Pasang Mata di Pilpres 17 April, Cegah Skenario Mem-Venezuela-kan Indonesia

Di Venezuela, kubu oposisi sudah menyadari sejak awal kekalahan mereka dalam lomba meraih dukungan rakyat.

Selasa, 16 April 2019 | 22:53 WIB
0
443
Pasang Mata di Pilpres 17 April, Cegah Skenario Mem-Venezuela-kan Indonesia
Upaya oposisi (kaum kapitalis sokongan Amerika Serikat) merebut kembali kekuasaan dengan jalan inkonstitusional dan embargo ekonomi telah menyebabkan negara ini berada dalam kekacauan panjang [Rusuh Venezuela [voaindonesia.com]

Januari 2019 lalu, Sekjend Partai Rakyat Demokratik (PRD) menulis laporan kunjungannya ke Venezuela untuk menghadiri acara pelantikan Presiden terpilih Nicolas Maduro. Dominggus, mewakili PRD, adalah salah satu dari 100an delegasi non-diplomatik dari 94 negara yang diundang untuk menghadiri upacara pelantikan itu. Selain organisasi politik, hadir pula perwakilan resmi 43 negara dan 16 organisasi dunia. Laporan itu dimuat Berdikarionline.com dengan judul "Laporan Dari Venezuela: Krisis, Intervensi Asing Dan Tantangan Revolusi Bolivarian."

Salah satu hal menarik dalam laporan tersebut adalah taktik kubu oposisi untuk memboikot pemilu dan merangkul sokongan sejumlah negara imperialis untuk tidak mengakui hasil pemilu yang dimenangkan Maduro dengan 68 persen suara. Menarik karena cara oposisi Venezuela berupaya merebut kembali kekuasaan memiliki sejumlah kemiripan dengan saudara sekelas sosial mereka di Indonesia.

Oposisi di Venezuela dan Indonesia memiliki latar belakang kelas yang sama. Mereka adalah borjuasi masa lampau, para mantan penguasa kekayaan alam (terutama minyak) dan sumber daya agraria. Naiknya pemimpin revolusioner Hugo Chavez ke tampuk kekuasaan yang diikuti dengan program-program kerakyatan telah melucuti sumber-sumber kemakmuran para tuan-tuan kapitalis Venezuela.

Tidak heran jika semenjak Hugo Chavez hingga Nicolas Maduro pascakematian Chavez, kubu oposisi melakukan segala cara yang mungkin untuk merebut kembali kekuasaan, banyak di antaranya inkonstitusional.

Di Indonesia pun demikian. Oposisi yang sedang berjuang untuk kembali berkuasa berasal dari kalangan elit bisnis masa lampau, kelompok yang mengakumulasi kekayaan oleh aksesnya terhadap kekuasaan Soeharto. Mereka adalah kerabat dekat, lingkaran inti kekuasaan diktator besar Asia Tenggara itu.

Cara dua saudara sekelas sosial beda benua ini pun memiliki sejumlah kesamaan. Bedanya di Indonesia, oposisi tidak berusaha memboikot pemilu melainkan menjadi peserta.

Di Venezuela, kubu oposisi sudah menyadari sejak awal kekalahan mereka dalam lomba meraih dukungan rakyat. Karena itu sejak awal mereka telah menolak pemilu sebagai jalan paling adil untuk menyelesaikan krisis politik antara dua kekuatan sosial di sana.

Di Indonesia, kubu oposisinya masih mencoba keberuntungan melalui pemilu, meski diduga terdapat sempalan kekuatan yang telah mempersiapkan skenario mendelegitimasi hasil pemilu jika ternyata harapan mereka berkuasa lewat jalan konstitusional pada 17 April ini kandas.

Tanda-tanda adanya skenario ini adalah upaya sistematis mengembangkan narasi pilpres akan dicurangi.

Bermula jauh hari semenjak masa pendaftaran capres-cawapres, sejumlah kabar bohong dan fitnah terus diciptakan dan disebarluaskan sebagai investasi yang membangun dan memperkuat narasi. Dimulai misalnya dengan rekayasa hoaks 7 kontainer surat suara tercoblos dan server KPU diretas; penggiringan polemik DPT, kotak suara berbahan kardus, dan peristiwa KTP kadaluarsa tercecer ke penyimpulan upaya pencurangan pemilu; hingga yang terakhir---yang juga diduga sebagai upaya merekayasa---pencoblosan beberapa lembar surat suara di Malaysia.

Baca juga: Narasi Kecurangan Pilpres dan Penyesatan Logika Kekuasaan

Baik oposisi di Venezuela dan sejumlah pihak di Indonesia sama-sama berupaya melibatkan intervensi asing, terutama negara imperialis Amerika Serikat dalam pemilu dan pilpres. Di Venezuela, kubu oposisi telah mendapatkan sokongan itu sudah sejak lama melalui kudeta yang gagal terhadap Presiden Hugo Chavez. Kini di masa pemerintahan Nicolas Maduro, Amerika Serikat kembali menyokong kubu oposisi Venezuela dengan jalan mengakui deklarasi sepihak pemimpin oposisi Juan Guaido sebagai Presiden Masa Transisi. Tentu saja upaya Amerika Serikat yang terus berlangsung dan kian gencar adalah embargo ekonomi terhadap Venezuela.

Di Indonesia, upaya sejumlah pihak menyeret campur tangan asing adalah dengan mendramatisir persoalan, bahkan memproduksi hoaks demi kesan pemilu akan dicurangi. Dengan modal drama dan hoaks, mereka memobilisasi buzzer di media sosial, menjadikan hashtag #INAelectionObserverSOS trending global.

Tak perlu terkejut oleh kemunafikan kelompok ini. Tak perlu heran jika mereka yang paling getol mengklaim anti-asing, mereka pula yang paling dalam membungkuk mengiba di hadapan asing, memohon campur tangan negara-negara imperialis dalam hajatan politik Indonesia; menggadaikan kedaulatan politik negeri ini.

Apa yang mereka lakukan sekadar pengulangan sejarah. Orang tua mereka, para senior dan patron mereka melakukannya di masa lampau. Mereka inilah pewaris sah, biologis dan ideologis, dari kelompok yang sukaria disebut America Serikat sebagai "our local army friends" ketika menggulingkan Soekarno; dari kelompok yang ketika menggelorakan pemberontakan PRRI/Permesta mendapat sokongan pilot pembom dari Amerika Serikat.

Apa yang bisa Rakyat lakukan?

Masa depan bangsa ini sedang dalam persimpangan pada 17 April nanti. Bukan karena belum pasti siapa pemenang pilpres, melainkan karena bisa saja kelompok-kelompok tertentu sukses menipu rakyat dengan rekayasa narasi pilpres curang. Para pengembang narasi pilpres curang berharap rakyat tertipu dan tergiring menuju huru-hara, kekacauan sosial. Orang-orang ini sangat mungkin telah mempersiapkan langkah-langkah "merampok rumah yang terbakar," merebut kekuasaan lewat jalan inkonstitusional.

Rakyat bisa mencegah itu dengan terlibat mengawal jalannya pemilu dan pilpres. Bukan saja memberi suara, tetapi juga pasang mata. Dengan jalan begitu, rakyat menyaksikan sendiri jalannya pilpres dan tidak mudah tertipu rangkaian mata rantai hoaks narasi pilpres curang yang akan gencar ditiupkan para petualang politik sejak 17 April nanti.

//Kunjungi channel Youtube kami: KEDAI POLITIK INDONESIA//

***


Sumber:

  1. Berdikarionline.com (23/01/2019) "Laporan Dari Venezuela: Krisis, Intervensi Asing Dan Tantangan Revolusi Bolivarian."
  2. RMOL.co (27/03/2019). "KIPP Indonesia Sindir Tagar SOS Pemantau Asing Sebagai Politik Kekanak-kanakan."
  3. Tirto.id (01/08/2018). "Allen Pope, Konco Permesta yang Jadi Mainan Sukarno."
  4. CNNIndonesia.com (p9/01/2019) "Jejak Relawan Prabowo Sebar Hoaks 7 Kontainer Surat Suara."
  5. Kompas.com (17/02/2019). "Kabar Server KPU Diretas Santer di Medsos, Benar atau "Hoax"?
  6. Prayitno Ramelan (Kompasiana.com, 12/04/2019). "Persepsi Intelijen atas Dicoblosnya Surat Suara di Malaysia."