Pak Moeldoko Sepertinya Masih Mengingat Pesan Alm. Pramono Edhie Wibowo

Semudah itukah unggah ungguh politik yang harusnya menjadi tauladan dari sosok seorang Jenderal?

Kamis, 1 April 2021 | 20:13 WIB
0
207
Pak Moeldoko Sepertinya Masih Mengingat Pesan Alm. Pramono Edhie Wibowo
sumber duta.co

Saya menarik nafas panjang berulang kali, ketika akhirnya saya harus menyampaikan pandangan melalui tulisan ini. Apa yang hendak saya sampaikan tentu akan lepas dari riak perseteruan tampuk kepemimpinan partai Demokrat. 

Sangat disayangkan, perpecahan partai  politik berlambang bintang mercy itu justru terjadi di tengah masa pendemi yang belum sepenuhnya teratasi. Sebagai perempuan yang kini dalam posisi menjadi emak-emak, kisruh di internal partai ini jelas menggangu dan mengancam munculnya dualisme "ghibah" diantara kaum emak itu sendiri. Yakin saya berkata, antara Pak Moeldoko Ataupun AHY masing-masing memiliki potensi massa dari kalangan emak-emak. 

Siapapun pasti tidak akan berharap, akan muncul episode kisruh antar emak dari kedua pihak jika perseteruan politik diantara keduanya tidak lekas berakhir damai.

Jauh sebelum kemunculan istilah kudeta politik oleh Pak Moel atas kepemimpinan AHY, Saya kurang begitu mengamati sepak terjang Jenderal yang menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Meski konon Pak Moeldoko adalah salah satu orang dekat Jokowi, namun dengan posisinya sekarang ini sepatutnya pak Moel muncul sebagai sosok negarawan. 

Posisinya semata  dengan tulus bakti mensupport kerja-kinerja Presiden & Wakil Presiden. Dalam pandangan saya, kurang elok manakala tiba-tiba pak Moel muncul menghunus keris.

 Bak raja jaman dahulu sekedar untuk merebut tahta kepemimpinan partai politik di Medan Kuru Seta. Dua Putera terbaik yang berasal dari Jawa Timur tengah berseteru politik.

Haruskah ia kembali memainkan jalan cerita terbelahnya Kerajaan Medangkamulan yang tertuang dalam kitab Barathayuda Karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Ya, AHY dan Moeldoko anggaplah merupakan dua pihak yang masih keturunan Raja Airlangga. 

Namun bukan berarti dalam hal ini kita menganggap SBY sebagai Airlangga. Kalau pun harus demikian, toh ini hanya sekedar ilustrasi atau gambaran imajiner belaka. 

Kok ndilalah mereka yang terlibat dalam kisruh kudeta politik Demokrat merupakan putera-putera terbaik dari Jawa Timur. Maka tak ada salahnya menelusuri benang merah apa dibalik cerita yang ada.

Bukan sebuah kebetulan saya pernah tinggal di  wilayah Kediri. Tempat dimana Pak Moeldoko lahir,  bahkan menorehkan jejak kemegahan Masjid Dr H Moeldoko- lengkap dengan Islamic Centre yang terletak di Desa Kayen - Bandar Kedungmulyo Perbatasan antara Jombang- Kediri. Tak Jauh dari Desa Pesing - Purwoasri - Kediri yang merupakan kampung halaman Pak Moel. 

Berdasarkan penelusuran digital, Masjid itu dibangun Moeldoko semasa ia menjabat sebagai Panglima TNI.  Sungguh Hal yang sangat membahagiakan bagi Moeldoko. pada 30 Agustus 2013 pelantikan dirinya menjadi Panglima TNI dilakukan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kala itu masih berstatus Presiden RI. Moeldoko adalah orang terpilih dimata pemimpinan SBY.

Semua itu tidak bisa lepas dari karier militer Moeldoko yang sebelumnya menjadi Kepala Staff TNI AD (KSAD). Lagi-lagi Moeldoko merupakan orang pilihan SBY.

Sslebab sebelumnya Jabatan KSAD dipegang oleh Jenderal Pramono Edhi Wibowo yang notabene adik ipar SBY. Begitu dekatnya Pak Moel dengan keluarga SBY semasa itu. Yakin saya berkata, Pak Moel pun cukup dekat dengan AHY yang masih memegang teguh janji setia Korps TNI. 

Sungguh bukan hanya menjadi sebuah lirik lagu milik Inul Daratista  semata. Manakala "masa lalu biarlah masa lalu, jangan kau ungkit jangan ingatkan aku". Nyatanya kini semua itu " terlalu manis untuk dilupakan", seperti lirik lagunya Slank bukan?.

Penelusuran yang saya lakukan  terkait Pak Moeldoko tak lain tak bukan melalui Media sosial pribadi. Ya, sudah teramat banyak opini, pendapat dan pemberitaan terkait kisruh kudeta politik dari berbagai kanal/portal digital. 

Saya tidak mau terjebak didalamnya, larut dalam konflik tak berujung. Apalagi saya hanyalah outsider yang tidak menjadi bagian dari partai Demokrat. Instragram, menjadi pilihan yang bisa dengan mudahnya menampilkan Pak Moeldoko lebih dekat. Dalam pencarian di Instagram, terdapat 3 akun yang di dalamnya menyertakan nama Moeldoko.  Pertama Instagram @dr_moeldoko, kedua @kamibersamamoeldoko @kita_moeldoko.

Ketiga akun instagram diatas saya cermati dengan seksama. Akun @kita_moeldoko dengan pengkut sebanyak 1,977 agaknya sudah tidak update lagi.  Saya pun beralih ke akun @dr_moeldoko yang tampilannya lebih dekat dengan kehidupan pribadinya. Pun jauh lebih mantap dilihat dari berbagai sudut pandang seorang pegiat medsos macam saya. 

Akun yang memiliki followers sebanyak  163 K ini patut untuk dijadikan referensi. Bukan semata referensi aktifitas pejabat politik, melainkan pula referensi aktifitas hidup seorang Jenderal dalam keseharian bersama keluarga. 

Tampilannya yang sungguh Eye Catching, membuat saya terus melakukan Scroll ke postingan terdahulu. Satu persatu saya mengulik isi konten/caption yang mertai tiap foto yang diunggah dalam feed akun tersebut.

Terhenyak saat saya mendapati foto pal Moel tengah menghormat pada sosok senior TNI yang mangkat. Berbaju batik warna coklat, lengkap dengan peci, wajah pak Moel tampak cukup berduka di depan peti jenazah yang masih terbuka. 

Tampak Foto bersegaram TNI dengan baret merah.  Itulah penghormatan Pak Moel pada Almarhum Pramono Edhi Wibowo, Paman dari AHY. Berulang kali saya membaca caption yang tertulis. Terunggah pada 14 Juni 2020

@Jederal Pramono Edhi Wibowo, bukan sekadar Senior bagi saya.
Beliau adalah panutan.
Kesederhanaan dan integritas beliau menjadi tuntunan dalam pengabdian saya selama ini.

Pernah suatu hari beliau menyampaikan sesuatu,
"Moel, kalau kamu tidak bisa memberi jangan pernah mengambil." Ini terngiang terus hingga sekarang.

Hari ini, saya kehilangan seorang senior, seorang panutan.
Tapi tanah air tidak pernah kehilangan pengabdian dan jasa seorang.

JIka saja pak Moel ingat dan kembali mencerna makna atas apa yang disampaikan Alm. Pramono Edhi Wibowo. Tentu Pak Moel akan berfikir kembali terkait geger pengambil alihan kepemimpinan partai demokrat. 

Kecuali memang, jika ternyata Pak Moel sudah merasa bisa memberi selama ini. Maka berdasarkan "pemberian" itu pula mungjin menjadi pijakan kenapa ia harus mengambil alih Demokrat dengan cara yang cukup menggemparkan layaknya Kudeta.

Begitupun saya temukan Pak Moel Mengucapkan bela sungkawa atas wafatnya Ibu Ani Yudhoyono pada 2 Juni 2019. Foto SBY bersanding dengan Almarhumah Ibu Ani turut menghiasi feed Instagram @dr_moeldoko. 

Sayang saya tidak menemukan foto /unggahan pak Moel terkait AHY. Sebagai seorang emak, saya sadar ini bukan jalinan cerita sinetron Ikatan cinta.  Ini bukan pula sebentuk rasa yang pernah ada. Jika dulu begitu dekatnya Pak Moel dengan keluarga SBY, mengapa kini harus ada sengketa kepemimpinan politik diantara mereka?.

Semudah itukah unggah ungguh politik yang harusnya menjadi tauladan dari sosok seorang Jenderal? Melupakan semua rekam jejak yang pernah tercatat dalam lembaran negara. Masihkah ada itikad baik dari Pak Moel untuk bertemu pak SBY agar konflik dualisme kepemimpinan Demokrat Versi Moeldoko dan AHY memiliki titik terang penyelesaian?. Come on Pak Moel Sang Putera Kediri dan AHY sang Putera Pacitan. Negeri ini butuh kedamaian lebih dari sekedar perebutan posisi ketua umum Partai.

Sebagai emak-emak yang punya semangat makantar-kantar, sungguh saya tidak berharap para petinggi negeri ini menempuh Prahara hanya unruk sekedar mendapatkan kuasa!!! cukup dalam dunia drama korea atau sinetron saja.

***