Tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dijalani oleh seluruh pegawai KPK sempat menjadi kontroversi, karena ada yang tidak lolos. Namun petinggi KPK kukuh berprinsip bahwa TWK sudah sesuai dengan ketentuan. Karena kenyataannya jika pegawai KPK akan diangkat jadi ASN, tentu harus melalui tes ini, sama seperti CPNS yang lain.
KPK adalah lembaga anti korupsi yang berdiri di era mantan Presiden Megawati. Tugas KPK tentu untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia. Sehingga diharap negeri ini akan bebas dari rongrongan tikus-tikus berdasi alias koruptor nakal, dan akan dijebloskan ke dalam bui sesuai dengan kesalahannya.
Beberapa saat lalu pegawai KPK menjalani tes wawasan kebangsaan, karena mereka akan diangkat jadi aparatur sipil negara (ASN). Hal ini berdasarkan PP nomor 41 tahun 2020. Mereka harus mengerjakan soal dan ditanya tentang kadar nasionalismenya, pemahaman tentang pancasila, apakah berhubungan dengan organisasi separatis dan radikal, dll.
Setelah tes diadakan, maka ada 75 orang yang tidak lolos. Namun tidak semua dari mereka yang gagal jadi ASN, karena ada 24 orang yang diberi kesempatan kedua. Sedangkan sisanya masih boleh bekerja hingga bulan oktober 2021. Keputusan petinggi KPK sontak menghebohkan masyarakat.
Namun Ketua KPK Firli Bahuri tetap kukuh pada pendiriannya. Menurutnya, soal tes wawasan kebangsaan dibuat oleh lembaga negara yang lain, sehingga dipastikan valid dan tidak ada unsur subjektivitas pada saat tes berlangsung. Tidak ada yang namanya penjegalan terhadap seorang pegawai tertentu karena dendam pribadi.
Tes wawasan kebangsaan yang dijalani oleh seluruh pegawai KPK sebelumnya bernama tes moderasi bernegara. Tes ini dibagi jadi 2, yakni sesi tertulis dan wawancara. Beberapa contoh soal tes ini mempertanyakan kebanggaan jadi warga negara Indonesia, tentang terorisme, jihad, rasisme, hukuman bagi penista agama, demokrasi, LGBT, dan lain-lain.
Jika ditilik dari contoh soal maka sangat wajar ketika tes wawasan kebangsaan dianggap valid dan sesuai dengan ketentuan. Karena pegawai KPK akan diangkat jadi aparatur sipil negara. Berarti harus memiliki kadar nasionalisme yang tinggi dan tidak boleh memiliki relasi dengan organisasi teroris, separatis, dan radikal. Sebagai abdi negara, mereka harus setia pada negara, bukan?
Karyono Wibowo, Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute menyatakan bahwa tes wawasan kebangsaan sudah sesuai dengan ketentuan dan amanat Undang-Undang. Karena sudah ada payung hukumnya, yakni UU nomor 19 tahun 2019 dan UU nomor 41 tahun 2020. Serta peraturan KPK tentang tata cara pengalihan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.
Karyono menambahkan, ada 3 hal penting yang menjadi persyaratan ketika pegawai KPK ingin diangkat jadi ASN. Pertama, setia pada negara, pancasila, UUD 1945, dan pemerintah yang sah. Kedua, tidak terlibat organisasi terlarang, dan yang ketiga memiliki moral serta integritas yang baik.
Ketentuan ini juga berlaku bagi seluruh calon pegawai negeri, tidak hanya untuk pegawai KPK. Jadi dipastikan aturannya akan sama bagi tiap lembaga negara maupun kementrian. Bagi CPNS, mereka juga harus mengerjakan tes wawasan kabangsaan, selain tes matematika dan tes lainnya, juga seleksi administratif. Ujiannya memang lebih berat karena jadi ASN beban kerja dan tanggungjawabnya tidak main-main.
Tes wawasan kebangsaan sudah sesuai dengan standar dan tidak dibuat-buat, demi alasan tertentu. Jadi lupakan saja polemik tentang TWK, karena tidak ada motif sakit hati atau emosional yang lain untuk pegawai tertentu.
Tes wawasan kebangsaan sudah 100% valid dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Payung hukumnya juga sudah kuat. Pegawai KPK yang tak lolos tes diharap legowo dan melanjutkan karirnya di tempat lain. (Muhammad Yasin)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews