Sudah menjadi tugas Kapolri melindungi nama baik Presiden, sesuai dengan peran dan fungsinya. Yang perlu dikontrol, jangan sampai tidak bisa membedakan mana kritik dan mana penghinaan.
Membungkam pengeritik Presiden memanglah harus dilawan, namun pelaku Penghina Presiden tidaklah bisa ditolerir, karena menyangkut nama baik dan wibawa Presiden sebagai kepala negara, juga pemimpin bangsa.
Jangankan menghina Presiden, menghina sesama pribadi saja bisa dituntut secara hukum. Kalau perilaku penghinaan terhadap pribadi seseorang tidak ditindak secara hukum, maka perilaku ini akan menjadi hal yang biasa didalam masyarakat.
Tidak ada larangan untuk mengkritik seorang Presiden, karena mengkritik Presiden adalah mengkritik kebijakannya, bukan pribadinya. Inilah yang harus difahami bersama, mana kritik, dan mana pula penghinaan.
Kalau menyerang menyerang pribadi Presiden, apa lagi dengan kata-kata yang tidak senonoh, diluar adab kewajaran, sehingga yang diserang merasa tidak nyaman, apa lagi seorang Presiden, penegak hukum wajib memprosesnya secara hukum.
Pentingnya proses hukum, agar tahu dimana benar tidaknya adanya pelanggaran pasal penghinaan. Dalam proses hukum, jika tersangka pelaku diperlakukan secara tidak manusiawi, maka aparat hukum juga perlu diminta pertanggung-jawabannya.
Bukan cuma dimasa pemerintahan Jokowi, para penghina Presiden ditangkap aparat, dimasa pemerintahan SBY pun para penghina Presiden ditangkap, dan di proses secara hukum.
Banyak juga elit politik yang mengkritik kebijakan Jokowi, tapi tidak satupun ditangkap. Sebut saja Fadli Zon, Fahri Hamzah dan beberapa politisi dari pihak oposisi, dan mereka aman-aman saja dalam mengkritik Presiden Jokowi.
Begitu juga di masa pemerintahan SBY, banyak yang mengkritik kebijakan SBY, penulis sendiri termasuk sering mengkritisi berbagai kebijakan SBY di Kompasiana, tapi karena sifatnya kritik yang konstruktif, maka aman-aman saja.
Tapi ketika ada yang menghina dan menyerang SBY secara pribadi, mereka pun ditangkap, tidak mungkinlah tidak ada penangkapan terhadap penghina SBY dimasa pemerintahannya.
Ada beberapa aktivis yang ditangkap, diawal pemerintahan SBY di Periode pertama, seperti yang penulis kutip dari Tirto.id,
Pertama, aktivis Gerakan Frontier berusia 28 bernama I Wayan “Gendo" Suardana. Gendo melanggar pasal haatzai artikelen atau pasal penghinaan yang merupakan warisan kolonial.
Aksi teatrikal yang dilakukan Gendo saat itu, sambil membakar foto Presiden SBY yang memang sudah disiapkan. Foto SBY yang sudah dicorat-coret menjadi mirip drakula, lalu dibakar Gendo dan kawan-kawan.
Demo yang dilatari oleh kenaikan harga BBM, padahal sebelumnya SBY berjanji tidak akan menaikkan harga BBM dalam 100 hari kerja pemerintahannya. Peristiwa ini terjadi pada 30 Desember 2004, sekelompok anak muda melakukan pawai menuju Gedung DPRD Bali.
Kedua, sosok lain yang diduga melontarkan penghinaan terhadap SBY muncul lagi. Kali ini melibatkan nama Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Monang Johannes Tambunan.
Sama seperti Gendon, Monang pun memimpin demontrasi terkait kenaikan BBM. Monang bertindak sebagai orator, yang saat itu dalam orasinya sempat melontarkan kata-kata yang kasar dan tidak patut, yang dianggap penghinaan terhadap Presiden.
Monang dan kawan-kawan melakukan aksinya di depan Istana Negara. Pada sebuah demonstrasi tanggal 28 Februari 2005, atas dasar perbuatan tersebut mengantarkannya ke kursi pesakitan dengan dakwaan penghinaan terhadap presiden.
Monang dipengadilan didakwa Cicut Sutiarto selaku ketua majelis hakim menyebut ujaran kebencian berupa “SBY Anjing, SBY Babi" yang dilontarkan Monang benar-benar menyerang presiden secara personal.
Ketiga, seorang pemuda asal Yogyakarta, Herman Saksono, juga pernah terjerat pasal penghinaan terhadap presiden. Herman ditangkap karena merekayasa foto Bambang Trihatmojo dengan Mayangsari, yang diganti dengan foto SBY, seakan-akan SBY tengah bermesraan dengan Mayangsari.
Apa yang dilakukan Herman, tidaklah seberat yang dilakukan Gendon dan Monang, karena foto tersebut hanya diunggah di blog pribadinya. Sehingga tidak lama setelah melalui proses hukum, Herman pun dibebaskan.
Mereka ditangkap bukanlah atas perintah SBY, karena SBY sendiri tidaklah terlalu memperhatikan hal-hal tersebut. Tapi secara hukum, aparat tentunya tidak akan membiarkan adanya penghinaan terhadap kepala negara. Itu sudah menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum.
Kalau SBY sempat merespon telegram Kapolri terkait pasal penghinaan Presiden, adalah merupakan sebuah reaksi yang wajar. Bisa jadi SBY tidak ingin apa yang pernah terjadi pada pemerintahan dulu, tidak terjadi pada pemerintahan Jokowi.
Jadi sebetulnya, bukan tidak pernah terjadi penangkapan terhadap penghina Presiden, dimasa pemerintahan SBY, mungkin saja SBY tidak tahu kalau banyak aktivis yang ditangkap aparat hukum, karena memang sekelas Presiden tidak mungkin mengurusi hal-hal seperti itu.
Sudah menjadi tugas Kapolri melindungi nama baik Presiden, sesuai dengan peran dan fungsinya. Hanya saja yang perlu dikontrol, jangan sampai tidak bisa membedakan mana kritik, dan mana ranah penghinaan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews