Kalau Tak Terlibat, Khofifah Tidak Perlu Takut!

Nama Khofifah Indar Parawansa sempat disebut oleh Romahurmuziy alias Rommy, tersangka lainnya dalam kasus tersebut.

Kamis, 2 Mei 2019 | 01:45 WIB
0
490
Kalau Tak Terlibat, Khofifah Tidak Perlu Takut!
Romahurmuziy alias Rommy bersama Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. (Foto: Jatimnow.com).

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengakui diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi terkait dugaan kasus suap pengisian jabatan di lingkungan Kementerian Agama RI tahun 2018-2019.

“Iya, tadi diperiksa. Setelah datang di RUPS Bank Jatim, lalu jam 10 kurang lima menit tiba di Mapolda Jatim,” ujar Khofifah kepada wartawan di Gedung Negara Grahadi, di Surabaya, melansir Antaranews.com, Jumat (26 April 2019 20:58 WIB).

Mantan Menteri Sosial itu mengaku telah menjalani pemeriksaan penyidik KPK selama 1,5 jam. Keterangan yang diberikan masih terkait tersangka Romahurmuziy (Rommy), mantan Ketum DPP PPP, mantan Kakanwil Kemenag Jatim Haris Hasanuddin, dan mantan Kepala Kantor Kemenag Gresik Muaffaq.

Disinggung pertanyaan apa saja yang diajukan penyidik, Khofifah enggan menjelaskan lebih detail dan mengaku ditanya tentang identitas. “Ada yang tertulis, Rek! Biodata-biodata. Itu ditanya nama orang tua, nama mertua, sekolahnya di mana,” ujarnya.

“Kemudian pernah menjabat apa saja. Terkait itulah,” paparnya. KPK memeriksa Khofifah sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap pengisian jabatan di lingkungan Kemenag Tahun 2018-2019.

“Siang ini, dari informasi yang saya dapatkan dari tim penyidik di Surabaya ada lima orang saksi yang sedang diperiksa di Ditkrimsus Polda Jatim termasuk saksi Khofifah,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (26/4/2019).

Saksi lainnya yang diperiksa dari unsur pejabat dan PNS di Kemenag di daerah Jatim. Terkait pemeriksaan atas lima saksi itu, Febri menyatakan bahwa penyidik mendalami pengetahuan mereka tentang tersangka Haris Hasanuddin.

Nama Khofifah sempat disebut oleh Romahurmuziy alias Rommy, tersangka lainnya dalam kasus tersebut. Mantan Ketum PPP itu mengaku hanya meneruskan aspirasi soal pengisian jabatan di lingkungan Kemenag.

Baca Juga: Khofifah Mainkan "Politik Cerdas", Mundur dari Tim Kampanye

Menurut dia, banyak pihak yang menganggap dirinya sebagai orang yang bisa menyampaikan aspirasi itu kepada pihak-pihak yang memang memiliki kewenangan. Ia pun mencontohkan soal jabatan Haris Hasanuddin sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim.

“Misalnya seperti yang dilakukan saudara Haris Hasanuddin, yang sekarang juga menjadi persoalan. Apa yang saya terima adalah referensi dari orang-orang, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama yang sangat-sangat qualified,” ungkap Rommy.

“Dan, itu tentunya menjadikan saya memiliki dukungan moral kan. Oh, ternyata orang ini direkomendasikan orang-orang berkualitas,” kata Rommy di gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/3/2019).

Selanjutnya, ia pun menyampaikan kepada pihak-pihak yang berkompeten soal rekomendasi Haris menjadi Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim tersebut. Jadi, Rommy menyampaikan itu kepada pihak-pihak yang berkompeten tidak kemudian menghilangkan proses seleksinya.

“Proses seleksinya itu tidak sama sekali saya intervensi, proses seleksinya itu dilakukan oleh sebuah panitia seleksi yang sangat profesional. Semuanya adalah guru-guru besar dari lingkungan Universitas Islam Negeri se-Indonesia,” ungkap Rommy.

Soal rekomendasi Haris, Rommy pun mengaku menerima aspirasi dari Kiai Asep Saifuddin Halim. “Memang dari awal saya menerima aspirasi itu dari ulama seorang kiai, Kiai Asep Saifuddin Halim yang dia adalah seorang pimpinan ponpes besar di sana,” kata Rommy.

Kemudian, ia juga mengaku mendengarkan aspirasi dari Gubernur Khofifah. “Ibu Khofifah, beliau gubernur terpilih yang jelas-jelas mengatakan, “Mas Rommy, percayalah dengan Haris karena Haris ini orang yang pekerjaannya bagus”,” ungkap Rommy. 

“Sebagai gubernur terpilih pada waktu itu beliau mengatakan, “kalau Mas Haris saya sudah kenal kinerjanya, sehingga ke depan sinergi dengan pemprov itu lebih baik”,” ujar Rommy. Karena pengakuan Rommy inilah Khofifah akhirnya terseret namanya.

“KPK serius mendalami keterlibatan Khofifah dan Kiai Asep dalam kasus Rommy ini. Target KPK juga bongkar di Kemenang, karena bukti duit di ruang kerja Menag Lukman Hakim saat obok-obok sudah cukup menjadi barang bukti,” ujar sumber Pepnews.com.

Rommy tertangkap tangan penyidik KPK di Hotel Bumi Surabaya, Jumat, 15 Maret 2019. Dari tangan ANY, asisten Romy, KPK menyita tas yang berisi uang Rp 50 juta dan Rp 70,2 juta, sehingga total yang disita adalah Rp 120,2 juta.

Dalam perkara suap ini, KPK menduga Rommy bersama-sama dengan pihak Kemenag telah melakukan praktik suap untuk mempengaruhi hasil seleksi jabatan pimpinan tinggi di jajaran Kemenag.

Aroma konspirasi haram ini, sudah dicium KPK sejak Lukman Hakim Saifuddin menjabat Menteri Agama RI. Ini bukan kemuskilan akan mengungkap beberapa konspirasi haram lain di Kemenag, yang melibatkan Wakil Ketua TKN Capres Petahana Joko Widodo itu.

Salah satu konspirasi yang sudah didalami KPK tersebut adalah aroma konspirasi terkait proyek Haji dari penyiapan konsumsi, transportasi, penginapan, dan lain sebagainya. Juga beberapa proyek lain terkait proyek keagamaan yang melibatkan kebijakan dan keputusan Kemenag.

Tidak hanya itu. Kasus “kardus durian” yang menyeret nama Ketum DPP PKB Muhaimin Iskandar juga mulai didalami lagi. “Ini sebagai hasil kritis para karyawan KPK yang ingin mengungkap skandal korupsi sampai pusat operasionalnya,” lanjutnya.

Jadi, “Bukan berhenti pada koruptor kroco saja,” tegas sumber Pepnews.com tadi. Tak hanya kasus Rommy saja. KPK kini juga mendalami kasus “kardus durian” yang berisi duit Rp 1,5 miliar untuk fee Ketum DPP PKB Muhaimin Iskandar.

Sumber Pepnews.com menyebut, dokumen terkait dugaan korupsi Muhaimin tersebut sudah ada di tangan KPK. “Ya, tinggal tunggu eksekusinya saja,” ujarnya. Tokoh PKB lainnya yang kini menjadi Menpora Imam Nahrawi juga “terancam”.

Terdakwa kasus suap Dana Hibah KONI, Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, mengatakan pemberian uang pinjaman untuk Muktamar NU di Jombang, Jatim, disaksikan langsung oleh Menpora Imam Nahrawi.

Hamidy memberikan keterangan sebagai saksi terdakwa Bendahara Umum KONI Johny E. Awuy di Pengadilan Tipikor, Senin (29/4/2019). Hamidy mengatakan, ia diajak Sekretaris Kemenpora Alfitra Salam untuk menghadiri Muktamar NU di Jombang.

Ketika itu, Alfitra memohon pinjaman uang kepadanya sebesar Rp1,5 miliar. Uang tersebut dikatakan Hamidy akan digunakan oleh Nahrawi di acara tersebut. “Alfitra bilang, Pak besok ada enggak waktu, kita refreshing ke Jombang, Surabaya,” ujarnya.

“Beliau agak memohon. Lalu saya ke Surabaya berdua,” kata Hamidy. Dalam kesaksiannya, ia mengaku tak memberikan pinjaman uang sebesar Rp 1,5 miliar kepada Alfitra.Tapi KONI menjanjikan untuk memberikan uang sebesar Rp 300 juta.

Baca Juga: KPK Yakin, Romy "Bermain" Bersama

Uang sebesar Rp300 juta itu pun dititipkan kepada Wakil Bendahara KONI Lina Nurhasanah sebelum berangkat ke Jatim. Setelah itu, ia datang ke bandara di Surabaya dan menyerahkan uang dalam tas kepada Alfitra.

Setelah menerima uang itu, Hamidy dan Alfitra pun menuju Jombang. Hamidy mengatakan di lokasi Muktamar NU tersebut dirinya dan Alfitra bertemu dengan Nahrawi dan asisten pribadinya Miftahul Ulum.

Ketika itu, Hamidy mengatakan Alfitra menyerahkan uang sebanyak Rp 300 juta itu kepada Ulum. Pemberian uang dalam tas itu pun disaksikan Nahrawi. “Saya melihat yang menerima Pak Ulum di depan Pak Menteri [Imam Nahrawi],” tuturnya.

Seperti halnya Imam Nahrawi, posisi Mendag Enggartiasto Lukita ini juga berada di ujung tanduk. Itu setelah penyidik KPK menemukan bukti dugaan gratifikasi atas anggota Komisi VI DPR Bowi Sidik Pangarso, di ruang Mendag.

Jubir KPK Febri Diansyah mengatakan, barang bukti itu ditemukan penyidik di ruang kerja Mendag Enggar di kantor Kemendag, Senin (29/4/2019). “Penggeledahan dilakukan terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi,” kata Febri.

Tim KPK menggeledah ruang Enggar untuk menindaklanjuti keterangan Bowo ke penyidik. Pada 28 Maret lalu, KPK menangkap Bowo. Tim KPK lebih dulu meringkus Indung – orang  kepercayaan Bowo – karena menerima uang Rp 89,4 juta dari Asty Winasti.

Asty adalah staf pemasaran PT Humpuss Transportasi Kimia. Uang ini adalah pemberian ke-7 kalinya untuk politisi Golkar tersebut. Total uang yang diterima Bowo dari Asty sebanyak Rp 1,2 miliar.

Tampaknya, KPK juga akan membidik menteri lainnya terkait skandal korupsi Dirut PT PLN Sofyan Baasyir yang kini sudah menjadi tersangka KPK. Akankah skandal terkait Sofyan ini juga menyeret Menteri BUMN Rini Soemarno?

“Yang jelas, ini adalah komitmen KPK untuk berantas korupsi sampai ke akar-akarnya,” ujar sumber PepNews.com.

***