Tuhan Membuka Kedok Kita

Rabu, 7 November 2018 | 19:14 WIB
0
410
Tuhan Membuka Kedok Kita
Jokowi, Prabowo dan Ahok (Foto: Kompas.com)

Saya sangat sedih bahwa pidato Prabowo yang dimaksudkan sebagai guyonan untuk mendekatkan diri pada PENDUKUNGNYA di Boyolali bisa diplintir dengan dahsyat sebagai penghinaan bagi orang Boyolali. Tidak…! Prabowo SAMA SEKALI TIDAK BERMAKSUD untuk menghina orang-orang Boyolali. 

Dia hanya ingin bergurau dan menyampaikan pesan lain. Dia memang tidak pandai bergurau, gayanya kaku, tapi dia jelas sekali ingin bergurau saja. 

Lagipula dia kan berbicara KHUSUS pada pendukungnya yang ia tahu tidak bakalan marah kalau ia sedikit melontarkan jokes yang garing seperti itu. Kata-kata atau lelucon itu ditujukan pada khalayak yang ia yakin tidak akan marah. Sama dengan teman-teman kita yang kalau guyon bisa lebih nylekit seperti, “Raimu asu…!”, “Potonganmu mlarat kabeh ae ojok nggaya ngopi nang Starbuck segala. Kon kabeh asu, cok…!” tapi justru akan membuat kita tertawa ngakak terguling-guling. 

Ada konteks yang rupanya sengaja diplintir oleh orang-orang tertentu yang melihat ini sebagai sebuah kesempatan untuk mendapatkan keuntungan politis dengan mendorongnya sebagai sebuah penghinaan dan penistaan secara umum pada orang-orang Boyolali. 

Terus terang saya marah dan sedih melihat ini Kita semestinya bisa bersikap lebih beradab. 

Tiba-tiba saya merasakan Dejavu…

Saya ingat betapa sedih dan marahnya saya pada orang-orang (dan bahkan pada orang MUI tertentu) yang melakukan hal yang sama dulu pada Ahok. Mereka memlintir dan memaksakan persepsi mereka dengan menuding bahwa Ahok menistakan agama Islam karena dalam salah satu pidatonya ia mengatakan ‘dibohongi pakai Al-Maidah’.

Jelas sekali bahwa Ahok SAMA SEKALI TIDAK BERMAKSUD untuk menistakan agama Islam. Bahkan tak satu pun mereka yang hadir pada pidato Ahok itu yang tersinggung dengan konteks ‘dibohongi pakai Al-Maidah’ yang disampaikan oleh Ahok. Kita semua tahu itu. 

Tapi kita dengan KEJAM DAN SEWENANG-WENANG menggiring Ahok masuk penjara selama dua tahun untuk sebuah pidato yang jelas sekali tidak menistakan agama.

Dan lihatlah sekarang…

Kita akan dengan mudah melihat para munafikun yang dulunya dengan sangat garang mencacimaki Ahok dan mendorongnya masuk penjara tapi kini justru membela Prabowo. Ahok menista tapi Prabowo tidak, kata mereka. 

Kita akan dengan mudah melihat para munafikun yang dulunya membela mati-matian Ahok dengan mengatakan bahwa Ahok tidak menistakan siapa pun tapi kini justru menuding Prabowo menistakan orang Boyolali. Prabowo menistakan orang Boyolali tapi Ahok tidak menistakan agama Islam. 

Kebencian kita benar-benar telah mendorong kita untuk bersikap tidak adil. Kebencian kita pada sosok atau kelompok tertentu dengan mudahnya menggiring kita untuk bersikap tidak adil dan semena-mena padanya. Di sisi lain kita dengan tanpa malu membela sosok atau kelompok tertentu yang sebenarnya melakukan hal yang sama dengan orang yang kita benci dan perlakukan tidak adil. 

Inkonsistensi sikap kita memang sedang diuji oleh Tuhan seolah Tuhan sedang menyorongkan sebuah cermin di depan kita untuk melihat apakah kita masih manusia atau sebenarnya pancene asu kabeh seperti yang sering dilontarkan oleh teman-teman kita yang sedang bercanda. 

***

Surabaya, 5 Nopember 2018