Kampanye Akbar di GBK, Bukti Prabowo Tak Layak Jadi Presiden NKRI

Pemimpin seperti ini tidak bisa dipercaya dan berbahaya bagi keberlanjutan pembangunan bangsa dan negara Indonesia ke arah yang lebih baik.

Kamis, 11 April 2019 | 01:27 WIB
0
548
Kampanye Akbar di GBK, Bukti Prabowo Tak Layak Jadi Presiden NKRI
Sumber gambar : detik.com


Sekali lagi Prabowo membuktikan dirinya tidak layak jadi Presiden Republik Indonesia. Negara Indonesia bisa mengalami kemunduran di segala bidang bila dipimpin Prabowo dan para elit politiknya. Lihatlah cara kampanyenya di stadion GBK, yang disebut Kampanye Akbar yang sejatinya menampilkan negara yang Bhineka Tunggal Ika, namun yang dia tampilkan justru kampanye yang menonjolkan satu golongan agama tertentu saja.

Berbagai ormas keislaman dengan atribut-atributnya memenuhi stadion GBK. Di dalamnya terdiri kelompok-kelompok militan dan radikal seperti HTI yang menentang ideologi Pancasila. Mereka memiliki agenda ingin mengganti Pancasila dengan faham Khilafah.

Pak SBY mantan Presiden RI dua periode dan ketua Partai Demokrat bereaksi keras terhadap cara kampaye Prabowo di GBK. Dalam suratnya kepada para elit pengurus Demokrat, SBY menyatakan kampanye itu terlalu menonjolkan politik identitas, bersifat eksklusif pada golongan agama tertentu saja.

Di berbagai kesempatan Prabowo bersuara tentang nasionalisme, patriotisme, persatuan dan kesatuan bangsa. Malahan pada debat capres keempat dia katakan lebih TNI dari TNI. Semua itu hanya dibibir saja. Tidak dalam tindakan politik masa kampanye.

Prabowo juga bicara soal pertahanan dan keamanan yang penting bagi negeri ini. Itu ditujukan kepada negara luar negeri yang ingin menguasai Indonesia. Tapi demi meraih kursi Presiden RI, Prabowo sendiri menutup mata bahwa di dalam koalisi politiknya, dia memelihara kelompok-kelompok radikal dan militan yang bakal menggerogoti pemerintahannya sendiri bila menjadi presiden. Kelompok itu justru akan menghancurkan  pertahanan dan keamanan negeri ini.

Energi bangsa dan negara lebih banyak tersita pertikaian ideologi dan kekuasaan di dalam negeri. Pemerintahannya tidak maksimal membangun bangsa dan negara untuk mengejar ketertinggalan dengan negara-negera lain. Pada akhirnya, rakyatlah yang akan mengalami penderitaan panjang.

Satu hal lagi yang disuarakan Prabowo yakni sikapnya yang permisif terhadap para koruptor. Dia justru ingin bersekutu dengan koruptor atas nama "tobat" dengan cara memberi "pensiun" dari hasil korupsi.

"Kita akan panggil koruptor-koruptor itu kita kan minta mereka tobat dan sadar. Kembalikanlah uang yang kau curi, ya boleh kita sisihkan dikit, bolehlah." (Prabowo, sumber merdeka.com).

"Ya bolehlah kita sisihkan untuk pensiun, boleh enggak? Untuk dia pensiun? Berapa? Kita tinggaliin berapa? 5 persen? 5 persen? 3 persen? Nggak boleh?" kata Prabowo dalam kampanye akbar di Stadion Glora Bung Karno (GBK) Jakarta, Senin 7/4/2019, ( Sumber Tirto.id dan tribunnews.com).

KPK selama ini menjadi badan yang menjadi andalan rakyat dan negara untuk memberantas korupsi tentu saja bereaksi keras lewat komisioner KPK Saut Situmorang pada konferensi pers di Gedung KPK, Senin (8/4).

"Korupsi itu kan kita harus zero tolerance. Zero tolerance itu artinya tidak ada kompromi dengan koruptor." (sumber  merdeka.com ).

Melihat sikap kompromi Prabowo terhadap korupsi, cara berpikirnya dangkal dan semau gue terhadap hukum dan aturan yang berlaku. Pernyataan Prabowo menandakan dia lebih berkuasa daripada aturan dan hukum. Bila menjadi presiden, dia bisa bisa bertindak tanpa mempedulikan aturan dan hukum negara yang berlaku.

Pada berbagai kesempatan Prabowo berkoar-koar di media dan panggung politik akan membentuk pemerintahan bersih dari tidak pidana korupsi. Dia katakan korupsi di Indonesia sudah parah dan masuk kategori stadium 4. Namun justru kemudian dia ingin memberikan fee hasil korupsi itu dengan para koruptor.

Prabowo sendiri kental kaitanya dengan Orde Baru. Dia mantan menantu pemimpin rezim Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun. Rezim tersebut sarat KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme), yang membuat negara kita tidak maju seperti negara-negara di Asia dan lainnya. Padahal sumberdaya alam negara kita kaya, namun cuma dikuasai orang-orang terdekat, kerabat dan keluarga penguasa Orde Baru lewat praktek Kolusi dan Nepotisme.

Secara sadar atau tidak sadar, iklim koruptif rezim Orde Baru tersebut telah membentuk cara berpikir Prabowo terhadap aksi korupsi dan para koruptor. Dengan pernyataan tobat dan memberi fee ( "pensiun" ) kepada para koruptor, Prabowo bersikap persimif penguasa atau setengah hati bersikap pada isu korupsi.  

Bisa dibayangkan nantinya para elit birokrat dan politik pemerintahannya akan beramai-ramai korupsi dalam jumlah besar, kemudiaan bertobat dan mendapatkan bagian dari korupsi itu sebesar 5 persen. Katakanlah satu orang melakukan korupsi 100 Milyar, kemudian si Koruptor itu datang kepada Prabowo untuk bertobat, maka akan mendapatkan uang pensiun sebesar 5 milyar. Uang itu adalah uang rakyat!

Bisa dibayangkan betapa sakitnya hati rakyat kecil melihat pertobatan bahagia para elit di sekitar Prabowo. Padahal uang 5 milyar itu bisa banyak untuk membangun infrastruktur desa dan kampung-kampung di berbagai pelosok negeri ini.

Pernyataan Prabowo tersebut menandakan dia merupakan calon pemimpin yang labil. Serba spontan yang tidak menunjukkan pribadi yang kuat dan stabil dalam hal psikologis atau kejiwaan. Sikap dan omongannya berubah-ubah. Dia terkesan suka bertindak sesuai kehendak hatinya.

Pemimpin seperti ini tidak bisa dipercaya dan berbahaya bagi keberlanjutan pembangunan bangsa dan negara Indonesia ke arah yang lebih baik. Kalau ingin kehidupan kita serta anak cucu menjadi lebih baik, dan kalau ingin negara Indonesia ini maju seperti bangsa-bangsa lain di dunia. Jangan pilih presiden seperti Prabowo.

Salam pemilu damai.

***