Ada juga yang menolak tempat ibadah di lingkungan dan intoleran terhadap kegiatan beragama lain di lingkungannya.
Kalau KPK 'Endgame' belum tentu, tapi Kubu Novel Baswedan Endgame itu benar. Diluar dugaan Novel Baswedan kalau Test Wawasan Kebangsaan (TWK), menjadi akhir dari petualangannya sebagai 'God Father' di KPK.
Test TWK adalah satu paket dengan UU KPK yang baru. TWK kurang lebih seperti Litsus di era Orde Baru. Suka tidak suka TWK merupakan amanat Undang-undang ASN yang memang harus dilaksnakan, dalam Proses alih status pegawai KPK menjadi ASN. (Sumber)
Melalui test TWK pulalah terkuak, bahwa ada kelompok pembangkang yang bersembunyi di balik prestasi pemberantasan korupsi. Prestasi ini selalu menjadi 'gimmick' untuk mempertahankan posisi di KPK.
Memang sudah lama banyak yang menyoroti kebobrokan di internal KPK. Dominasi Wadah Pegawai (WP) KPK yang melebihi wewenang Ketua KPK, membuat kasus korupsi penyidikannya bisa dipilih-pilih sesuai kepentingan.
Kehadiran Firli pun rupanya tidak dikehendaki, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk menyingkirkan Firli. Dua kasus yang baru-baru ini terjadi, yakni kasus pencurian Emas Batangan yang merupakan barang bukti, dan raibnya truk yang mengangkut berkas kasus korupsi, disinyalir adalah upaya pembusukan dari dalam untuk mencoreng kepemimpinan Firli.
Dengan adanya Test TWK, maka kelompok yang memang memisahkan diri dari sistem yang ada, tereleminasi dengan sendirinya. Dan terbukti dari hasil test wawasan kebangsaan mereka menolak patuh pada pemerintah, dan hanya patuh pada Tuhan.
Artinya kelompok ini memang sudah mengkotakkan diri di dalam tubuh KPK. Jelas ini adalah sesuatu yang tidak sehat jika tetap dipertahankan di dalam sistem. Kelompok ini pulalah yang mensortir, kasus korupsi mana, dan siapa pelakunya, jika menyangkut kepentingan mereka, maka bisa jadi kasusnya akan dipendamkan.
Ini semakin kentara, dan terlihat dari luar dengan sangat jelas. Kasus mark up anggaran yang dipelintir menjadi kelebihan bayar tidak terendus oleh KPK. Kasus seperti itu tidak diindikasikan sebagai adanya upaya untuk terjadi tindakan kejahatan korupsi. Karena kasus tersebut terjadi di lingkungan Pemprov DKI.
Begitu juga beberapa kasus yang terindikasi kejahatan korupsi di lingkungan Pemprov DKI, tidak satu pun menjadi sorotan KPK. Sekarang sejak Novel Baswedan dinonaktifkan, satu persatu kasus yang diindikasikan sebagai kasus korupsi mulai diungkap.
Yang baru saja diungkap, Kasus Korupsi Tanah Munjul Pemprov DKI, dimana Negara Dirugikan Rp 152 Miliar. Komisi Pemberantasan Korupsi resmi melakukan penahanan terhadap mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan, Kamis (27/5/2021).
Test TWK itu adalah upaya untuk menentukan bisa tidaknya pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), karena amanan Undang-undang KPK mengharuskan itu. Ternyata dalam test TWK diantara 75 orang yang tidak lulus tersebut, secara terang-terangan menolak untuk menjadi ASN.
Selain itu, di antara 75 pegawai tersebut ada yang memang mengaku sebagai pendukung Taliban dan menentang kebijakan pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI). (Sumber)
Inikan jelas-jelas berbeda haluan dengan pemerintah, tidak mungkin yang seerti ini tetap dipertahankan. Bahkan 51 orang dari 75 orang yang dianggap tidak lulus test, sudah masuk dalam kategori tidak bisa diperbaiki, dididik kembali.
Yang membuat geleng kepala, disebutkan bahwa ada pegawai yang menyatakan dukungan pada seks bebas hingga memperbolehkan bertukar pasangan. Mereka mendasarkan dukungan itu pada seni dan tidak boleh diganggu gugat karena menyangkut hak pribadi yang suka sama suka.
Ada juga yang menolak tempat ibadah di lingkungan dan intoleran terhadap kegiatan beragama lain di lingkungannya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews