Soal Genderuwo yang dilontarkan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, ternyata juga masih menjadi perbincangan politisi. Setidaknya, oleh Waketum DPP Partai Gerindra Fadli Zon. Kali ini, Fadli Zon membuat puisi: “Ada Genderuwo di Istana”.
Puisi ini dipublikasikan Fadli Zon lewat Twitter pada Minggu (11/11/2018). Wakil Ketua DPR ini mengaku banyak yang sudah menanyakan puisi tentang genderuwo. Ini buat yang kemarin pada tanya puisi tentang “Genderuwo”.
“Saya beri judul 'Ada Genderuwo di Istana',” tulis Fadli Zon, seperti dilansir berbagai media. Berikut puisi yang ditulis Fadli Zon:
ADA GENDERUWO DI ISTANA
ada genderuwo di istana
tak semua orang bisa melihatnya
kecuali yang punya indra istimewa
makhluk halus rendah strata
menakuti penghuni rumah penguasa
berubah wujud kapan saja
menjelma manusia
ahli manipulasi
tipu sana tipu sini
ada genderuwo di istana
seram berewokan mukanya
kini sudah pandai berpolitik
lincah manuver strategi dan taktik
ada genderuwo di istana
menyebar horor ke pelosok negeri
meneror ibu pertiwi
Masalah “Genderuwo” sebelumnya disebut oleh Presiden Jokowi saat saat pidato pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (9/11/2018). Jokowi mengatakan saat ini banyak politikus yang pandai memengaruhi.
Banyak yang tidak menggunakan etika dan sopan santun politik yang baik. Politikus yang menakut-nakuti itulah yang dia sebut sebagai 'politikus genderuwo'. Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika.
“Masa’ masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Nggak benar kan? Itu sering saya sampaikan itu namanya 'politik genderuwo', nakut-nakuti,” tegasnya, seperti dilansir Detik.com, Jum’at (9/11/2018).
Politik Genderuwo yang dilontarkan Presiden Jokowi itu tampaknya membuat Fadli Zon tertarik sehingga membuat puisi tersebut. Ali Mochtar Ngabalin menepis anggapan, dirinyalah yang dimaksud Fadli Zon sebagai genderuwo berewokan di Istana itu.
Dia merasa tidak punya brewok. “Saya tidak berewokan, saya berjenggot,” kata Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan ini kepada Detik.com, Senin (12/11/2018). Karena, berewok adalah rambut yang tumbuh pada dagu dan pipi belakang.
Sedangkan jenggot atau janggut adalah bulu yang tumbuh di dagu. Dan, sambil berkelakar, Ngablin menebak jangan-jangan yang dimaksud Fadli Zon adalah Surya Paloh, Ketua Umum DPP Partai NasDem yang punya berewok ikonik.
“Mungkin yang dia maksud Pak Surya Paloh, hahaha...,” kata Ngabalin. Ia pun mengkritik gaya berpolitik Fadli Zon yang menjelekkan Presiden Jokowi. Dia berharap Fadli Zon bisa berintrospeksi diri.
“Malulah pada rakyat negeri ini. Anda dipercaya menjadi pimpinan lembaga terhormat tapi Anda sangat tidak terhormat dengan menggunakan lembaga DPR RI untuk menyebarkan fitnah dan kebencian. Makan itu puisimu,” tandas Ngabalin.
Tak selang berapa lama setelah Ngabalin menyebut Surya Paloh, Senin (12/11/2018), Partai NasDem menilai sosok Ali Mochtar Ngabalin-lah yang disindir Fadli Zon lewat puisi itu. Kebetulan saja, sosok berewok yang dekat dengan Presiden Jokowi ini tak sesuai dengan Surya Paloh.
“Pak Surya tidak di Istana,” kata Ketua DPP Partai NasDem Irma Suryani Chaniago, seperti dilansir Detik.com, Senin (12/11/2018). Surya Paloh memang punya jenggot lebat yang ikonik. Tapi, Surya Paloh tidak bekerja atau bertugas di Istana. “Yang berewok di Istana itu Ngabalin,” kata Irma.
Kebetulan saja, Ngabalin sebelumnya menilai sosok 'genderuwo berewokan' yang dimaksud Fadli Zon adalah Surya Paloh. Ngabalin merasa dirinya tidak berewokan, melainkan hanya jenggotan. “Mungkin yang dia maksud Pak Surya Paloh, ha-ha-ha...,” kata Ngabalin, sebelumnya.
Siapa Genderuwo Istana
Kalau politisi Golkar dan NasDem yang tergabung dalam Koalisi Pengusung paslon Joko Widodo – Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019 tersebut sudah saling menuding sebagai “Gernderuwo Istana”, tapi keduanya juga mengelak, siapakah yang dimaksud Fadli Zon sebenarnya?
Sayangnya, Fadli Zon tidak mau langsung menunjuk hidung. Namun, dari isi puisi singkat tersebut sebenarnya kita bisa mengetahui siapa yang dimaksudnya. Tentunya, harus membandingkan dengan pernyataan Presiden Jokowi saat bagi-bagi sertifikat di Tegal tersebut.
“Masa’ masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan?” Dari pernyataan Presiden Jokowi ini saja bisa ditafsirkan bahwa yang punya masyarakat itu adalah penguasa atau pejabat. Mustahil kalau bukan penguasa bisa menakut-nakuti masyarakatnya.
Pernyataan Presiden Jokowi ini jelas nyaris sama dengan isi puisi Fadli Zon: “makhluk halus rendah strata; menakuti penghuni rumah penguasa; berubah wujud kapan saja menjelma manusia; ahli manipulasi tipu sana tipu sini”.
“Penghuni rumah penguasa” yang dimaksud ini jelas masyarakat (rakyat). Penguasa yang menakut-nakuti masyarakat! Genderuwo ini berubah wujud kapan saja menjelma menjadi manusia yang ahli manipulasi dengan menipu sana-sini.
Genderuwo di Istana itu tidak harus berewokan. Dia bisa berubah menjadi wajah seorang manusia yang “kini sudah pandai berpolitik; lincah manuver strategi dan taktik”. Dia juga bisa “menyebar horor ke pelosok negeri meneror ibu pertiwi”.
Siapa dia atau mereka? Ayolah, sebaiknya Fadli Zon langsung saja menunjuk hidung siapa yang dimaksud ‘genderuwo istana’ itu! Karena, di dalam Istana itu banyak penguasa atau pejabatnya. Apakah mereka ini sebagai ‘genderuwo istana’ itu?
Karena, pernyataan Presiden Jokowi itu jelas dan gamblang. “Masa’ masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan?” Jadi, tidak mungkin yang bukan penguasa bisa menakut-nakuti rakyat, karena tidak punya ‘kekuasaan’, seperti Presiden dan Menteri.
Para pejabat itulah yang paling berpeluang dan sangat memungkinkan untuk menakut-nakuti masyarakat dalam wujud kebijakan! Mereka tidak harus brewokan seperti Surya Paloh!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews