Gubernur Mengalah, Surabaya Raya Tarung Bebas vs Corona

Jumat, 12 Juni 2020 | 08:20 WIB
0
287
Gubernur Mengalah, Surabaya Raya Tarung Bebas vs Corona
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. (Foto: Detik.com)

Kepergian Dokter Miftah Fawzy Sarengat, dokter residen peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UA) Surabaya yang meninggal karena Covid-19, Rabu (10/6/2020), mengingatkan kita.

Mengingatkan resiko setelah terpapar Virus Corona atau Covid-19. Almarhum Dokter Miftah sehari-hari bertugas di RS Dr Soetomo Surabaya. Setelah dirawat intensif selama 5 hari di RS milik Pemprov Jatim itu, Dokter Miftah meninggal Rabu pagi sekitar pukul 09.00 WIB.

Humas RS Dr Soetomo Surabaya Dokter Pesta Parulian membenarkan tentang meninggalnya Dokter Miftah. Kabar itu menjadi kabar duka bagi seluruh elemen di RS Dr Soetomo dan FK UA.

Dokter Pesta juga membenarkan hasil sejumlah tes pendeteksi Covid-19 menunjukkan bahwa Dokter Miftah memang terjangkit Covid-19. Hasil tes swab dengan metode PCR, termasuk CT Scan Toraks, menunjukkan hal itu.

“Hari ini sudah kami lakukan pemulasaraan sesuai protokol Covid-19, karena hasil swab-nya memang positif, CT Scan Toraks-nya juga. Semua parameter yang kami uji hampir sangat pasti Covid-19,” katanya.

Pihak RS Dr Soetomo dan FK UA memberikan penghormatan terakhir kepada Dokter Miftah  yang telah berjuang di garda terdepan penanganan pasien Covid-19. Jenazahnya dikebumikan di Magetan.

“Keluarganya menghendaki beliau dikebumikan di Magetan. Jadi, hari ini kami lakukan dua upacara singkat untuk melepas jenazah beliau,” kata Dokter Pesta dilansir SuaraSurabaya.net, Rabu (10 Juni 2020 | 17:39 WIB).

Upacara singkat melepas kepergian Almarhum Dokter Miftah itu berlangsung di gerbang RS. Direktur Utama RS Dr Soetomo, Dokter Joni Wahyuhadi, memberi penghormatan terakhir bersama Wakil Dekan FK UA.

Dokter Pesta mengaku sangat sedih. Selain kehilangan salah satu peserta didiknya, dia sangat menyayangkan kepergian dokter yang seharusnya menyelesaikan pendidikan spesialisnya tahun ini. Seharusnya, kalau tidak ada pandemi, mungkin dalam tahun ini, sudah selesai.

Dokter Brahmana Askandar Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya turut menghadiri upacara penghormatan dan prosesi pelepasan jenazah di FK UA Surabaya.

Dokter Miftah adalah dokter ketiga di Surabaya yang gugur sebagai pejuang medis dalam perang melawan Covid-19. Dia berharap, kepergian Dokter Miftah yang terakhir kali terjadi di Surabaya.

“Dikter Miftah ini dokter ketiga yang gugur di Surabaya. Mudah-mudahan ini yang terakhir. Perjuangan beliau harus kami lanjutkan, karena perjuangan melawan Covid-19 ini belum selesai, mudah-mudahan bisa segera berakhir,” katanya.

Pada Senin, 8 Juni 2020, lalu adalah hari terakhir pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketiga di wilayah Surabaya Raya, yakni: Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik.

Adalah Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang sebelumnya “ngotot” mau usul ke Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa supaya mengakhiri PSBB di Surabaya. Usulan ini didukung Bupati Gresik Sambari Halim Radianto dan Plt Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifudin.

Alasan “kehidupan ekonomi” yang mendasari Risma mengusulkan hal tersebut. Walikota ini berjanji akan membuat Perwali yang lebih ketat untuk mendukung Protokol Kesehatan yang diberlakukan selama ini. Demikian pula alasan Bupati Gresik dan Sidoarjo.

Tampaknya Gubernur Khofifah tidak berdaya menghadapi tuntutan ketiga Kepala Daerah di Jatim ini, meski sebelumnya Ketum Muslimat NU ini sudah memberikan peringatan bahaya Covid-19 di ketiga wilayah Surabaya Raya tersebut.

Akhirnya Gubernur Khofifah menyerahkan keputusan “penghentian” PSBB itu kepada ketiga kepala daerah Surabaya Raya ini. Padahal, angka penularan Covid-10 di Surabaya Raya sebenarnya masih tinggi, bahkan bisa lebih berbahaya dari DKI Jakarta.

Tapi, Gubernur Khofifah mengakhiri PSBB Surabaya Raya karena permintaan ketiga kepala daerah tersebut. Ketiga kepala daerah di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik juga telah berjanji akan menerapkan protokal kesehatan lebih ketat meski PSBB sudah berakhir.

Menurutnya, sejak awal penerapan PSBB sudah disepakati Pemkab Gresik, Pemkab Sidoarjo, dan Pemkot Surabaya. “Pada dasarnya, semua bersifat bottom up,” jelas Gubernur Khofifah, mengutip tayangan Kompas TV, Senin (8/6/2020).

Dalam setiap perpanjangan PSBB, lanjut Khofifah, adalah keputusan pemda setempat. “Pada perpanjangan pertama, PSBB tahap kedua, yang mengumumkan itu sendiri sudah perwakilan kabupaten kota,” paparnya.

Saat PSBB tahap ke-3 perpanjangan tahap ke-2 dimulai 26 Mei-8 Juni, yang mengumumkan juga adalah mereka bertiga. Pada akhir PSBB tahap ketiga, Gubernur Khofifah menyebutkan telah melakukan evaluasi dan rapat untuk memutuskan apakah PSBB harus dilanjutkan ke tahap berikutnya atau tidak.

Dalam rapat tersebut, Dokter Windhu Purnomo sebagai pakar Epidemiologi Universitas Airlangga telah menjelaskan kondisi saat ini belum aman untuk mencabut PSBB. “Kita mengundang perwakilan kabupaten dan kota,” ungkap Gubernur Khofifah.

“Kemudian Dokter Windhu yang mengomandani Tim Epidemiologi FKM Unair menjelaskan bahwa sesungguhnya Surabaya belum aman, Gresik belum aman, Sidoarjo belum aman,” ujar Khofifah.

Ia menyinggung kondisi di ketiga wilayah tersebut, bahkan lebih parah daripada DKI Jakarta yang kurvanya sudah mulai melandai. “Sebaiknya bersabar dulu, dengan data misalnya attack rate-nya masih 94,1. Bahkan lebih tinggi dari Jakarta hari ini,” ungkap Khofifah.

Meski begitu, Khofifah menyinggung angka transmisi di Surabaya sudah cukup membaik dan menjadi optimisme bersama. “Kemudian ada optimisme, memang. Artinya, rate of transmission-nya Surabaya 1,0,” jelas Khofifah.

“Optimisme ini sesungguhnya bisa menjadi pendorong upaya pendisiplinan yang lebih ketat,” tambahnya. Ia memaparkan transmission rate di Gresik sempat mencapai angka 0,3. Melihat angka tersebut, Pemkab Gresik sempat optimis dapat mulai memasuki “New Normal”.

“Mereka pada tanggal 21-26 Mei, selama 6 hari itu sudah di bawah 1. Waktu itu kita berharap kalau sudah di bawah 1, sesungguhnya sudah siap untuk memasuki New Normal,” lanjutnya. Meski begitu, setelah Lebaran angka kasus baru kembali naik.

“Pascalebaran, di 3 daerah ini mengalami kenaikan. Itu yang menjadikan rate of transmission naik, angka-angka ini juga naik,” ungkap Khofifah. “Tapi, pakar Epidemiologi tadi kembali menjelaskan bahwa ini belum aman,” tambahnya.

Angka kemarian pasien positif Covid-19 di Jatim, tertinggi se-Indonesia. Adanya tambahan 23 kasus kematian di Jatim pada Rabu (10/6/2020), total ada 553 kasus kematian di Jatim.

Dari data laporan media harian Covid-19 Indonesia per-Kamis (11/6/2020), kasus kematian di Jatim menyalip DKI Jakarta. Jakarta sendiri bertambah 2 kasus menjadi 537 kasus. Jakarta sebelumnya menjadi provinsi dengan angka kasus kematian tertinggi se-Indonesia.

Kini, angka kasus kematian itu dilampaui Jatim. Dari data Gugus Tugas Covid-19 Pusat, hari ini ada tambahan 297 kasus di Jatim, sehingga total ada 7.103 kasus. Untuk pasien sembuh di Jatim, hari ini ada tambahan 112 menjadi 1.793 pasien sembuh dari Covid-19.

Melihat data tersebut, persentase angka kematian pasien positif Covid-19 di Jatim lebih tinggi daripada Jakarta. Padahal di Jakarta ada 8.650 kasus positif Covid-19 dengan total 537 kasus kematian.

Dari data Pemprov Jatim sendiri per-Rabu (10/6) angka kematian sudah tercatat di angka 553 kasus. Sementara untuk pasien sembuh tercatat ada 1.793. Untuk kasus positif Corona masih tercatat 6.798 kasus.

Untuk data kematian dan kesembuhan, Pemprov Jatim diizinkan oleh Gugus Covid-19 pusat untuk meng-update lebih cepat. Untuk kasus positif, Pemprov Jatim menunggu pengumuman lebih cepat.

“Kita memang diizinkan untuk mengumumkan kasus kematian dan angka kesembuhan lebih cepat dari pada pusat. Jadi, kadang teman-teman (media) melihatnya, kenapa di data pusat kesembuhan/kematian baru sekian, di data Pemprov lebih banyak,” ungkapnya.

“Karena kita diizinkan. Untuk kasus positif, kita menunggu pengumuman dari pusat,” kata Gubernur Khofifah beberapa waktu lalu di Gedung Negara Grahadi.

Kebijakan yang telah diambil Gubernur Khofifah berbeda dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Gubernur Anies tidak bisa melawan kebijakan Pemerintah Pusat yang ngotot segera berlakukan New Normal.

Maka, Anies dengan berat hati diikuti dengan bahasa PSBB Transisi. Dia sudah tahu kasus baru akan melonjak lagi. Seperti biasa dia telah siapkan segala kemungkinan yang terjadi.

Sebaliknya di Jatim, Surabaya didukung Gresik dan Sidoarjo minta berhenti PSBB. Gubernur Khofifah paham kasus baru akan terus melonjak. Seperti biasa dengan sabar disiapkan segala situasinya.

Menurut politisi PAN Mila Machmudah Djamhari, DKI Jakarta masih menyebut nama PSBB karena itulah payung hukumnya untuk menyusun aturan dan sanksinya. “Surabaya Raya yakin tanpa PSBB otomatis Peraturan Gubernur Jatim untuk PSBB berakhir sudah,” katanya.

Semua dikembalikan pada Perwali dan Perbup. Masalahnya adalah apa payung hukumnya di atas untuk memberikan aturan dan sanksinya. Sedangkan opsi PSBB adalah opsi yang paling ringan dari Status Darurat Kesehatan.

“Pemkot Surabaya memilih tarung bebas Rakyat versus Covid-19,” tegas Mila.

Catat! Pasien meninggal di Jatim sudah 575 yang positif, yang PDP 733, yang ODP 111. Surabaya yang meninggal positif 315. Tingkat kematian Surabaya 8,41%. Untuk kesembuhan Surabaya 26,66%.

"Angka ini bisa dimainkan. Yang terkonfirmasi positif bisa direkayasa tinggi, negatif bisa jadi positif. Seminggu kemudian akan dinyatakan sembuh. Ini akan berdampak pada tingginya tingkat kesembuhan dan rendahnya tingkat kematian," ujar Mila.

Selama tingkat kematian tinggi, Surabaya akan kehilangan banyak potensi ekonomi. "New Normal ditempuh pemerintah karena kondisi keuangan negara sudah tidak memungkinkan untuk penyelenggaraan bansos. Bila rakyat lapar berpotensi kerusuhan," tegas Mila.

***