Tepat! Menghentikan Agenda Politik Pegawai KPK Tidak Lulus TWK

Polemik tentang pengangkatan pegawai KPK jadi ASN jangan diperpanjang lagi sampai berjilid-jilid.

Jumat, 4 Juni 2021 | 22:30 WIB
0
140
Tepat! Menghentikan Agenda Politik Pegawai KPK Tidak Lulus TWK

Pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan dan tidak berhasil mendapatkan kesempatan kedua, disinyalir memiliki agenda politik. Sehingga dianggap berbahaya bagi kesehatan internal KPK. Amat wajar jika mereka diminta untuk mengundurkan diri, karena kenyataannya memang tidak lolos TWK. Sedangkan syarat untuk jadi ASN harus lulus TWK.

Sebanyak 51 pegawai KPK gagal diangkat jadi ASN karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Selain itu, mereka tidak bisa dibina lagi karena rapornya merah, dan memiliki agenda politik tertentu. Sehingga jika diangkat jadi pegawai negeri akan bisa melemahkan KPK dari dalam.

Naasib ke-51 pegawai KPK itu beda dari 24 orang lainnya. Meski sama-sama tidak lolos tes wawasan kebangsaan, tetapi yang 24 orang masih bisa dibina dan dinaikkan kadar nasionalismenya. Sehingga masih memiliki harapan besar untuk ikut diangkat jadi ASN dan tetap bekerja di KPK seperti biasa.

Di dalam internal KPK ada grup-grup tertentu, walau ada serikat pekerja yang resmi. Di antara grup itu ada yang dinamakan kelompok Taliban, karena mereka diduga menjadi simpatisan kelompok teroris dan radikal. Sehingga merekalah yang secara rela harus mengundurkan diri, walau kasih boleh menyelesaikan kerjanya hingga oktober 2021 mendatang.

Kelompok Taliban jelas dilarang keras jadi pegawai negeri, karena berafiliasi pada organisasi terlarang. Jangan sampai mereka dimanfaatkan oleh eks petinggi organisasi tersebut, yang meski sudah bubar tetapi masih ingin melakukan banyak teror di Indonesia. Karena pegawai KPK itu punya jabatan dan pangkat, sehingga bisa disalahgunakan untuk kepentingan pribadi yang sayangnya dalam konteks yang negatif.

Apalagi ketika kelompok Taliban meminta simpati pada pemuka agama di Indonesia. Sungguh salah alamat, karena dalam kasus ini yang dipertanyakan adalah integritas mereka dan kecintaan pada negara, bukan soal agama dan kepercayaannya. Jangan sampai masalah ini jadi campur aduk, karena yang berwenang adalah Serikat Pekerja dan Dinas Tenaga Kerja. Penyebabnya karena petinggi KPK akan mempertimbangkan saran dari Disnaker.

Jika mereka mencari simpati maka jelas melakukan playing victim, untuk membuktikan pada publik bahwa mereka tidak bersalah. Di sini terlihat kualitas mereka, yang meski sudah berumur tetapi malah bertingkah seperti anak kecil yang suka mengadu pada orang tuanya. Jika sudah ketahuan, sudah pantas kan mereka disuruh untuk mundur dari jabatan dan pekerjaannya?

Selain itu, jika 51 pegawai KPK dipaksa untuk diangkat jadi ASN, akan sangat menyalahi peraturan. Pertama, mereka tidak lolos tes wawasan kebangsaan.

Tes ini tak hanya untuk KPK saja tetapi untuk seluruh CPNS, jadi sangat objektif penilaiannya. Lagipula TWK untuk KPK dibuat oleh lembaga negara lain, jadi petinggi KPK tidak bisa ikut mengatur skor untuk menjungkalkan pegawai tertentu.

Kedua, seluruh aparatur sipil negara harus membuktikan diri bahwa ia menaati pancasila sampai ke dalam hati, dan memiliki rasa nasionalisme yang besar. Selain itu, ia juga harus taat kepada UUD 1945. Jika tidak lolos tes wawasan kebangsaan maka ia terbukti kurang memiliki rasa nasionalisme, padahl hal ini sangat krusial.

Pada tes wawasan kebangsaan juga dipertanyakan beberapa soal tentang keberagaman dan pluralisme di Indonesia. Jika 51 pegawai KPK tidak lolos tes wawasan kebangsaan berarti ia memiliki rasa toleransi yang rendah, padahal seorang WNI dan ASN yang baik harus mampu memahami banyak orang dari background yang berbeda. Sehingga jika ia gagal, wajar saat tidak diangkat jadi ASN.

Polemik tentang pengangkatan pegawai KPK jadi ASN jangan diperpanjang lagi sampai berjilid-jilid, karena mereka yang lolos tes wawasan kebangsaan akan diangkat jadi ASN tanggal 1 juni 2021. Mereka yang tak lolos TWK ketahuan memiliki agenda politik. Sehingga wajar jika gagal jadi pegawai negeri. (Ade Kurniawan)

***