Jalaluddin Rakhmat dan Islam Syiah

Mengenai kepintaran orang Syiah, Kiai Said menjelaskan, hal ini bisa dilihat dari latar belakang peradaban Persia yang jauh lebih maju dari Arab.

Selasa, 16 Februari 2021 | 19:54 WIB
0
238
Jalaluddin Rakhmat dan Islam Syiah
Almarhum Kang Jalaluddin Rakhmat

Dr. Jalaluddin Rakhmat meninggal dunia pada hari Senin, 15 Februari 2021 di IICU Rumah Sakit Santosa Internasional Bandung. Ia adalah salah seorang dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Bandung era 1980-an. 

Dr. Jalaluddin Rakhmat tumbuh dalam keluarga Islam tradisional dan sempat aktif di Muhammadiyah, sebelum terjun total ke tasawuf dan akhirnya menganut Islam Syiah.

Ayah dari lima anak ini juga rajin menyuarakan agar kaum Syiah di Indonesia tidak menutup diri.

"Misalnya di Ijabi (organisasi yang menaungi kaum Syiah di Indonesia), kita minta orang-orang ijabi harus melakukan shalat sama seperti shalat mereka (kaum Sunni), berpuasa seperti puasa mereka, sehingga kita tidak memberi celah untuk memperbesar perbedaan di antara kedua mazhab itu," jelas penulis lebih dari 45 buku ini.

Jumlah pengikut mazhab Syiah di seluruh wilayah Indonesia sekitar 200 ribu orang, tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Meski demikian, Badan Inteljen Negara (BIN) dan Mabes Polri menyatakan bahwa pengikut mazhab Syiah di Indonesia sekitar 6-7 juta, jauh dari yang diperkirakan semula. Namun, sampai saat ini belum ada jumlah yang valid soal pengikut mazhab Syiah ini.

Islam Syiah di Indonesia mewakili minoritas kecil di negara mayoritas Muslim Sunni. Sementara, Islam Syiah Indonesia ditemukan di kawasan Jawa, Madura dan Sumatera.

Antara Syiah dan Sunni

Kiai Said Agil Siradj di NU online pernah mengatakan, setelah Rasulullah wafat, timbul berbagai aliran dalam Islam. Ada yang disebabkan oleh alasan politik dan ada pula yang disebabkan oleh perbedaan cara tafsir ajaran Islam terhadap berbagai persoalan baru. 

Menurut Kiai Agil, beberapa aliran yang muncul di antaranya adalah Kodariyah, Murjiah, Muktazilah, Khawarij, Syiah, dan Ahlusunnah.

Dari sekian banyak aliran yang ada, kini tinggal Sunni (Ahlusunnah) dan Syiah yang tetap bertahan sedangkan lainnya secara nama sudah hilang, meskipun pengaruh alirannya tetap ada dalam berbagai bentuk.

Kiai Said meyakini, keberadaan dua aliran yang sudah terbukti mampu bertahan ini akan mampu bertahan jauh di masa depan. Pengikut aliran Syiah memiliki kelebihan berupa militansi yang bagus.

Militansi yang intelek, bukan militansi yang ngawur. Dalam kasus Palestina, di wilayah tersebut tidak ada orang Syiah, tetapi Iran lah yang paling menganggap musuh dengan Israel, Hizbullah yang paling menganggap musuh Israel. 

Mengenai kepintaran orang Syiah, Kiai Said menjelaskan, hal ini bisa dilihat dari latar belakang peradaban Persia yang jauh lebih maju dari Arab. Begitu  masuk Islam, tinggal ganti agama, ganti kitab suci Al-Qur’an, tetapi nilai-nilai peradabannya sudah mapan. 

“Ahli hadits tidak ada orang Arab, tetapi orang Persia semua. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Dawud, Daruqutni, Daylimi,” imbuhnya. 

Ia menambahkan yang menciptakan ilmu nahwu, Imam Sibawaih merupakan orang Persia, yang menciptakan ilmu balaghoh atau kesusastraan bahasa Arab juga orang Persia, yaitu Amir bin Ubaid. Yang pertamakali menjadi mufassir besar, yaitu orang Tabaristan, yaitu Ibnu Ja’far Attabari yang membuat tafsir 10 jilid. Imam Ghozali merupakan Persia. Abu Hanifah dan Imam Hambali orang Persia. Sementara Imam Syafii dan Imam Malik orang Arab. 

Baca Juga: Oman Ibadi, Syiah Bukan Wahabi Pun Bukan

Mengenai hubungan yang harmonis antara Sunni dan Syiah, Kiai Said yang menyelesaikan doktor di Universitas Ummul Qura Makkah ini menjelaskan, Mesir bisa menjadi contoh. Mesir dulu ada kelompok Syiah, Sunni, dan Kristen Ortodok. Mereka bisa hidup damai. 

“Nggak pernah ada konflik mazhab. 10 raja dari Syiah di Mesir dari dinasti Fatimiyah. Yang membangun kota Kairo orang Syiah, yang membangun masjid Al Azhar juga orang Syiah,” tandasnya.

Dari pernyataan Kiai Said Agil Siradj ini, saya yang pernah ke Irak dua kali, yaitu pada bulan Desember 1992 dan September 2014 merasakan hal tersebut.Tahun 2014, saya pergi ke Masjid Al Kufah, masjidnya Ali ra. Juga ke Padang Karnala. Menurut sejarah, ketika Hussein, anaknya Ali ra inilah muncul perpecahan dalam Islam.Di Irak itu penduduknya mayoritas Syiah.

Presiden Irak Saddam Hussein merupakan pemimpim yang beruntung. Ia pemganut Sunni, tetapi untuk beberapa dekade sebelum dihukum gantung, pernah memimpin penduduk Irak yang penduduknya mayoritas Syiah.

***