Lho, Maunya Demo, Silaturahmi, atau Promo?

Jumat, 7 Desember 2018 | 06:03 WIB
0
495
Lho, Maunya Demo, Silaturahmi, atau Promo?
Cuitan Buni Yani tahun 2014 (Foto: FB Sunardian Wirodono)

Kalau dalam proposal, ijin ke Kepolisian, alasan Reuni 212 tentu yang baik-baik. Untuk silaturahmi kebangsaan, memperkuat ikatan persaudaraan seluruh umat beragama. Itu biasa.

Tapi ketika acara yang konon berlevel nasional itu tak banyak dimuat media mainstream, baik cetak atau pun televisi, dalam dan luar negeri, kenapa mereka marah-marah? Itu membuat tujuan acara patut dipertanyakan. Apalagi mereka memaki-maki media sudah dibeli penguasa.

Asyiknya, pendapat ini didukung mereka yang berlatar akademik (tapi pada dasarnya tak menyukai Jokowi, dan lebih pro Prabowo. Diakui atau tidak, lihat saja fokus pembicaraan dan postingannya).

Niatannya mau menggelar acara dengan tujuan ukhuwah agamiyah? Atau mau promo besar-besaran akhir tahun kayak garage sale? Reuni 212, adalah ajang test-case bagi Prabowo. Selama ini, setelah gelontoran dana Sandiaga Uno seret, tak ada panggung besar bagi Prabowo.

Acara Reuni 212 paket hemat yang diharap berlaba jumbo. Politik dan agama bersimbiose mutualisme di sini. Jika Bawaslu, tingkat daerah maupun nasional, lebih banyak berkilah, karena antara pura-pura bodoh dan takut itu 11-12.

Orang-orang pinter, seperti Effendy Gazali, dengan sinisme khasnya, akan bertanya-tanya tentang teori komunikasi seperti magnitude, prominence, controversy, human interest, significance, actuality, dst, dsb; Apakah nggak layak berita? Belum pula para ahli komunikasi, akan ngomong tentang profesionalisme, pelacuran, pengkhianatan, dan sebagainya.

Tapi, yang mereka lupakan adalah kebijaksanaan. Klaim-klaim panitia dan pendukung Reuni 212 menunjukkan itu. Jumlah peserta dikatakan 3 juta, 8 juta, bahkan TV One menyebut 11 juta. Sementara teori Herbert Jacobs, dengan aplikasi mapdevelopers.com, menghitung peserta aksi demo Reuni 212 jika dipadatkan, hanya mencapai 700-an ribu orang. Ini pasti bikin ngamuk mereka, terutama panitia yang harus mempertanggungjawabkan pada sponsor.

Pentingkah itu? Yang bicara kuantitas, sering abai dengan kualitas. Peristiwa itu sendiri, menimbulkan kontroversi. Bahkan di kalangan ulama sendiri. Ada yang merasa perlu dan tidak. Ada capres yang diundang ada yang tidak.

Yang tak diundang, menurut Bamukmin, berbeda agendanya. Artinya? Memang ada tendensi politik, apalagi panitia acara bagian dari capres itu. Pernyataan Fadli Zon dan Fahri Hamzah, menunjukkan target acara ini. Orasi duo habib Rizieq dan Smith, memperjelas arahnya.

Secara imparsial, dengan kaidah jurnalistik atau teori komunikasi, ada dampak yang harus dilihat sebetapa significan bagi publik secara luas. Apalagi senyatanya, yang dianggap penting satu kelompok ternyata tidak bagi lainnya.

Ini perdebatan dua kelompok secara diametral. Reuni 212 hanyalah acara kampanye politik biasa. Tak istimewa. Tak ada kaitan dengan ghirah atau persatuan bangsa. 

***