sensitif bagi umat muslim dikarenakan hal tersebut tidak pernah menjadi masalah dan gesekan bagi umat beragama.
Kemudian pernyataan yang mengatakan bahwa setiap 100 meter ada ditemukan mushola dan masjid dan ketika suara adzan berkumandang secara bersamaan akan mengganggu adalah pernyataan yang salah kaprah dikarenakan selama ini banyak sekali umat muslim yang menyatakan mendengar suara adzan subuh keras saja tidak bangun dan tidak berangkat ke masjid, apalagi kalau suara adzan diatur dan sangat kecil bahkan masjid akan sepi dan hilang nilai suasana religiusnya.
Langkah pertama yang harus dilakukan Menteri Agama Yaqut Cholil alangkah baiknya adalah meminta maaf secara resmi kepada umat muslim serta berjanji tidak akan mengulanginya kembali serta menyerahkan semua peraturan Toa masjid pada DKM Masjid wilayah masing – masing dikarenakan selama ini kehidupan religi dimasyarakat sudah berjalan dengan baik. Kemudian Menteri Agama lebih memfocuskan mengurusi hal – hal yang lebih penting bagi umat beragama seperti kelancaran Haji dan Umrah, fasilitas Guru agama, memfasilitasi tempat ibadah, merenovasi tempat ibadah yang sudah tidak layak dll.
Dosen Spesialis Medikal Bedah “Prima Trisna Aji” menyatakan bahwa sebagai pejabat publik kita semua harus bisa saling menghargai dan menghormati sebelum kita berucap, alangkah baiknya kita berpikir dengan bijak sebelum berucap dikarenakan akan menyinggung kehidupan umat beragama.
Selama ini kehidupan masyarakat Indonesia sudah terjalin dengan baik tentang masalah suara Adzan jadi alangkah baiknya sebagai pejabat publik lebih focus mengatur hal keagaamaan yang jauh lebih penting untuk mencegah gesekan yang selama ini warga masyarakat sudah hidup tenang serta terbiasa dengan suara Adzan yang berkumandang. Apabia suara Adzan diatur sedemikian rupa maka bagi wilayah geografis yang luas dan jarak dengan masjid cukup jauh maka akan menyulitkan mayarakat untuk beribadah secara tepat waktu.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews