Makna Kunjungan Presiden Jokowi dan Panglima TNI ke Natuna

Apabila Chinatetap melakukan pelanggaran wilayah tanpa peduli dengan aturan internasional, China akan berhadapan dengan banyak pihak; ASEAN, AS, Australia dan banyak negara lainnya.

Kamis, 9 Januari 2020 | 08:29 WIB
0
280
Makna Kunjungan Presiden Jokowi dan Panglima TNI ke Natuna
Presiden Joko Widodo dan Panglima TNI Hadi Tjahjanto (Foto: Facebook/Prayitno Ramelan)

Terkait berita masuknya kapal-kapal ikan China ke wilayah ZEE Indonesia di Utara Natuna, Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Natuna Rabu (8/1). Presiden bersama rombongan berangkat dari Lanud Halim Perdanakusuma pada pukul 07.35 WIB dan kembali pada sore hari.

Presiden dan rombongan menuju Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa, Kabupaten Natuna, untuk meninjau jajaran kapal bertemu dengan ratusan nelayan kemudian menyerahkan sertifikat hak atas tanah untuk rakyat.

Kemudian presiden meninjau dua kapal perang yang sandar di Pangkalan TNI Angkatan Laut Selat Lampa, Natuna. Presiden memasuki dek kapal perang KRI Usman Harun 359 yang berlabuh bersisian dengan KRI Karel Satsuit Tubun 356.

Saat di dalam kapal, presiden bertanya kepada Panglima TNI, apakah ada kapal negara asing memasuki laut teritorial Indonesia? Dengan tegas dijawab Panglima tidak ada. Presiden Jokowi mengatakan, "Kapal asing tersebut berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, bukan laut teritorial Indonesia. Di zona tersebut kapal internasional dapat melintas dengan bebas, dan Indonesia memiliki hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya."

Ditambahkan presiden, "Indonesia memiliki hak berdaulat untuk menangkap atau menghalau kapal asing yg mencoba memanfaatkan kekayaan alam di dalamnya secara ilegal."

Turut mendampingi dalam kunjungan kerja ini Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala BPN Surya Tjandra. Selain itu, turut juga Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, Sekretaris Militer Presiden Mayjen Suharyanto, juru bicara Fadjroel Rachman, serta perangkat lainnya.

Langkah Antisipatif TNI

Berdasarkan perkiraan Intelijen strategis, wilayah Pulau Natuna memiliki potensi konflik, khususnya di wilayah perairan ZEE selebar 200 mil. Terkait Kirstra ini, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan bahwa TNI telah mengerahkan kekuatan penuh di Laut Natuna Utara. Panglima TNI di Kantornya Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (7/1/2020), mengatakan, sejak dua tahun terakhir pangkalan kekuatan TNI matra laut, darat, dan udara dibangun di Natuna dan terus diperkuat hingga saat ini.

”Patroli agenda setahun siaga tempur laut itu sudah berlangsung dan ditambah kekuatan dari empat kapal menjadi delapan kapal perang berikut kapal logistik. Keberadaan kapal logistik membuat kapal perang tidak usah kembali ke pangkalan di Natuna dan dapat terus berada di lautan menjaga wilayah kedaulatan, landas kontinen, dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE),” katanya.

Sebelum insiden pelanggaran ZEE akhir Desember 2019 dan awal Januari 2020 oleh kapal Vietnam dan kapal China, TNI sudah menyiapkan berbagai sarana di Natuna. Sarana itu berupa pangkalan kapal permukaan, pangkalan kapal selam, dua stasiun radar, fasilitas lapangan udara berupa hanggar pesawat tempur, rumah sakit tentara, Batalyon Komposit TNI AD, Batalyon Artileri Pertahanan Udara (Arhanud), dan Kompi Marinir TNI AL.

Keberadaan kekuatan TNI di Pulau Natuna dan Laut Natuna Utara, menurut panglima, untuk memperkuat pertahanan pulau terluar, pengamanan, dan penindakan terhadap pelanggaran di ZEE hingga di laut teritorial. Pada hari Selasa (7/1), TNI AU mengirimkan empat pesawat tempur F-16 dari Lanud Rusmin Nuryadin, Pekanbaru ke Pangkalan TNI AU Ranai, Natuna.

TNI memastikan operasi pengamanan di wilayah perairan Natuna dilakukan sesuai prosedur hukum internasional. TNI tidak akan terprovokasi dalam tindakan pengamanan."Prajurit-prajurit TNI AL dan AU melakukan operasi dengan memegang teguh aturan pelibatan yang berpedoman pada hukum- hukum laut nasional dan internasional, intinya di situ. Jadi kita tidak ingin terprovokasi," kata Kapuspen TNI Mayjen TNI Sisriadi di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (6/1/2020).

Perkembangan Situasi Terakhir

Dari informasi terakhir yang berkembang, menyebutkan bahwa China telah mengirim tambahan dua kapal coast guard ke Natuna, yang belum jelas apakah akan memperkuat coast guard yang sudan ada atau sebagai kapal pengganti.

Menanggapi perkembangan situasi yang memanas, protes Kemlu RI serta gelar kekuatan TNI di Natuna, pihak pemerintah China (RRT) mengharapkan bahwa China dan Indonesia bisa terus menjaga perdamaian dan stabilitas regional. "Mengenai beberapa perkembangan maritim baru-baru ini yang Anda tanyakan, China dan Indonesia telah berkomunikasi satu sama lain melalui saluran diplomatik. China dan Indonesia adalah mitra strategis yang komprehensif. Di antara kami, persahabatan dan kerja sama adalah arus utama sementara perbedaan hanyalah cabang," jelas Menlu Shuang dalam keterangan tertulis, dikutip dari fmprc.gov.cn, Rabu (8/1/2020).

Analisis

Di tengah ketidak jelasan sikap sejumlah menteri pada Kabinet Indonesia Maju atas masuknya kapal nelayan dan kapal coast guard China ke wilayah perairan Natuna, Presiden Jokowi menegaskan bahwa kedaulatan Indonesia tidak bisa ditawar-tawar. "Bahwa tidak ada yang namanya tawar-menawar mengenai kedaulatan, mengenai teritorial negara kita," tegas Jokowi dalam rapat kabinet paripurna di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (6/1/2020).

Kehadiran presiden beserta Panglima TNI ke Natuna, untuk meninjau langsung ke trouble spot menunjukkan bahwa Indonesia serius dengan mslh kedaulatan . Selain itu kunjungan juga untuk menaikkan moril anggota TNI yang bertugas di Natuna yang agak dikhawatirkan menurun akibat statement dua Menteri tentang lemahnya pertahanan kita.

Saat meninjau kapal perang KRI Usman Harun 359 yang berlabuh bersisian dengan KRI Karel Satsuit Tubun 356, Presiden menegaskan dengan pertanyaan kepada Panglima TNI tentang ancaman kedaulatan teritorial di Natuna (12 mil dari batas luar), berupa kehadiran kapal perang asing, dijelaskan Panglima tidak ada ancaman kedaulatan teritorial. Gangguan terjadi di wilayah ZEE, karena ada kapal ikan China yang mencuri ikan dan dikawal tiga coast guard. Mereka ini yang diusir oleh kapal perang TNI AL yang memang sudah selalu siaga di pangkalan TNI AL Selat Tampa Natuna.

Apakah konflik fisik militer Indonesia vs China akan terjadi? Menurut penulis kecil kemungkinannya. Ulah kapal ikan China pada akhir Desember lalu jelas mengacu pada suatu kepentingan, berusaha mengambil hasil laut sebanyak-banyaknya tanpa ijin. Mengingat sejarah bahwa Indonesia pernah keras saat KKP dipimpin Ibu Susi dalam menghadapi pencuri ikan di ZEE, China kini waspada, kapal ikannya dikawal coast guard.

Konsep China sejak 2007 yang mengembangkan 33.000 kapal coast guard sebagai upaya perlindungan nelayan mereka terapkan sejak 2019 di seluruh dunia, beroperasi di grey area. Pemerintah China jelas faham dengan masalah ZEE Indonesia, tetapi tetap nekat dan berusaha mendapatkan hasil di Laut China Selatan. China juga ribut dengan beberapa egara tentang batas laut, diantaranya dengan Vietnam, Filipina dan Brunai.

Di samping itu Pemerintah China (RRT) juga mengerti bahwa indonesia negara besar dan penting, dalam arti sebagai pangsa pasar, sentral kawasan serta negara yang sangat diinginkan menjadi mitra Amerika. Karena itu Menlu Shuang menekankan pentingnya kemitraan strategis China dan Indonesia. Sementara kasus kapal ikan dan coast guard disebutkan hanya sebuah kasus kecil berupa cabang.

Dari sikon geopolitik dan geostrategis, Amerika akan penuh berada di belakang Indonesia, seperi pernah dikatakan Menhan AS terdahulu J. Mattis saat berkunjung ke Menhan RI yang lalu Ryamizard bahwa AS akan membantu Indonesia apabila terjadi konflik militer dengan China. Ini menunjukkan besarnya keinginan AS, Indonesia menjafi mitranya. AS juga tetap menerapkan payung nuklirnya dari basis Indo Pasifik.

Kesimpulan

Langkah antisipatif yang diambil Panglima TNI dapat dikatakan sudah tepat dan sejalan dengan arahan Presiden Jokowi, juga menunjukkan bahwa TNI selalu siap setiap saat mengantisipasi ancaman Langkah tersebut juga telah menjawab bahwa diplomasi harus didukung kekuatan militer baru akan sukses dan dihargai negara lain.

Kunjungan Presiden Jokowi ke Natuna didampingi Panglima TNI menunjukan bahwa presiden sangat serius perihal kedaulatan. Langkah Panglima TNI sejalan dengan keinginan presiden, berbeda dengan Menko Maritim dan Menhan yang pada awalnya mengatakan pertahanan kita lemah. Oleh karena itu saat kunjungan, dimana kedua pejabat serta menteri KKP yang berurusan dengan masalah perikanan dan kemaritiman tidak diikutkan, terbaca sebagai sebuah indikasi bahwa pimpinan nasional tidak berkenan.

Apabila pada masa mendatang pemerintah China (RRT) tetap melakukan pelanggaran wilayah tanpa peduli dengan aturan internasional, maka China akan berhadapan dengan banyak pihak, diantaranya Asean, Amerika, Australia dan banyak negara lainnya.

Semoga bermanfaat.

Marsda Pur Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat Intelijen

***