Benarkah Koalisi Indonesia Kerja Lebih Solid Dibanding Koalisi Indonesia Adil Makmur?

Soliditas atau kesolidan barisan pendukung masing-masing capres kini menjadi kunci kemenangan Pilpres 2019.

Sabtu, 13 April 2019 | 11:52 WIB
0
497
Benarkah Koalisi Indonesia Kerja Lebih Solid Dibanding Koalisi Indonesia Adil Makmur?
Foto : Google


Hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan pemilih partai koalisi Indonesia Kerja lebih solid daripada pemilih koalisi Indonesia Adil Makmur. Apakah hal ini akan berlanjut hingga Pilpres nanti?

Elektabilitas Tetap Unggul

Persentase pemilih antara kedua kubu sebelumnya cukup fluktuatif. Namun, mayoritas menunjukkan elektabilitas pasangan calon nomor urut 01 Jokowi – Ma’ruf Amin lebih tinggi daripada pasangan nomor urut 02 Prabowo – Sandiaga. Menurut hasil survei Indikator Politik Indonesia terbaru yang dilakukan dalam periode 22 – 29 Maret 2019, selisih persentase antara kedua kubu hanya terpaut 18%, di mana persentase pemilih Jokowi Amin 55,4% dan Prabowo-Sandi 37,4%. Sementara responden yang belum menentukan pilihan sebanyak 7,2%.

Pada saat pencoblosan nanti, diperkirakan distribusi suara akan merata baik dari undecided voters dan swing voters. Apabila suara swing voters dan undecided voters terdistribusi secara merata, maka total elektabilitasnya bisa menjadi 57,9% untuk Jokowi – Amin dan 42,1% untuk Prabowo Sandi. Jadi, walaupun undecided voters menurun hasilnya tetap saja pasangan Jokowi Ma’ruf Amin tetap unggul.

Sementara itu, elektabilitas pasangan Jokowi – Ma’ruf Amin mengalami kenaikan. Tapi, kenaikan tersebut cenderung landai. Sedangkan pasangan Prabowo – Sandi juga mengalami kenaikan, tapi dinilai kenaikan tersebut tak cukup kuat. Ada beberapa hal yang mempengaruhi kenaikan elektabilitas pasangan Jokowi – Ma’ruf Amin. Beberapa hal tersebut di antaranya kondisi ekonomi nasional, kinerja Jokowi, kemampuan Jokowi dalam memimpin, kondisi politik nasional dan penegakan hukum nasional.

Pemilih yang Solid, Kepercayaan Masyarakat Tak Berubah

Meski persentase pemilih kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden mengalami peningkatan, ada hal yang tak berubah sejak bergulirnya masa kampanye. Hal tersebut adalah solidnya pendukung pasangan Jokowi – Amin. Bila Anda perhatikan, persentase pemilih Jokowi – Amin selalu berada di atas 30% - 40%. Kalaupun ada perubahan, sedikit sekali tak sampai memberikan dampak yang signifikan.

Jumlah pemilih yang solid menunjukkan bahwa masyarakat masih percaya akan kepemimpinan petahana. Masyarakat menilai pemerintahan saat ini masih cukup baik untuk dilanjutkan dua periode. Sedangkan masyarakat yang menginginkan perubahan pemimpin, mayoritas hanya ingin sesuatu yang berbeda walaupun belum jelas visi dan misinya.

Konsistensi terhadap penilaian kinerja Jokowi sebagai presiden juga stabil diikuti dengan keyakinan masyarakat terhadap kepemimpinan Jokowi di masa depan. Hampir kecenderungan pemilih makin positif tapi tak banyak berubah.


Partai yang Terbelah

Dari simulasi yang dilakukan, ternyata tak semua anggota partai pendukung koalisi Indonesia Adil Makmur benar-benar solid. Hal ini ditunjukkan dari adanya dukungan dari partai Demokrat dan Berkarya yang terbelah ke petahana. Cukup mengejutkan mengingat fenomena seperti ini kian marak, di mana calon legislatif dari partai koalisi Indonesia Adil Makmur yang justru mengalihkan dukungannya ke kubu oposisi. Sementara itu, dari partai koalisi Indonesia Kerja yang dukungannya banyak terbelah ke oposisi adalah partai PPP dan Hanura.

Dari segi usia dan gender, split voter koalisi Jokowi – Ma’ruf Amin cukup merata mulai dari generasi muda hingga usia tua baik pria dan wanita. Sementara itu, split voter koalisi Prabowo – Sandi lebih condong ke kelompok usia tua dan kelompok perempuan. Hal ini karena kalangan perempuan dan orang tua cenderung lebih pasif terhadap persoalan-persoalan politik dan pemerintahan. Sedangkan pendukung Jokowi – Ma’ruf Amin cenderung lebih aktif atau lebih lebih melek terhadap persoalan politik.

Di atas kertas, pasangan petahana dinilai memiliki posisi yang menguntungkan menurut akumulasi basis koalisi partainya. Hal ini karena pemilih partai umumnya akan memilih sesuai dengan calon yang diusung partai seperti yang terjadi pada Pilpres 2009 di mana SBY kala itu lebih dominan dibanding dua calon pesaingnya. Tapi, kemenangan bukan semata karena jumlah partai koalisi yang lebih banyak. Kesolidan barisan pendukung kini menjadi kunci kemenangan Pilpres 2019.

Penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilihan presiden secara serentak membuat partai koalisi harus mewaspadai split ticket voting. Agar pasangan calon yang diusung bisa menang, partai politik harus melakukan kewajibannya.

Kewajiban tersebut adalah memenangkan partai sekaligus memenangkan capres-cawapres yang diusungnya. Hal ini tidaklah mudah mengingat banyaknya pemilih yang kini lebih mempertimbangkan kinerja dari pasangan capres dan cawapres yang diusung partai bukan hanya nama besar saja.

***